Minggu, 29 Januari 2023

Anggrek Merpati (Dendrobium crumenatum), si Harum Mewangi yang Tak Pernah Ingkar Janji

Anggrek Merpati, koleksi JE
Anggrek Merpati (Dendrobium crumenatum) 
Anggrek merpati ini paling sering kita jumpai hidup secara liar di alam.  Tumbuh subur menempel secara efipit di batang-batang tanaman hidup ataupun di batang tanaman yang sudah mati. Anggrek ini hidup baik pada ketinggian tempat di atas 500 mdpl. 

Di areal komplek Pemda Lampung Barat, tanaman ini banyak dijumpai menempel pada tanaman mahanoni, gmelina, angsana, pinus, dan tanaman peneduh lainnya. Memang anggrek ini terlihat tidak begitu menarik, dengan bentuknya yang seperti semak kering, tapi jika berbunga barulah keindahan dan keharumannya bikin suasana menjadi semarak.  

Berdasarkan taksonominya anggrek merpati bernama latin Dendrobium crumenatum Sw, ini masuk kedalam Famili: Orchidaceae, Subfamili: Epidendroideae, Tribus: Dendrobieae dan Genus: Dendrobium.  Anggrek ini memiliki penyebaran habitat yang luas di Asia Tenggara mulai dari Thailand, Malaysia, Singapura,  Indonesia, hingga ke Filipina dan Papua.  

Dendrobium crumenatum, termasuk anggrek yang memiliki kemampuan bertahan hidup yang tinggi dan toleran terhadap sinar matahari, suhu dan kelembaban. Tumbuh optimal pada ekosistem  hutan dataran rendah kering semi gugur seperti savana hingga pada ekosistem hutan dataran tinggi.

anggrek merpati, koleksi JE
D. crumenatum, Foto JE

Dikutip dari halaman situs kebunraya.id  Anggrek merpati termasuk dalam anggrek golongan simpodial dengan bentuk bulb membengkak pada bagian bawah dan pipih pada bagian atas.  Tipe simpodial adalah anggrek yang tidak memiliki batang utama, bunga ke luar dari ujung batang dan berbunga kembali dari anak tanaman yang tumbuh atau muncul di sisi-sisi batangnya.  Bentuk batang utama tersusun dari ruas tahunan dan setiap ruas batang dimulai dari daun sisik dan berakhir dengan pertumbuhan tangkai bunga. Batang bercabang banyak, agak kaku, dan sepertiga bagian tidak berdaun. Helaian daun memiliki tekstur berdaging lunak dan daun sangat pendek, berbentuk lonjong hingga lanset.  Terdapat dua tipe akar yaitu, akar lekat tumbuh ke arah permukaan kayu pohon dan akar udara tumbuh dari pangkal batang dengan jumlah yang banyak. 

Bunga tunggal (soliter), muncul di rangkaian cabang yang kering. Bunga dengan kelopak dan mahkota berwarna putih dengan bentuk lidah (labellum) bervariasi dan berwarna putih dengan sedikit kekuningan. Bunga beraroma harum seperti wangi melati atau sedap malam.  Interval berbunga setiap 1-2 bulan, dengan umur mekar hanya bertahan 1 hari. Kelopak bunga berbentuk segitiga sempit dan lancip mirip seperti seekor merpati yang sedang terbang mengepakkan kedua sayapnya. 

anggrek merpati
Bunga  D. crumenatum, foto JE
Buah berbentuk kapsul, dengan biji yang terdapat di dalamnya sangat kecil sehingga mudah terbawa oleh angin ataupun hewan yang hinggap.  Anggrek merpati termasuk anggrek yang rajin menghasilkan keiki, sehingga mudah dilakukan perbanyakan. Perbanyakan anggrek dapat dilakukan dengan cara pemisahan rumpun, atau keiki.  "... karena perawatannya yang mudah, rajin berbunga dan harum, rasa-rasanya ingin menanam merpati ini disetiap dahan pohon yang ada di halaman ... 🤣"

Daerah Lampung Barat yang banyak ditanami tumbuhan kopi, anggrek merpati terkadang dianggap masyarakat  sebagai gulma yang harus dihempaskan 😭.  Sebagai pecinta anggrek sungguh rasanya gak sampai hati melihat nasib anggrek yang tersia-sia begitu saja, dan tentunya anggapan ini harus diluruskan, karena anggrek merpati bukanlah tanaman parasit atau benalu.   

Bayangkan bila anggrek-anggrek merpati ini menempel di pohon-pohon peneduh di sepanjang trotoar dan berbunga serentak di kanan - kiri jalan dengan warnanya yang putih dan harum.  Mungkin akan tersajikan suatu pemandangan indah dan asri, penuh kesan mendalam, dan tentunya slogan "Liwa Kota Berbunga" sedikit terwakili dan memang begitulah seharusnya ...😁

Simak juga: |  Liparis latifolia  |  G. stapeliiflorum  |  G. speciosum  |

Aahhh itu cuma sedikit imajinasi penulis ketika dibuai keharuman merpati seraya memandang kelopaknya yang putih bersih... Dendrobium crumenatum  si merpati putih yang tak pernah ingkar janji memberikan keharuman mewangi walau hanya satu hari...  🥰.


