Tampilkan postingan dengan label Hutan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Hutan. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 29 April 2023

Mengenal Trigona spp - "si Lebah tanpa sengat" - Penghasil Madu dengan rasa yang unik

Ekosistem hutan merupakan tempat tinggal lebih dari 80% fauna di bumi.  Salah satu fauna yang memiliki fungsi ekologis penting terhadap pelestarian ekosistem hutan dan sekaligus bernilai manfaat bagi manusia secara langsung adalah serangga yang bernama lebah.  Lebah diyakini sebagai salah satu fauna yang dapat dijadikan indikator bahwa kondisi lingkungan hidup di wilayah tersebut masih sangat baik. Lebah membantu proses regenerasi tegakan hutan, melalui proses yang dinamakan penyerbukan, dan madu yang dihasilkannya memiliki nilai gizi penting bagi kesehatan tubuh manusia.  Lebah di dunia ini dikelompokkan menjadi dua golongan, yaitu lebah bersengat dan lebah tanpa sengat.  Kali ini Jejak Erwinanta akan berbagi informasi tentang lebah tanpa sengat atau dikenal dengan nama lebah trigona atau stingless bee.     

A. Jenis-Jenis Lebah Trigona

Lebah trigona yang oleh masyarakat di berbagai daerah di Indonesia  dikenal dengan nama - kelulut (Melayu), klanceng (Jawa), teuweul (Sunda), gala-gala (Minang), keledan (Lombok), ketape (Sulawesi), kele-kele (Bali), linot (Aceh) - merupakan salah satu serangga eusosial dari famili Apidae yakni serangga penghasil madu dari ordo Hymenoptera yang tidak memiliki sengat (stingless bee). Eusosial adalah perilaku hidup berkelompok atau berkoloni, dengan sistem pembagian kerja atau kasta. 


Di dalam satu koloni lebah trigona berisi sekitar 300 – 80.000 lebah, yang terdiri dari satu ratu lebah, ratusan lebah jantan (drone), dan ratusan sampai ribuan lebah pekerja. Ratu berkelamin betina dan fertil. Tugas ratu adalah bertelur dan menjadi pemimpin.  Lebah jantan dihasilkan dari telur yang tidak dibuahi. Satu-satunya tugas lebah jantan adalah mengawini ratu.   Lebah pekerja merupakan lebah berkelamin betina steril (tidak menghasilkan keturunan). Lebah pekerja memiliki beberapa tugas, seperti membangun dan merawat sarang, menjaga keamanan, dan mengumpulkan pakan.  Walaupun tidak memiliki sengat, lebah trigona memiliki rahang tajam (mandibula) yang berfungsi sebagai alat pemotong sekaligus digunakan sebagai alat membela diri. 

Dibandingkan dengan lebah bersengat, lebah trigona memiliki ukuran tubuh yang kecil berkisar antara 3-5 mm dengan bentang sayap sekitar 8 mm. Ukurannya yang kecil menyebabkan lebah trigona memiliki radius wilayah jelajah yang relatif pendek, hanya berkisar antara 2 m – 500 m dari sarangnya.  

Diperkirakan lebih dari 500 spesies lebah tanpa sengat yang ada di dunia. Tersebar dari kawasan tropis hingga subtropis yang dikelompokan  kedalam 4 (empat) ecoregion, yaitu Afrotropical, Neotropical, Indo-Malayan dan Australasian. Indonesia berada dalam regional Indo-Malayan.  

Di Indonesia diperkirakan terdapat lebih kurang  40 jenis lebah tanpa sengat (Trigona spp), yang terbagi  kedalam genus: Geniotrigona, Heterotrigona, Lepidotrigona, Sundatrigona dan Tetragonula.  Penyebaran trigona di Indonesia meliputi  Sumatera (± 31 spesies), Jawa (± 14 spesies), Kalimantan  (± 40 spesies), Sulawesi ( ± 6 spesies), Bali dan Nusa Tenggara (± 2 spesies).    