Happy Gardening 



wie
Penulis yang lebih akrab disapa Wie' ini berprofesi sebagai ibu rumah tangga. Orang nomor dua di Jejak Erwinanta ini sebelumnya adalah seorang karyawan swasta yang rela meninggalkan jabatannya untuk tinggal di Liwa menemani suami dan membesarkan anak-anaknya sambil menekuni hobinya merawat bunga anggrek. Silahkan follow instagramnya di @ pratiwy_y 
 


Kamis, 26 Januari 2023

Gulai Taboh, kuliner populer berbahan ikan khas daerah Lampung

Setiap daerah tentunya memiliki aneka ragam kuliner tradisional yang menjadi ciri khas dari kekayaan budaya masyarakat adat daerah tersebut, begitupula halnya dengan suku Lampung. Suku yang berada di ujung selatan pulau Sumatera ini, terbagi menjadi dua kelompok masyarakat adat, yaitu Masyarakat Adat Lampung Saibatin atau Peminggir dan Masyarakat Adat Lampung Pepadun atau Penyeimbang.  Selain terkenal akan kopi dan keripik pisangnya, Lampung juga memiliki beraneka kuliner mulai dari makanan sehari-hari hingga kuliner yang hanya ada pada saat lebaran atau pada acara-acara adat.  

Merangkum dari Idn.com, beberapa jenis kuliner khas Lampung yang populer dan wajib untuk dicicipi,  antara lain: Seruit, Gulai Balak, Gabing, Tempoyak, Pindang, Umbu, Pandap, Pisro, Geguduh/Gagodoh, Panggang (Ikan Asap), Segubal/segumpal, Lemang, Benjak Enjak, Bebai Maghing, Gabal Ughang,  Kue Maksuba,  Kue Lapis Legit, Kerupuk Kemplang, dan Gulai Taboh.      

gulai taboh ikan nila
Gulai Taboh  foto: Chiska Pitri
“Gulai Taboh” merupakan kuliner khas masyarakat adat Lampung Saibatin yang berbahan baku ikan  dan berkuah santan, “Taboh” artinya “santan”.  Nah bagaimana rasanya Gulai Taboh? Berikut Jejak Erwinanta berbagi resep kuliner Gulai Taboh Ikan Nila yang disadur dari postingan Chiska Pitri  pada situs cookpad.com, yuk kita praktekan pembuatannya. 

Bahan-bahan:

  • 1 atau 2 ekor ikan nila (di potong)
  • 5 siung bawang merah
  • 4 siung bawang putih
  • 1 ruas kunyit
  • 1/4 ruas jahe
  • 1/2 ruas lengkuas di geprek
  • 1 tangkai sereh di geprek
  • 4 buah kemiri
  • 2 lembar daun salam
  • 5 buah belimbing wuluh (diiris)
  • 1 buah jeruk nipis/lemon
  • 2 buah cabe merah
  • 1 bungkus santan instan (kara)
  • Air bersih Secukupnya
  • Garam, Penyedap rasa, dan gula secukupnya

Cara Membuat:

  1. Ikan Nila dibersihkan kemudian dipotong-potong, boleh 1 ekor ikan potong dua bagian atau tiga bagian tergantung ukuran ikan nilanya ya sob.  Potongan ikan Nila dicuci bersih kemudian beri perasan air jeruk nipis atau jeruk lemon.
  2. Haluskan bawang merah, bawang putih, kunyit, jahe, kemiri, dan cabe. Kemudian tumis sampai matang dan berbau harum.
  3. Setelah bau harum atau matang, masukan 1 gelas air dan 1 bungkus santan instan, aduk sebentar. 
  4. Kemudian masukan ikan nya, di bolak-balik ikannya tapi jgn sampai hancur, masukan sereh, lengkuas, irisan belimbing wuluh, dan daun salam, serta tambahkan penyedap rasa, garam, dan gula secukupnya. Aduk perlahan, supaya santannya tidak pecah. 
  5. Koreksi lagi rasanya.  Jika sudah matang dan cukup rasanya, angkat lalu siap dihidangkan.  Untuk menambah rasa hangat dan sedap dapat ditambahkan daun kemangi.

Nah gampang bukan, silahkan dicoba dan selamat menikmati ya Sob.  Tetap Sehat dan Salam Lestari.


Happy Kuliner 


Referensi:

24 Makanan Khas Lampung yang Paling Populer dan Unik (Sumber:  https://www.idntimes.com/food/dining-guide/untsi-khairi-1/makanan-khas-lampung-unik?page=all)

Gulai Taboh Ikan Nila Khas Lampung (sumber: https://cookpad.com/id/resep/15935050-gulai-taboh-ikan-nila-khas-lampung?ref=search&search_term=masakan%20khas%20lampung)


Kamis, 19 Januari 2023

POC Super, Berbahan Dasar Tempe Busuk

Siapa tidak kenal dengan jenis panganan khas Indonesia yang bernama Tempe?  Panganan legend yang dijuluki sebagai “magic food” oleh masyarakat Eropa ini memiliki cita rasanya yang bikin “ngangenin” dan segudang manfaat yang luar biasa untuk kesehatan dan daya tahan tubuh.  Tempe ternyata sudah populer di Eropa sejak tahun 1946.  Komersialisasi tempe di Amerika, Eropa, dan Jepang dimulai sejak tahun 1983, tapi standardisasi "tempe" baru disetujui pada tanggal 9 Juli 2011 melalui Sidang Codex Alimentarius Commission di Geneva.   Tahun 2012 Badan Standardisasi Nasional (BSN)  menerbitkan standar tempe, dengan nomor SNI 3144:2009-Tempe Kedelai.   Kita patut berbangga hati, memiliki makanan tradisional  berstandar internasional.  Sangat disayangkan bila sebagai orang Indonesia tidak mengenal tempe apalagi  tidak pernah tau nikmatnya makan tempe... 😀  

tempe
Tempe Kedelai
“Tempe” sudah ada sejak abad ke-16.  Sejarah tempe dituliskan dalam “Serat Centhini” yang berbahasa jawa kuno. Serat Centhini menceritakan perjalanan “Cebolang” dari Candi Prambanan menuju Pajang, dan dijamu makan  "brambang jae santen tumpi”  oleh Pangeran Bayat di dusun Tembayat di wilayah Kabupaten Klaten, Jawa Tengah.  Kata “tumpi”  dalam bahasa Jawa Kuno artinya putih, dari kata ini kemudian nama "tempe" menjadi populer.  