Tabel 1.  Beberapa jenis lebah Trigona spp 

Nama/Spesies    Nama Penemu        Tahun    
Trigona Apis spinipes   Fabricius   1793   
Trigona fulviventris  Guérin-Méneville   1845   
Trigona carbonaria  Frederick Smith   1854   
Trigona (Tetragonula) iridipennis   Frederick Smith   1854   
Trigona (Tetragonula) laeviceps   Frederick Smith   1857   
Trigona (Geniotrigona) thoracica / Trigona borneensis   Frederick Smith/Friese   1857 / 1933    
Trigona collina   Frederick Smith   1857   
Trigona (Tetrigona) apicalisFrederick Smith   1857   
Trigona (Lophotrigona) canifrons   Frederick Smith   1857   
Trigona (Tetragonula) atripes   Frederick Smith   1857   
Trigona (Lepidotrigona) nitidiventris   Frederick Smith   1857   
Trigona (Lepidotrigona) ventralis   Frederick Smith   1857   
Trigona (Lepidotrigona) terminata   Frederick Smith   1878   
Trigona apicalis   Cockerell   1927   
Trigona binghami   Herbert   F Schwarz   1937   
Trigona (Sundatrigona) moorei   Herbert F Schwarz   1937   
Trigona (Tetragonula) melina   Gribodo   1893   
Trigona (Tetragonula) biroi   Friese   1898   
Trigona fuscobalteataCameron   1908   
Trigona sapiens   Cockerell   1911   
Trigona (Heterotrigona) itama   Cockerell   1918   
Trigona (Tetragonula) geissleri   Cockerell   1918   
Trigona hockingsi   Cockerell   1929   
Trigona (Tetrigona) melanoleuca   Cockerell   1929   
Trigona (Tetragonula) sarawakensis   Herbert   F Schwarz   1937   
Trigona (Tetragonula) drescheri   Herbert   F Schwarz   1939   
Trigona (Tetragonula) minangkabau   Sakagami and Inoue   1985   
Trigona incisa   Sakagami and Inoue   1989   

Saat ini jenis-jenis yang banyak dipelihara oleh masyarakat antara lain: Heterotrigona itama, Geniotrigona thoracica, Lepidotrigona terminata, Tetragonula biroi, Trigona drescheri, dan Trigona laeviceps

B. Habitat dan Aktivitas Lebah Trigona

Habitat alami lebah trigona di Indonesia mulai dari ekosistem mangrove, hutan rawa, hutan gambut, hingga ekosistem hutan hujan dataran rendah, tersebar hingga mencapai ketinggian ± 800 mdpl, dengan kisaran suhu antara 200C - 300C, curah hujan antara 1.500 - 2.000 mm/tahun dan kelembaban udara rata-rata 60-80%.  

Lebah Trigona merupakan salah satu jenis serangga yang dapat dijadikan indikator atau penciri bahwa suatu ekosistem hutan memiliki kondisi yang masih terjaga dengan baik. Tak heran jika beternak lebah trigona termasuk katagori investasi hijau, karena yang lebih diutamakan adalah menjamin ketersediaan vegetasi yang menjadi pakan alami dan memelihara kondisi klimatologis lingkungan tempat tinggal lebah trigona.

Di ekosistem hutan mangrove, sarang trigona banyak dijumpai di pohon nyirih  (Xylocarpus garantum, Xylocarpus moluccensis), bakau (Rhizophora spp), dan putut (Bruguiera gymnorrhiza), sedangkan pada hutan rawa gambut, lebah trigona banyak bersarang pada pohon dari jenis  terentang (Campnosperma auriculatum), jelutung (Dyiera lowii), temasam (Syzygium cerina), gelam (Melaleuca leucadendra).  Di ekosistem hutan hujan dataran rendah, sarang lebah trigona banyak dijumpai pada pohon kempas (Koompassia malaccensis), kelat (Syzygium sp), riung (Castanopsis acuminatissima), nyamplung (Calophyllum inophyllum), cempedak (Artocarpus integer), beringin (Ficus sp), dan bambu (Dendrocalamus asper).   Nah dari hubungan antara jenis vegetasi dan sarang trigona ini saja, Sobat sudah dapat menilai bagaimana lebah trigona menjadi indikator terhadap kondisi suatu ekosistem hutan. 

Aktivitas lebah trigona terbagi menjadi aktivitas di dalam sarang (internal) dan aktivitas di luar sarang (eksternal). Aktivitas dalam sarang sesuai dengan masing-masing strata lebah antara lain:

  1. Lebah Pekerja: menyiapkan lem lebah (propolis) sebagai bahan baku membangun, memelihara, dan menjaga kebersihan sarang, menyiapkan kantung telur, menyiapkan storage pot (kantung madu dan pollen),  bersama lebah jantan menjaga dan melindungi sarang dari predator.
  2. Lebah Jantan: mengawini ratu, dan melakukan perawatan terhadap telur-telur hingga menjadi imago
  3. Lebah Ratu: menghasilkan telur, menghasilkan zat veronom sebagai daya tarik bagi lebah jantan dan lebah pekerja.  Satu koloni hanya terdiri dari satu lebah ratu.

Aktivitas di luar sarang hanya dilakukan oleh lebah Pekerja. Aktivitas di luar sarang antara lain aktivitas pengumpulan nektar/madu, polen/serbuk sari bunga, dan resin (getah) serta mempertahankan sarang dari ancaman. Aktivitas di luar sarang umumnya dimulai sejak pukul 6 pagi (fajar), hingga pukul 5 sore (menjelang senja). Waktu puncak dengan frekuensi tertinggi keluar masuk sarang terjadi pada pukul 09.00-10.00 pagi, dan pukul 12.00-14.00.

Aktivitas lebah trigona dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor di dalam (internal) koloni dan faktor luar (eksternal) dari lingkungan sekitarnya. Faktor internal berupa tingkat gangguan terhadap kelimpahan koloni lebah, sedangkan faktor eksternal yang berpengaruh penting adalah iklim dan ketersediaan pakan.  Beberapa faktor iklim yang berpengaruh terhadap aktivitas trigona antara lain intensitas cahaya, kelembaban relatif, kecepatan angin, suhu dan intensitas hujan. 

Suhu udara yang terlalu rendah (<160C), menyebabkan lebah pekerja mengalami "kekakuan" atau "paralize", dan jika suhu terlalu tinggi (>320C) lebah pekerja lebih banyak tinggal dalam sarangnya dengan menggerakan sayapnya guna mengembalikan suhu normal dalam sarang.  Intensitas curah hujan yang tinggi dengan bulan basah yang panjang berpengaruh terhadap rendahnya aktivitas lebah dalam mencari nektar, resin, dan polen.  Jika musim hujan tiba, merupakan masa paceklik bagi petani lebah trigona. Untuk mengatasi permasalahan ini, biasanya petani lebah menyiapkan pakan tambahan (pakan subtitusi) guna menghindari "kabur" atau migrasinya koloni lebah trigona. 

Di Kabupaten Lampung Barat, terdapat 8 (delapan) kecamatan yang menjadi habitat ideal untuk pengembangan ternak lebah trigona baik melalui pemberdayaan  Kemitraan Kehutanan (Hkm dan Kemitraan Konservasi), maupun penguatan rumah tangga dan kelompok usaha desa oleh Pemerinah Daerah, yaitu di Kecamatan Batu Brak, Kecamatan Suoh, Kecamatan Bandar Negeri Suoh, Kecamatan Pagar Dewa, Kecamatan Sumber Jaya, Gedung Surian, Air Hitam, dan Kecamatan Lumbok Seminung.  

C. Struktur Sarang

Susunan dan struktur sarang lebah trigona penting untuk diketahui oleh peternak, karena sangat berpengaruh manakala akan dilakukan pemindahan atau pemecahan (perbanyak) koloni ke sarang buatan (stup) atau manakala peternak akan melakukan pemanenan madu.  

Salah menempatkan posisi pot telur, pot madu, dan pot beepollen, akan mengancam produktivitas dan keberlangsungan hidup lebah.   Struktur sarang lebah Trigona berbeda dengan sarang lebah madu Apis, dimana dalam sarang Trigona tempat penyimpanan polen dan madu (storage pot) terpisah dengan sel anakan (brood chamber). 

Secara umum struktur sarang lebah trigona terdiri dari: 1) hanya ada satu lubang keluar masuk (entrance) yang dilapisi propolis (perekat/lem lebah) yang berbentuk corong dibagian luar, dan seperti cangkang pada bagian dalam lubang, 2) pot beepollen yang berisi tepung sari (pollen), 3) pot telur lebah dewasa (siap menetas), 4) pot telur muda dan pot calon telur, 5) pot nektar (madu). 


Untuk mengenal dan membedakan antar jenis trigona, selain ukuran dan warna tubuh (morfologi), dapat pula dilihat dari bentuk corong pada lubang keluar masuk (entrance) dari sarang lebah trigona.  Tiap kelompok jenis trigona memiliki bentuk corong yang unik, ada yang berbentuk seperti saluran pipa, corong trompet, dan berbentuk seperti bintang,  dan ada pula hanya berupa lapisan berwarna gelap disekitar lubang entrance.

Corong masuk ini terbuat dari propolis yang mengandung veronom, yang berfungsi sebagai alat navigasi  (penuntun lokasi) letak sarang atau koloni. Lebah pekerja tidak akan salah masuk sarang, walaupun koloninya memiliki sarang yang saling berdekatan. Bagi peternak keberadaan corong di lubang masuk sarang lebah dapat pula dijadikan indikator kuat lemahnya koloni lebah trigona.  Koloni lebah trigona yang sehat dan kuat ditandai dengan bentuk corong yang memiliki warna di ujungnya yang lebih muda, sebagai tanda bahwa lebah pekerja aktif merawat sarangnya, dan corong dijaga oleh lebih dari 3 ekor lebah jantan baik di mulut corong atau di sekitar corong.  