Tempe segar memang rasanya lebih enak dan gurih, tapi adakalanya kita tidak sempat mengolah tempe menjadi berbagai menu makanan, dan akhirnya menjadi “tempe busuk” atau tempe semangit (dalam bahasa Jawa) dengan ciri-ciri berwarna putih kelabu hingga kehitaman. Sebenarnya tempe busuk adalah tempe yang mengalami fermentasi lebih lanjut, dan masih layak untuk dikonsumsi. Zat gizi yang terkadung dalam tempe busuk antara lain: aglikon, daidzein, genistem, glisten, vitamin B12, lemak, protein,  dan kalsium yang bermanfaat bagi tubuh kita.  

Namun  ada juga yang tidak menyukai tempe busuk ini, karena aromanya seperti “bau pesing”.  Nah bagi sobat yang gak suka tempe busuk, jangan dibuang ya, karena dapat dimanfaatkan sebagai pupuk organik cair (POC) yang sangat bermanfaat untuk tanaman kesayangan kita.

Cara Pembuatan

Cara membuat POC berbahan tempe busuk, sangatlah mudah.  Pertama yang perlu disiapkan tentu saja tempe busuk berukuran 5 x 10 cm.  Tempe busuk ini dapat dipotong kecil-kecil ukuran dadu, dilumatkan menggunakan blender atau ditumbuk dengan menggunakan ulekan/cobek.  Siapkan juga air cucian beras (air leri) sebanyak 1,5 liter, air kelapa sebanyak 500 ml, dan air hujan atau air sumur sebanyak 1 liter. Terakhir gula pasir sebanyak 5 sendok makan.

POC Tempe
POC berbahan Tempe, JE 2022

Selanjutnya siapkan jerigen ukuran 3 - 5 liter.  Air cucian beras (air leri),  air kelapa dan air hujan / air sumur, serta gula pasir masukan ke jerigen, kemudian diaduk atau dikocok agar gula melarut. 

Terakhir baru masukan tempe busuk yang sudah dilumatkan atau dipotong-potong tersebut ke dalam jerigen. Tutup jerigen dengan menggunakan penutupnya tapi jangan ditutup secara rapat ya, biarkan ditutup kendor saja.  

Biasanya hingga hari ke-5, produksi gas metan dari hasil proses fermentasi  masih tinggi, dan dapat menyebabkan jerigen meledak akibat tekanan yang ditimbulkan. Dengan dikendorkannya tutup jerigen memberikan celah bagi gas metan dapat keluar dari sela-sela tutup jerigen.  Biarkan kondisi tutup jerigen seperti ini, sampai POC berumur 7 hari, baru kemudian tutup jerigen dikencangkan. Selanjutnya, letakan jerigen pada tempat yang kering, teduh, dan jangan terkena sinar matahari langsung.  Diamkan selama ± 14 hari (2 minggu). 


Simak juga : | Pupuk PSB: Murah, Mudah, Mujarab |

Minggu pertama, sebaiknya dilakukan pemeriksaan.  POC dengan proses fermentasi yang baik,  ditandai dengan permukaannya yang diselimuti oleh lapisan seperti busa atau serabut-serabut halus berwarna putih kekuningan, dan beraroma asam segar seperti bau yakult atau tape.  Jika POC berbau tidak sedap, tambahkan saja gula pasir sebanyak 3-5 sendok makan.  

Hari ke-14 dilakukan pemeriksaan kembali untuk melihat apakah POC yang kita buat berhasil dengan sukses atau mengalami kegagalan.  Tanda POC siap digunakan, dicirikan dengan larutan yang berwarna keruh kekuningan hingga berwarna coklat.  Di permukaan larutan terdapat bercak-bercak berwarna putih kekuningan, dan aroma berbau tape.  Jika larutan berwarna hitam, dan berbau busuk amonia atau berbau seperti got (siring) tandanya POC gagal dan baiknya larutan dibuang dan wadah dibersihkan.

Cara Penggunaan

POC tempe
POC berbahan Tempe, JE 2022

Cara penggunaan POC berbahan Tempe Busuk adalah dengan melarutkan 1 tutup botol jerigen atau ± 5 sendok makan larutan POC kedalam 1 liter air sumur atau air hujan, kemudian disemprotkan pada seluruh bagian tanaman, terutama pada bagian bawah daun yang banyak terdapat stomata.  Penyemprotan dilakukan pada pukul 7 pagi atau pukul 4 sore, karena pada jam-jam tersebut, stomata terbuka secara maksimal.  

Selain disemprotkan pemberian POC ke tanaman, dapat dilakukan dengan pengocoran atau penyiraman pada media sekitar tanaman.  Jika dikocorkan, maka konsentrasi larutan POC ditambah menjadi 2 tutup botol jerigen untuk 1 liter air.  Pemberian POC baik disemprotkan maupun disiram / dikocor, sebaiknya dilakukan sebanyak 2 kali dalam sebulan. 

Setiap POC pasti menghasilkan ampas yang tidak turut hancur, begitu halnya dengan POC berbahan tempe busuk.  Ada dua pemanfaatan residu / ampas, yaitu dimanfaatkan kembali menjadi POC dengan menambahkan air leri, air kelapa, air hujan dan gula pasir, layaknya seperti awal pembuatan POC. Pemanfaatan lainnya dengan menjadikan ampas POC sebagai biang atau starter guna mempercepat proses pembuatan pupuk kompos padat.