berbagai bentuk corong entrance trigona (sumber: Veronika dkk, 2019) 

Sel anakan merupakan tempat ratu bertelur dan tempat anakan berkembang dari fase telur sampai imago. Fase perkembangan lebah Trigona meliputi telur, larva, pupa dan menjadi imago. Storage pot dan brood chamber diperkuat oleh involucrum yang terbuat dari campuran resin atau getah pohon yang dikenal dengan nama propolis (lilin lebah).  Sifat lengket yang dimiliki oleh propolis digunakan lebah untuk memperbaiki sarang. Propolis juga digunakan sebagai alat pertahanan dari serangan mikroba dan jamur, karena mengandung senyawa antimikroba. Propolis dapat membunuh semua mikroba yang mengganggu yang masuk ke dalam sarang seperti bakteri, virus, jamur maupun protozoa.

D.  Produk Trigona dan Manfaatnya

Umumnya lebah trigona menghasilkan produk berupa madu dan propolis. Setiap koloni trigona menghasilkan 1-2 kg madu pertahun dengan produktivitas rata-rata 100-250 ml/3 bulan/koloni dan rata-rata propolis 2 kg/koloni/tahun. Produksi dan produktivitas madu maupun propolis sangat tergantung dengan ketersediaan vegetasi yang menjadi pakan lebah trigona, serta kualitas koloni lebah.

Madu lebah Trigona berwarna coklat gelap dan rasanya sedikit masam, kecut dan agak pahit, sangat berbeda dengan rasa madu yang berasal dari  lebah jenis Apis. Kandungan madu trigona terdiri dari:

  1. Mengandung propolis dan bee pollen secara alami sebab sarang madu dan kantong bee pollen menyatu di satu tempat.
  2. Kandungan Vitamin : Thiamin (B1), Riboflavin (B2), (B3), Asam Askorbat (C), (B5), Piridoksin (B6), Niasin, Asam Pantotenat, Biotin, Asamfolat dan vitamin K
  3. Mineral : Natirum (Na), Kalsium (Ca), Magnesium (Mg), Alumunium (A1), Besi (Fe), Fosfor dan Kalium (K), Pottassium, Sodium Klorin, Sulfur.
  4. Enzim-enzim Utama : Diatase, invertasem glukosa oksidase, fruktosa, peroksidase, lipase juga mengandung sejumlah kecil hormon, tembaga, iodium dan zinc. 
Dengan kandungan vitamin, mineral dan enzim-enzim tersebut, tidak heran madu trigona dapat mengatasi beragam penyakit dan meningkatkan daya kekebalan tubuh. Berbagai khasiat lainnya dari madu trigona sebagai berikut:

  • Mencegah Stroke
  • Memperlancar peredaran darah
  • Meningkatkan hormone
  • Memperkuat fungsi otak dan jantung
  • Memperbaiki sel tubuh yang rusak
  • Recovery tubuh
  • Mengendurkan bagian syaraf yang tegang
  • Menghilangkan rasa letih
  • Meningkatkan kecerdasan anak
  • Dapat dikonsumsi bagi penderita diabetes
  • Membantu masa penyembuhan pasca operasi
  • Mencegah Kanker 

Lebah trigona lebih banyak menghasilkan propolis dibandingkan dengan madunya.  Sayangnya belum banyak peternak lebah trigona yang mampu mengolah produk propolis, kendala utamanya menyangkut teknologi.  Kandungan propolis trigona antara lain berupa resin yang mengandung senyawa flavonoid, asam, dan ester fenol (45 – 55%). Lilin lebah dan plant origin (25 – 35 %). Minyak volatil (10%). Polen yang terdiri dari protein (16 asam amino bebas > 1%), arginine dan proline berjumlah 46% dari total(5%). 14 mineral mikro (Fe dan Zn yang terbanyak), keton, lacton, quinon,steroid, asam benzoat, vitamin, karbohidrat (5%).

Umumnya propolis trigona diolah untuk keperluan obat herbal karena khasiatnya sebagai antibiotik alami, antibakteri,  antifungal,  antivirus,  antioksidan, memperkuat sistem kekebalan tubuh, antiseptik, immunostimulan,  antitoksin, berperan sebagai anestetik, dan memperkuat dan mempercepat regenerasi sel. 

Allah SWT telah menciptakan lebah dengan berbagai keistimewaan yang tidak hanya bagi alam akan tetapi juga bagi manusia. Tak heran jika dalam kitab suci umat muslim, lebah dijadikan nama salah satu surah dalam Al Quran. 