Manfaat POC tempe busuk bagi tanaman antara lain: merangsang pertumbuhan akar dan tunas, menjaga bunga dan buah tidak cepat rontok, memperkuat batang dan daya tahan tanaman dari serangan penyakit yang disebabkan jamur, menjaga kelembaban tanah, serta memfiksasi nitrogen di udara agar dapat terserap akar dan daun. 

Nah, ternyata tempe tidak hanya menguntungkan bagi manusia, akan tetapi juga bagi tanaman, dan pembuatan pupuk cairnya pun cukup mudah, bukan? Silahkan dipraktekan ya Sob. Salam Sehat, Salam Lestari.

Happy Gardening


Referensi:

BSN, 2012. Tempe: Persembahan Indonesia untuk Dunia. Badan Standardisasi Nasional, Jakarta.


Selasa, 17 Januari 2023

Bintelehan : Fenomena Kematian massal ikan di Danau Ranau dan Upaya Penanganannya

"Masyarakat Lumbok dan Kagungan dihebohkan dengan ratusan ton ikan di perairan danau Ranau mati secara mendadak. Kejadian bermula pada hari selasa, 10 Januari 2023 sekitar pukul 16.00 WIB dan terus berlangsung hingga sabtu (14/1). Awalnya hanya beberapa petak keramba jaring apung (KJA), tapi akhirnya menyebar hampir ke semua petak KJA. Diperkirakan jumlah ikan nila yang mati sebanyak 250 ton dengan nilai kerugian mencapai enam milyar rupiah lebih.”  

Begitulah rangkuman dari isi berita yang menjadi viral di media cetak dan elektronik di Lampung Barat.  Peristiwa yang disebut masyarakat setempat sebagai “bintelehan / mentilehan” memang sudah kerap terjadi.  Berdasarkan literatur yang Jejak Erwinanta peroleh fenomena bintelehan atau matinya ikan secara massal di danau Ranau, pernah terjadi pada tahun 1887, 1888, 1903, 1962, 1993, 1995, 1998,  2011, dan 2018. Pemicu munculnya fenomena bintelehan ini masih dalam proses investigasi oleh Dinas Lingkungan Hidup dan Dinas Perikanan Lampung Barat, semoga saja segera diketahui pemicunya ya Sob.  

Faktor Penyebab Munculnya Fenomena Bintelehan

bintelehan d. ranau

Fenomena kematian ikan secara massal, pada umumnya disebabkan karena kurangnya pasokan oksigen terlarut. Ada banyak faktor yang menjadi pemicunya, tapi kali ini Jejak erwinanta hanya merangkum 4 (empat) faktor yang dimungkinkan menjadi penyebab kematian ikan secara massal di danau Ranau.  Bisa merupakan satu faktor tunggal atau bisa juga kombinasi dari beberapa faktor dibawah ini:

Faktor pertama : "aktivitas sesar atau vulkanis" yang menyebabkan masuknya sulfur (belerang) atau asam sulfida (H2S) dari lapisan penutup (cap rock) ke dalam perairan danau.  Asam sulfida atau belerang ini bersifat racun yang ditandai dengan bau seperti “telur busuk” dan warna air danau keruh seperti susu. Danau Ranau merupakan danau bertipe tekto-vulkanik dengan gunung Seminung sebagai post kalderanya, dan masih aktif menghasilkan gas-gas vulkanis seperti H2S dan SO2.  Peristiwa bintelehan yang disebabkan gas vulkanik (H2S dan SO2)  di danau Ranau pertama kali dilaporkan pada bulan Desember 1887 - Januari 1888, dan terakhir di laporkan oleh Badan Geologi Bandung pada April 2011.  Bintelehan karena gas vulkanis (H2S), hingga kini masih dianggap sebagai pemicu utama kematian ikan secara massal di danau Ranau.  

Faktor kedua : "upwelling" atau umbalan yaitu gerakan massa air danau (pengadukan) secara vertikal karena adanya  perubahan suhu dan densitas massa air.  Perairan danau memiliki stratifikasi berdasarkan suhu, dikenal lapisan epilimnion di bagian atas dengan suhu relatif tinggi,   lapisan hipolimnion berada di bagian bawah danau dengan suhu lebih rendah, dan wilayah thermocline yang merupakan lapisan transisi antara epilimnion dan hipolimnion.  Turunnya suhu permukaan danau menyebabkan gerakan vertikal dimana massa air bawah yang mengandung gas H2S dan amoniak hasil respirasi organisme pengurai, bergerak ke permukaan dan menyebabkan ikan di dalam KJA mengalami keracunan.  Contoh kasus kematian ikan secara massal akibat upwelling terjadi di waduk Kedungombo pada tanggal 28 Mei 2019.

Faktor  ketiga : "eutrofikasi" atau meningkatnya kesuburan perairan danau sebagai akibat tingginya kandungan phospat. Eutrofikasi memicu terjadinya “over populasi” ganggang atau fitoplankton melebihi daya dukung sehingga perairan menjadi miskin akan kandungan oksigen terlarut. Intensifikasi budidaya perikanan yang melebihi daya dukung danau dapat pula menjadi pemicu eutrofikasi dan berkurangnya kadar  oksigen terlarut.  Eutrofik yaitu perairan dengan kadar unsur hara tinggi serta memiliki tingkat kecerahan dan kadar oksigen terlarut yang rendah (Effendi, 2003). Contoh kasus adalah kejadian kematian massal ikan di Haranggaol danau Toba pada bulan Mei 2016 karena KJA yang melebihi daya dukung.

Faktor keempat : "pencemaran air danau" oleh limbah rumah tangga, pertanian, dan industri yang menyebabkan perubahan pada pH air.  pH berhubungan erat dengan kandungan O2 terlarut, dimana pH rendah menunjukan pula kandungan oksigen terlarut yang rendah. Ekosistem perairan memiliki mekanisme penetralisir alami terhadap limbah yang dilakukan oleh bakteri yang disebut purifikasi. Dalam pemurnian limbah, bakteri memerlukan oksigen untuk bekerja mengurai limbah, sehingga perairan danau dapat mengalami kekurangan oksigen terlarut.   Pencemaran air danau tidak hanya menyebabkan ikan kekurangan oksigen,  tapi juga keracunan yang berujung pada kematian ikan secara massal.  Perairan danau yang tercemar dapat pula merangsang berkembangbiaknya patogen atau penyakit pada ikan.  Contoh kasus kematian ikan secara massal akibat pencemaran air terjadi di sungai Citarum pada tanggal 31 Juli 2020.   

Pemicu bintelehan tidak cukup hanya pendugaan saja, akan tetapi perlu dilakukan investigasi yang komprehensif, agar dapat diketahui secara pasti akar permasalahan utamanya. Apakah karena keracunan gas vulkanis (H2S, SO2), perubahan suhu (pengadukan/upwelling), kelebihan daya dukung (over populasi), dan kekurangan oksigen terlarut karena kondisi ekosistem danau Ranau yang tercemar,  sehingga bintelehan dapat diantisipasi dan diatasi secara cepat, dan tepat oleh semua pemangku kepentingan. 

Karakteristik Ekosistem Danau Ranau

Sebelum membahas mitigasi  bintelehan, dan guna memperkaya informasi tentang danau Ranau, baiknya kita mengenal terlebih dahulu karakteristik ekosistem danau Ranau.  Berhubung Jejak Erwinanta berasal dari Lampung Barat, maka hanya menyajikan profil ekosistem danau Ranau yang masuk wilayah administrasi Lampung Barat, jika Sobat punya informasi lainnya silahkan ditambahkan pada kolom komentar di bawah ya. 

Zona Ekosistem d. Ranau
Zona Ekosistem danau Ranau, JE 2022

Menurut Dr. Lukman, M.Si, Peneliti Limnologi LIPI (2020), Ekosistem danau memiliki 5 (lima) zona penting, yaitu Zona Limnetik, Zona Profundal, Zona Littoral, Zona Riparian, dan Zona Daerah Tangkapan Air (Catchment Area).  Zona-zona ini penting untuk diketahui karenai terkait dengan karaktertistik “morfometri danau”.  Morfometri danau adalah cabang dari limnologi yang mengukur bentuk badan air danau yang meliputi luas permukaan, volume, dan kedalaman rata-rata.  Pengukuran ini diperlukan untuk mengestimasi daya dukung perairan, laju produksi hayati, dan pemanfaatan ruang danau yang berkelanjutan. 

A. Zona Limnetik

Zona Limnetik merupakan daerah perairan terbuka dari danau yang masih terpengaruh oleh cahaya matahari yang mencukupi (trophogenik) atau wilayah dari badan air danau dimana cahaya matahari masih dapat menembus badan air secara efektif.  Komunitas danau yang berada pada zona ini adalah ikan, fitoplankton, dan zooplankton.  Berdasarkan hasil kajian Subagdja, et all. 2013, terdapat ± 21 jenis ikan yang hidup di danau Ranau. Jenis ikan yang mendominasi adalah ikan sebarau (Hampala macrolepidota), mujaer (Oreochromis mossambicus), dan kepor (Pristolepis grooti). Dua jenis ikan yang populasinya masih cukup banyak yaitu palau (Osteochilus vittatus) dan nila (Oreochromis niloticus). Ikan lain yang populasinya sedikit atau jarang adalah ikan baung (Hemibagrus nemurus), putak (Notopterus notopterus), keperas, selibak (Puntius sp), sepat (Trichogaster sp), kepiat (Puntius sp), gabus (Channa striata), piluk (Macrognathus sp), kalang (Clarias sp), betok (Anabas testudineus), bawal air tawar (Colossoma macropomum), tawes (Puntius javanicus) dan ikan mas (Cyprinus carpio). 

Luas zona limnetik danau Ranau yang berada di Kabupaten Lampung Barat ± 2.792,2 Ha.  Informasi penting dari zona Limnetik adalah tingkat kesuburan danau yang cenderung semakin meningkat ke kondisi eutropik (kesuburan tinggi) yang ditunjukan dari semakin tingginya kadar phospat.   

Kja 2015-2021
Perkembangan KJA,  JE, 2022
Keunikan lainnya adalah menyangkut pola aliran arus danau Ranau. Penelitian estimasi pola arus oleh Harsono dkk (2002), menyimpulkan bahwa  pola arus danau Ranau tidak dipengaruhi oleh debit aliran dari inlet.  Pola arus dipermukaan lebih dipengaruhi oleh “faktor Coriolis”, sedangkan pada lapisan-lapisan dibawahnya dipengaruhi oleh perbedaan “kepadatan air”.   Bentuk “arus Eddy” dijumpai hampir pada tiap lapisan. 