“Dan Tuhanmu mewahyukan kepada lebah: “Buatlah sarang-sarang di bukit-bukit, di pohon-pohon kayu, dan di tempat-tempat yang dibikin manusia. kemudian makanlah dari tiap-tiap (macam) buah-buahan dan tempuhlah jalan Tuhanmu yang telah dimudahkan (bagimu).”
“Dari perut lebah itu ke luar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang memikirkan” (QS. An Nahl (Lebah) ayat 68-69)

Bagaimana Sobat? Apakah sobat  tertarik untuk berternak lebah trigona? Nah jika sobat tertarik, sebelum memulai pastikan vegetasi yang menjadi pakan lebah trigona tersedia melimpah sepanjang tahun.  Jika belum ada, yuk kita mulai menanamnya. 

--- Salam Lestari ---


Referensi

  • Priawandiputra, Windra, et all, 2020. Daftar Spesies Lebah Tanpa Sengat (Stingless Bees) dan Tumbuhan Pakannya di Lubuk Bintialo dan Pangkalan Bulian, Sumatera Selatan, Laporan ZSL.
  • Veronika, Farah, dan Wulandari. 2019. Identifikasi Jenis Lebah Trigona spp. pada Zona Pemanfaatan Hutan Desa Manua Sadap, Kecamatan Embaloh Hulu, Kabupaten Kapuas Hulu. Jurnal Tengkawang Vol.9 (2):  82-91. Universitas Tanjung Pura. Kalimantan Barat   
  • Spesies Lebah Klanceng (Trigona spp) di Indonesia (link: https://trigonasfarmer.blogspot.com/2012/12/spesies-lebah-klanceng-trigona-spp-di.html)


Jumat, 02 Desember 2022

Hutan Penyangga Kehidupan Negeriku ... [Part 2]

Assalamu'alaikum ... Salam Rimba Lestari


Alhamdulillah, bisa berjumpa kembali dengan sobat lestari, semoga hari ini, Allah - Tuhan YME - senantiasa memberi kesehatan, keberkahan, dan rezeki yang melimpah ... aamiiin.  
Kali ini Kami akan  berbagi informasi - tentunya masih tentang kawasan hutan di Lampung Barat, - agar nyambung dengan judul postingan sebelumnya 😁 - mudah-mudahan bisa menambah wawasan  - syukur-syukur bisa membuka peluang eco-entrepreneurship melalui berbagai pemberdayaan masyarakat ... agar  "Hutan Lestari Masyarakat Sejahtera" bisa benar-benar memiliki hubungan korelasi yang signifikan .... 😁😁😁   


Boschareaalkaart Benkoelen
(Sumber: Leiden Univ. Lib.)

Sejarah pengelolaan hutan secara hukum tertulis, sebagaimana disadur dari situs Simpasdok KPH+ dimulai sejak masa Pemerintah Hindia Belanda dengan diberlakukannya Reglemen tentang hutan pada tanggal 10 September 1865. Hukum kehutanan ini mengalami berbagai perubahan hingga diberlakukannya Ordonansi Hutan dan Jawatan Kehutanan pada tahun 1927.  

Baik  Reglemen maupun Ordonansi Hutan, - berlaku untuk pengelolaan hutan negara di Jawa dan Madura - sedangkan untuk wilayah sumatera khususnya di  Lampung masa itu, apakah juga diberlakukan ketentuan yang sama ya? 

Dari beberapa referensi yang kami baca... kesimpulannya yang namanya penjajah ya tetap saja punya aturan yang timpang - begitu juga aturan kehutanan, walau tujuannya mulia guna menjaga kelestarian hutan, tetap saja dalam prakteknya dilakukan secara deskriminatif lebih-lebih kepada pribumi. 

Peraturan reglemen melarang rakyat untuk menebang pohon dan menjual kayunya, kecuali untuk membangun rumah, hutan desa atau hutan marga dikuasai dan menjadi milik negara, rakyat hanya boleh memanfaatkan ranting, dan daunnya saja, siapa yang melanggar dikenakan sanksi yang berat .... wew mungkin ini yang menjadi tujuan pengelolaan hutan zaman penjajah dulu, "Hutan Lestari, Masyarakat Sengsara" ....😢

Informasi dan sejarah kehutanan di luar Jawa dan Madura sangatlah minim, satu-satunya informasi yang didapat adalah peta kawasan Hutan  Keresidenan Bengkulu tahun 1939 - judulnya Boschareaalkaart - Dienstring Zuid Sumatra. Res. Benkoelen - yang Kami peroleh dari mengunduh di situs Digital Collections - Leiden University Libraries - mungkin maksud peta ini adalah terkait penyerahan  kawasan hutan sumatera bagian selatan kedalam wilayah administrasi Keresidenan Bengkulu.  