B. Zona Profundal

Zona Profundal merupakan bagian terdalam dari perairan danau yang tidak mendapatkan penetrasi efektif cahaya matahari (bagian gelap), menjadi tempat akumulasi berbagai hasil perombakan komponen autochtonous maupun allochtonous.  Autochtonous merujuk pada sumber bahan organik yang berasal dari perairan itu sendiri, sedangkan allochthonous istilah untuk bahan organik yang berasal dari ekosistem atau tempat lain yang terbawa masuk kedalam dasar danau.   Hasil ekspedisi Limnologi LIPI tahun 2002  di danau  Ranau menyimpulkan bahwa danau Ranau memiliki tingkat kesuburan mesotropic dan memiliki stratifikasi yang lemah.  Pada lapisan hipolimnion  mulai dari kedalaman rata-rata > 60 m sangat sedikit bahkan tidak lagi mengandung oksigen (anoxic) (kadar DO = 0 - 1,2 mg/l), mengandung H2S dan amonia (NH3) yang bersifat toksik, dan dasar danau memiliki tingkat konduktivitas yang tinggi.   

geologi & batrimetrik Ranau

Dasar danau Ranau tidaklah rata, merupakan tebing-tebing yang curam, bahkan ada yang berupa relung-relung yang sempit dan dalam.  Dibeberapa tempat antara desa Ujung - Heni Arong, terdapat singkapan-singkapan gas vulkan yang terperangkap di dalam tudung bebatuan (Cap Rock), yang sewaktu-waktu keluar akibat aktivitas vulkanologi gunung Seminung atau aktivitas sesar. Kedalaman rata-rata danau Ranau di bagian Lampung Barat berkisar antara 150-200 m, dan terdalam ± 225 m yang berada di  bagian barat daya Heni Arong dan Timur Laut Sukabanjar. 

C. Zona Littoral

Zona littoral merupakan daerah tepian danau yang merupakan perairan dangkal dengan ketersediaan sinar matahari yang cukup.  Zona Littoral merupakan daerah perairan yang produktif dan menjadi habitat penting biota danau.   Lebar Zona Littoral di wilayah Lampung Barat bervariasi antara 50 - 650 m, dengan kedalaman < 25 m. Tingkat kecerahan antara 0,5 – 7,5 m, dan kandungan oksigen terlarut antara 8,7 mg/l – 5,5 mg/l, serta kepadatan zoobentos pada kedalaman 1-25 m  sebanyak 13.021-15.741 individu/m2.  

Jejak Erwinanta membagi zona littoral di Lampung Barat kedalam 3 segmen, yaitu  zona littoral sempit < 100 m berada dari tanjung Cumalagi (KWT Lumbok Resort) hingga ke desa Heni Arong, merupakan zona Littoral yang curam. Pada zona littoral ini terdapat lepasan air panas yang berada di pekon Ujung. Zona littoral landai dengan lebar 250 m – 650 m berada di desa Lumbok hingga Keagungan, dan Zona Littoral antara 100 – 250 m berada dari Kaagungan hingga Tawan Sukamulya.  

eceng gondok & KJA

Hasil penelitian Sunanisari, 2002, Vegetasi air di zona Littoral danau Ranau didominasi kelompok Submerse, yaitu katagori tanaman terendam dan Free Floating (terapung bebas). Kelompok submerse didominasi adalah jenis Ceratophyllum demersum, Hydrilla verticillata, dan free floating adalah eceng gondok (Eichornia crassipes).  Eceng Gondok menjadi ancaman terhadap produktifitas zona littoral, disamping ancaman lainnya seperti keramba tancap, rapatnya keramba jaring apung, reklamasi dan sedimentasi. 

D. Zona Riparian

Zona Riparian merupakan daerah daratan yang menjadi batas dari ekosistem danau yang masih dipengaruhi oleh batas air tertinggi danau. Zona Riparian berisi vegetasi yang  menjadi filter terhadap komponen allochtonous yang dapat mengancam kesehatan danau.  

Zona Riparian berbeda dengan sempadan danau.  Sempadan danau adalah  Luasan lahan yang mengelilingi dan berjarak tertentu dari tepi badan danau yang berfungsi sebagai kawasan pelindung danau .  Garis sempadan danau ditentukan mengelilingi danau paling sedikit berjarak 50 m dari tepi muka air tertinggi yang pernah terjadi (Pasal 12 Permen PUPR Nomor: 28/PRT/M/2015 tahun 2015 tentang Penetapan Garis Sempadan Sungai dan Garis Sempadan Danau).  Idealnya garis sempadan danau ditentukan lebarnya dari zona riparian ditambah 50 m ke arah daratan. Luas zona Riparian danau Ranau di wilayah Lampung Barat: ± 60,2 ha, sedangkan luas sempadan danau di diukur dari zona Riparian ± 106  ha.  

riparian d ranau
zona Riparian (hijau), Sempadan (orange), JE 2022

Hasil penelitian Sunanisari (2002) teridentifikasi jenis vegetasi di  zona Riparian terdiri dari ± 17 jenis rumput-rumputan, 35 jenis herba, dan  ± 26 jenis vegetasi pohon hutan, dan ± 15 jenis tanaman budidaya.  Ancaman terhadap zona Riparian adalah konversi lahan menjadi permukiman dan areal terbangun lainnya, sehingga tidak ada lagi filter yang menyaring limbah pertanian dan rumah tangga ke perairan danau Ranau. 