Pada peta berskala 1:500.000 ini, disebutkan bahwa kawasan hutan di Keresidenan Bengkulu terbagi menjadi dua region, yaitu region Barat Laut Bengkulu [disimbolkan dengan huruf "A"],  region Tenggara Bengkulu  [disimbolkan dengan huruf "B"],  membagi menjadi 5 (lima) Wilayah Hutan, yaitu wilayah hutan I (Muko-muko), II (Rejang Lebong), III (Barisan - Dempo), IV (Barisan - Bepagut), dan V (Krui), serta 54 satuan register hutan.

Pada pojok kanan bawah peta tertulis: "Boschareaalkaart Volgens de instructie vastgesteld bij het rondschrijven v/d Adviseur v/d Dienst der Bosschen in de Buitengewesten Nr. 28/B.G./34, Bijgewerk 13 December 1938.  Behoort bij memorie van overgave van den Resident van Benkoelen in 1939,  vide schrijven Opperhoutvester van Palembang en Benkoelen d.d. 26 januari 1939 No 528/5"  (... nah silahkan terjemahkan sendiri ya ... 😂) 

Pada masa Pemerintahan Hindia Belanda - Kawasan Hutan di Lampung Barat yang ada saat ini, dahulunya masuk wilayah administrasi Onder Afdeeling Krui  dengan Wilayah Hutan V, yang meliputi satuan hutan register 9 B Gunung Seminung, 17 B Serarukuh, 22 B Kubu Nicik, 43 B Krui Utara, 44 B Way Tenong - Kenali, 45 B Rigis, 46 B Sekincau, 47 B Bukit Penetoh, 48 B Palakiah, dan 49 B Krui Barat.  

Register  Hutan Nomor 22 B Kubu Nicik, 46B Sekincau, 47B Bukit Penetoh, dan 49B Krui Barat,  saat ini menjadi bagian dari Kawasan Hutan Konservasi Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS). TNBBS ditetapkan melalui Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 4703/Menlhk-PKTL/KUH/2015, tanggal 26 Oktober 2015,  wilayahnya mencakup dua propinsi yaitu Propinsi Lampung dan Bengkulu. Pengelolaan TNBBS dilakukan oleh Balai Besar yang berkantor di Kota Agung, Tanggamus, Propinsi Lampung.   Pada Tahun 2004, TNBBS ditetapkan oleh UNESCO sebagai Warisan Dunia Hutan Hujan Tropis Sumatera, bersama 2 (dua) taman nasional lainnya di sumatera yaitu Taman Nasional Gunung Leuser, dan Taman Nasional Kerinci Seblat.  

Register hutan lainnya, seperti reg. 9B, 17B, 43B, 44B, 45B, dan 48B, pada saat ini difungsikan sebagai Kawasan Hutan Lindung. Status sudah "Penetapan" terdiri dari Hutan Lindung 9B, 17B, dan 48B, sedangkan sisanya masih berupa "Penunjukan".  Pengelolaan dilakukan oleh UPT KPH II Liwa Dinas Kehutanan Propinsi Lampung.

Foto-foto jadul pemanfaatan hutan untuk berbagai kepentingan zaman Pemerintahan Belanda (Sumber diunduh dari Leiden University Libraries) - beberapa peristiwa kembali terulang di Zaman Now. 


Pembukaan Hutan untuk Perkebunan Kopi di Way Lima, 1896

Penguasaan Hutan Adat menjadi Hutan Negara, 1915

Pembukaan hutan untuk jalan Liwa - Krui, 1915-1920 

Tulang Gajah Betina di Kedaton, 1932

Perburuan Beruang di Bengkulu, 1933

Pembukaan hutan untuk lahan transmigrasi di Metro, 1935

Zaman memang sudah berubah, tetapi beberapa aktivitas manusia terhadap sumber daya hutan dari dulu hingga sekarang (lihat foto diatas) ternyata relatif masih sama, seperti konversi hutan menjadi lahan perkebunan atau pertanian, penguasaan lahan ulayat menjadi hutan produksi, pembangunan jalan dan terfragmentasinya habitat satwa, konflik satwa & perburuan liar, serta alih fungsi lahan hutan untuk permukiman.  

Dari sini dapat disimpulkan, bahwa manusia tidak bisa terlepas dari hutan, karenanya antara hutan dan manusia perlu dibangun tata hubungan yang harmonis, agar proses ekologi dapat terjaga dan berjalan dengan baik guna menjaminan keberlangsungan kehidupan,  peningkatan  kesejahteraan, dan mutu kehidupan manusia itu sendiri.  Hutan dengan berbagai tipe ekosistem merupakan sistem penyangga kehidupan yang perlu dipelihara dan dilindungi. 

Sebenarnya apa sih yang dimaksud dengan 'Sistem Penyangga Kehidupan" ?  UU Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, pasal 6 menjabarkan bahwa Sistem Penyangga Kehidupan merupakan satu proses alami dari berbagai unsur hayati dan non hayati yang menjamin kelangsungan kehidupan makhluk, dan di pasal 7 menyatakan bahwa Perlindungan Sistem Penyangga Kehidupan ditujukan bagi terpeliharanya proses ekologis yang menunjang kelangsungan kehidupan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mutu kehidupan manusia.  Sayangnya aturan hukum turunannya berupa Peraturan Pemerintah terkait tata cara penetapan wilayah, pola pembinaan, dan pemanfaatan guna perwujudan tujuan perlindungan sistem penyangga kehidupan, belum disahkan. 

Uraian diatas memberikan pemahaman bahwa ekosistem hutan merupakan sistem penyangga kehidupan, karenanya hutan yang lestari menjadi suatu yang penting dan wajib dipertahankan, jika manusia ingin kehidupan dan kesejahteraannya tercukupi dengan baik.  

Lantas bagaimana pilihan terbaik anda jika dihadapkan pada dua kondisi ini yaitu kondisi pertama dimana "hutan lestari, tetapi masyarakatnya sengsara" dan kondisi kedua dimana  "hutannya rusak, tapi masyarakatnya sejahtera". Mana diantara kedua kondisi ini yang anda pilih ? ....

Sebelum memilih, baiknya anda renungkan dulu ayat ini:  



Semoga Allah SWT memberikan ilmu yang bermanfaat dan menerima amal baik kita hari ini...

Selamat beristirahat ... Wassalam

Liwa, 2 Desember 2022 


Rabu, 30 November 2022

Hutan Penyangga Kehidupan Negeriku ... [Part 1]

Assalamu'alaikum 

Salam Rimba Lestari....

Hai Sobat, kali ini Kami akan berkisah tentang salah satu potensi sumber daya alam terbesar yang dimiliki Kabupaten Lampung Barat,  yaitu "Sumber Daya Hutan di Bumi Beguai Jejama"... namun berhubung informasinya cukup panjang akan kami bagi menjadi beberapa bagian penggalan, yuuk dibaca ... penggalan  pertamanya...  👌

Kawasan hutan yang berada di dalam wilayah Kabupaten Lampung Barat, berdasarkan data dari Badan Pemantapan Kawasan Hutan XX (BPKH XX) Propinsi Lampung seluas ± 106.897,02 Ha, yang jika diprosentasekan sebesar 50,4% dari luas wilayah administrasi atau sebesar 61,5% dari luas daratan Kabupaten Lampung Barat.  Sumber daya hutan yang potensial ini, menempatkan Kabupaten Lampung Barat memiliki dua nilai strategis dari sudut pandang kepentingan lingkungan hidup, yaitu sebagai daerah resapan air (catchment area) bagi 3 (tiga) daerah aliran sungai (DAS), yaitu DAS Tulang Bawang, DAS Semaka, dan DAS Musi, serta berperan penting sebagai paru-paru Propinsi Lampung.  Hasil perhitungan penulis dengan memperhatikan kondisi tutupan lahan, diperkirakan potensi serapan & cadangan karbon dari kawasan hutan di Lampung Barat mencapai lebih dari 19.270.682 TC/tahun atau bernilai Rp 578 milyar/tahun (asumsi nilai karbon Rp 30/kg).  

Inilah yang memposisikan Lampung Barat memiliki kontribusi sebagai wilayah perlindungan Sistem Penyangga Kehidupan yang sangat penting bagi Propinsi Lampung... karenanya Lampung Barat yang pada tahun 2009 mencanangkan sebagai Kabupaten Konservasi, layak diperhitungkan untuk mendapatkan insentif daerah melalui perolehan nilai kompensasi atau imbal jasa lingkungan hidup sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah RI Nomor 46 Tahun 2017 tentang Instrumen Ekonomi Lingkungan Hidup dan Peraturan Presiden RI Nomor 98 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon. 

Bayangkan berapa kerugian yang diderita Lampung Barat dan Propinsi Lampung jika kawasan hutannya yang saat ini tersisa tinggal 28,45% lenyap dari tanah Sang Bumi Ruwa Jurai ?..... mungkin julukan Lampung Barat sebagai "Negeri di Atas Awan" hanyalah sebagai dongeng saja, dan julukan Lampung sebagai "Lumbung Pangan Nasional" hanyalah menjadi sepenggal kisah kejayaan masa lalu.... sedihhh ya bro... Saya jadi keingetan lagu "Kemarau" nya The Rollies yang populer di tahun 1979.... 