E. Zona Daerah Tangkapan Air (Catchment Area)

Daerah tangkapan air  (DTA) adalah luasan lahan yang mengelilingi danau dan dibatasi oleh tepi sempadan danau sampai dengan punggung bukit pemisah aliran air (Pasal 1 ayat 12 Permen PUPR No.:  28/PRT/M/2015).  Luas DTA Ranau berdasarkan data BBWSS VIII tahun 2021 ± 491.7  km2. Sedangkan luas DTA Ranau di Lampung Barat ± 240 km2, yang terdiri dari DTA Lumbok ± 85 Km2 dan DTA Warkuk ± 155 Km2.  DTA Ranau juga berperan penting dalam memilihara kelestarian cekungan air tanah (CAT) Ranau, yang merupakan CAT lintas propinsi.  Luas CAT Ranau ± 1.501 km2. CAT adalah suatu wilayah yang dibatasi oleh batas dan tempat semua kejadian hidrogeologis seperti proses pengimbuhan, pengaliran, dan pelepasan air tanah. (Pasal 1 ayat 3 Peraturan Pemerintah RI No. 43 Tahun 2008 tentang Air Tanah).  

Informasi penting dari daerah tangkapan air, adalah data tentang tata guna lahan, atau tutupan lahan.  Berdasarkan peta tutupan lahan dari luas DTA yang berada di Lampung Barat sekitar 24,15% merupakan kawasan hutan, 67,45% merupakan lahan budidaya pertanian lahan kering, dan sekitar 6,25% adalah budidaya  pertanian lahan basah.      


Baca Juga:  | Danau Ranau - Kemilau Masa Depan |


Mitigasi Bintelehan 

Jika melihat karakteristik ekosistem danau Ranau, maka pemicu terjadinya bintelehan bisa berasal dari dalam ekosistem danau Ranau atau berasal dari luar ekosistem danau Ranau.  Mungkin kita tidak mampu mencegah datangnya “bintelehan”, tapi bisa meminimalisir kerugian yang terjadi. Berikut beberapa saran dan masukan guna mengantisipasi “bencana bintelehan”:

  • Menetapkan SOP dan membangun kelompok Nelayan KJA yang responsive terhadap Bintelehan dan peduli akan kesehatan ekosistem danau Ranau.

Jika puluhan ton ikan mati tidak cepat tertangani tentunya akan menambah persoalan baru yang mengancam kesehatan masyarakat dan ekosistem danau secara luas. Untuk itu perlu dibangun kelompok nelayan KJA layaknya seperti satgas yang responsive terhadap bencana bintelehan, mulai dari upaya pencegahan, kesiapsiagaan, evakuasi, hingga penanganan kedaruratan. Penanganan bintelehen melibatkan banyak pihak, karenanya perlu dituangkan kedalam SOP yang jelas, agar setiap elemen mampu menjalankan aktivitas dengan tepat, cepat, efektif, efisien, dan terhindar dari kesalahan.  

SOP penanganan
Contoh Bagan alir penanganan kematian ikan di danau (Puspasari, et. al., 2017).


  • Menetapkan, mengatur, dan mengendalikan produksi perikanan budidaya agar tidak melebihi daya dukung dan daya tampung danau Ranau.  

Perairan danau yang terlalu subur (eutrofik-hipereutrofik) berpeluang terjadinya bintelehan semakin sering terjadi, dan tentunya danau semakin tidak cocok sebagai lokasi usaha budidaya KJA.  Berdasarkan Dokumen Instrumen Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Prioritas Lumbok Seminung (Danau Ranau), Kementerian ATR/BPN (2020), telah memberikan rekomendasi tentang kapasitas   produksi perikanan budidaya KJA di danau Ranau yakni sebesar 336 ton/tahun untuk target kesuburan rendah (oligotropik) dan 3.702 ton/tahun untuk target kesuburan sedang (mesotropik), dengan luas   yang disarankan ±  61,65 Ha.   Target produksi ini bisa digunakan sebagai indikator dalam rangka pemanfaatan dan pengendalian ruang perairan danau Ranau, agar tidak melebihi daya dukung danau Ranau. Selain itu, usaha budidaya KJA yang dilakukan juga harus mengacu pada Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor KEP. 02/MEN/2007 Tentang Cara Budidaya Ikan Yang Baik.

  • Pemasangan Early Warning System (EWS)
Salah satu teknologi EWS adalah buoy PLUTO yang pernah diujicobakan di waduk Jatiluhur, waduk Cirata, dan Danau Maninjau tahun 2015 oleh Pusat Pengkajian dan Perekayasaan Teknologi Kelautan, Kementerian Kelautan dan Perikanan. Prinsip kerja teknologi EWS adalah merekam parameter perairan seperti kondisi oksigen, suhu, TDS (Total Dissolved Solid), DO (Dissolved Oxygen), H2S (Hidrogen Sulfida), dan pH.  Perubahan kondisi parameter dari normal menjadi tidak normal akan memprediksi munculnya bintelehan. Kelemahan dari teknologi ini adalah segi biaya yang tidak murah dan pemeliharaannya harus dilakukan secara kontinu sepanjang tahun (Sulaiman, 2020, p 65).

  • Memperbaiki teknik budidaya dan manajemen pemberian pakan ikan yang efisien dan ramah lingkungan. 
Salah satu upayanya adalah dengan mengurangi kepadatan tebar. Padat tebar yang terlalu tinggi akan mengakibatkan kompetisi dalam memperebutkan ruang, makanan dan oksigen.  Padat tebar optimal untuk budidaya jenis ikan nila di dalam KJA adalah sekitar 20-109 ekor/m2.  Teknologi pemberian pakan ikan terapung dengan kandungan phospat dalam pakan maksimal 1% akan mengurangi dampak penyuburan perairan danau (Sulaiman, 2020).  Opsi lainnya adalah dengan mengaplikasikan teknologi KJA ramah lingkungan seperti KJA SMART dan KJA Berlapis (jaring ganda), serta metode pemberian pakan ikan yang efisien seperti metode 90% Satiation Feeding, dan  Protein Sparring.
  