Curah hujan yang dinanti-nanti
Tiada juga datang menitik
Kering dan gersang menerpa bumi
Yang panas bagai dalam neraka

Mengapa (mengapa), mengapa hutanku hilang
Dan tak pernah tumbuh lagi ?
Mengapa (mengapa), mengapa hutanku hilang
Dan tak pernah tumbuh lagi ?

.....  😭😭

          

Kawasan Hutan di Kabupaten Lampung Barat


Kabupaten Lampung Barat memiliki dua fungsi kawasan hutan, yaitu kawasan berfungsi lindung dengan luas ± 53.411,76 Ha dan kawasan hutan berfungsi konservasi  dengan luas mencapai ± 53.485,26 Ha.  Kawasan hutan berfungsi lindung, terdiri dari Hutan Lindung (HL) Register 9B Gunung Seminung, HL reg. 17B Serarukuh, HL reg 43B Krui Utara, HL reg 44B Way Tenong-Kenali, HL reg. 45B Bukit Rigis, HL reg. 48B Palakiah, sebagian HL 39 Kota Agung Utara, sebagian kecil HL 34 Tangkit Tebak, dan sebagian HL 24 Bukit Punggur, sedangkan untuk fungsi hutan konservasi terdiri dari sebagian Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) dan sebagian kecil wilayah Suaka Margasatwa Gunung Raya. 

Kawasan hutan ini tersebar mengelilingi wilayah administrasi Lampung Barat layaknya benteng hijau yang melindungi kehidupan didalamnya dari ancaman bencana ekologis. Dari 136 desa/kelurahan yang ada di Lampung Barat, ada sekitar 89 pekon (= desa) dan 5 kelurahan, yang wilayah administrasinya beririsan dengan kawasan hutan negara ini.   Sejak diberlakukannya UU 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, maka kewenangan pengelolaan kawasan hutan lindung berada dibawah Dinas Kehutanan Propinsi Lampung, sedangkan TNBBS tetap menjadi kewenangan Pemerintah Pusat dibawah Dirjen KSDAE KLHK. 

Selain Kawasan Hutan Negara, Lampung Barat juga kaya akan potensi hutan adat,  diperkirakan luas hutan adat mencapai ± 3.100 Ha, sayangnya keberadaan hutan adat ini belum dipayungi oleh Peraturan Daerah, sehingga beberapa hutan adat mulai terancam eksistensinya dan mengalami perubahan fungsi menjadi kebun kopi, pertambangan, atau pertanian lahan kering. 

Sebagai bentuk perwujudan komitmen  Kabupaten Konservasi, dan juga guna  menyelamatkan kekayaan plasmanutfah berbagai jenis flora pada ekoregion hutan hujan pegunungan sumatera, Pemkab Lampung Barat telah membangun kawasan konservasi tumbuhan eksitu yang diberi nama "Kebun Raya Liwa" seluas 86,68 Ha. Kebun Raya Liwa berada di pusat kota Liwa, tepatnya di Pekon Kubu Perahu, Kecamatan Balik Bukit.  Kebun Raya Liwa merupakan Kebun Raya Daerah, yang saat ini pengelolaannya dibawah Dinas Lingkungan Hidup Lampung Barat. Ada 5 (lima) fungsi atau peran dari Kebun Raya Liwa yaitu sebagai konservasi tumbuhan, penelitian, pendidikan, wisata/rekreasi, dan jasa lingkungan. 

Fakta menarik - yang akan kami ceritakan dipenggalan berikutnya - adalah  nama dan pembagian kawasan hutan di Lampung Barat yang ada saat ini - ternyata sudah dilakukan sejak Pemerintahan Belanda melalui Besluiten Dienstkring Beheerder van Zuid Sumatra No 13 tanggal 28 April  1938 -  saat itu  wilayahnya masih bernama  Afdeeling Krui - Keresidenan Bengkulu, ...  bahkan jauh sebelum itu - leluhur masyarakat Lampung Barat - telah menetapkan  larangan, dan kutukan yang berat bila merusak hutan - kutukan itu tertulis dalam bentuk aksara jawa kuno dan berbahasa melayu kuno di Prasasti Hujung Langit bertahun 997 Masehi....  Oke sampai jumpa di part selanjutnya ya, jaga kesehatan...  💕


Wassalam... 

 


Terbaru

Selamat Datang 2024

"Hari ini tanggal 2 Januari 2024, pukul 07.32 WIB, hari pertama masuk kerja! Berdiri di barisan paling depan, acara apel pagi, di lapan...

Populer