  • Mempertahankan kualitas perairan danau 
Melalui upaya-upaya pengendalian pencemaran limbah organik di  DTA danau, seperti program sanitasi atau penyehatan lingkungan permukiman, penerapan budidaya pertanian organik yang ramah lingkungan,  pembangunan IPAL,  kampanya dan advokasi lingkungan hidup, dan sebagainya.     


Inilah lima hal yang Jejak Erwinanta sarankan, semoga bermanfaat ya.  Yuuk Kita Selamatkan danau Ranau agar terus memberikan manfaat hingga generasi di masa depan.  Salam Sehat, Salam Lestari.


“... dan janganlah kalian berbuat kerusakan di bumi setelah (diciptakan) dengan baik, berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut dan penuh harap. Sesungguhnya kasih sayang Allah sangat dekat dengan orang-orang yang berbuat baik...”    QS. Al-A’raf ayat 56



Referensi:

Zaenudin, Akhmad, et all. 2011. Studi Awal Fenomena Kematian Ikan di Danau Ranau, Sumatera Selatan. Jurnal Lingkungan dan Bencana Geologi, Vol 2. No. 2. Edisi Agustus 2011.  Badan Geologi. Bandung. Halaman 77-94

Subagdja, et all. 2013. Laporan Teknis Ekologi, Biologi dan Kapasitas Penangkapan Sumberdaya Ikan di Danau Ranau Provinsi Sumatera Selatan.  Balai Penelitian Perikanan Perairan Umum. Kementerian Kelautan dan Perikanan.

Mengenal Ekosistem Danau (Sumber: http://www.limnologi.lipi.go.id/newsdetail.php?id=1020)

Eutrofikasi Penyebab Kematian Massal Ikan (Sumber: http://lipi.go.id/berita/single/Eutrofikasi-Penyebab-Kematian-Massal-Ikan/10464)

Sulaiman, P.S., et all. 2020.  Upaya Pencegahan dan Penanggulangan Kematian Massal Ikan di Danau dan Waduk. Jurnal Kebijakan Perikanan Indonesia, Volume 12 Nomor 2 November 2020.  


Rabu, 11 Januari 2023

Danau Suoh : Jejak Erupsi Freatik pada Jalur Tektonik paling Singkat di Dunia

Sebelumnya Jejak Erwinanta berkisah tentang Geosite Suoh yakni suatu cekungan atau depresi yang berada pada jalur subduksi Semangko, suatu jejak geologis yang menceritakan sepenggalan kisah tentang asal muasal bagaimana pulau Sumatera dan Pegunungan Bukit Barisan terbentuk.

Kabupaten Lampung Barat memiliki 5 (lima) buah danau yang berada dalam satu jalur sesar semangko pada cekungan segmen Ranau - Suoh, yaitu danau Ranau yang berbatasan dengan Kabupaten OKU Selatan (Koordinat 4°55' Lintang Selatan; 103°54' Bujur Timur dan 4 (empat) danau yang berada di cekungan Suoh, yaitu danau Asam, danau Lebar, danau Minyak, dan danau Belibis.  Jika sobat ingin mengetahui letak ke-empat danau ini, silahkan masukan koordinat  5°14.5' S dan 104° 16.'T  pada aplikasi google map atau google earth, nah nanti Sobat akan menemukan Danau Suoh seperti gambar dibawah ini.

Gambar 1
danau-danau di kaldera Suoh

Danau Asam memiliki luas ± 122 Ha, danau Lebar dengan luas ± 68 Ha, danau Minyak seluas ± 10 Ha, dan yang terkecil adalah danau Belibis seluas ±  3 Ha.  Kecuali danau Belibis, ketiga danau berada di dalam Zona Pemanfaatan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan. Danau Asam, danau Lebar, dan danau Minyak merupakan bagian atraksi wisata geologi dari Ekowisata Danau Suoh TNBBS.  Berbeda dengan ketiga saudaranya, danau Belibis mengalami sedimentasi yang parah sehingga luasannya pun semakin menyempit. Padahal lokasinya yang berada di luar Kawasan TNBBS sangatlah berpotensi untuk dikembangkan sebagai atraksi wisata yang dikelola oleh desa.  Nama belibis, karena danau ini dahulunya tempat singgah dan habitat dari bebek liar atau burung belibis (Dendrocygna arcuata), yang sekarang sudah jarang dijumpai.

Keunikan dari ke -5 danau ini, menurut Jejak Erwinanta terletak pada proses kejadiannya yang relatif sama yaitu danau bertipe vulkano-tektonik,  akan tetapi berbeda waktu kejadiannya. Danau Ranau terbentuk pada masa pleistosen (± 55.000 tahun yang lalu) sedangkan danau Suoh terbentuk pada tanggal 10 Juli hingga bulan Agustus 1933 (abad ke-20).   

Jejak Erwinanta belum menemukan literatur yang menunjukan adanya kesamaan karaktertistik dari danau-danau di dunia yang identik dengan danau Suoh. Karenanya Jejak Erwinanta berkesimpulan bahwa danau Suoh adalah satu-satunya di dunia danau kaldera hasil letusan freatik yang berlangsung singkat, pada jalur tektonik dataran rendah (240 mdpl), yang terbentuk di abad ke-20, serta satu-satunya kaldera aktif yang paling dekat dengan permukiman.  Semoga kesimpulan Jejak Erwinanta ini gak berlebihan ya Sob.    

Baca Juga :


Bermula dari Gempa Liwa tanggal 25 Juni 1933

Gempa bumi Liwa yang terjadi pada tanggal 25 Juni 1933 pukul 4:54:35 waktu Sumatera Bagian Selatan atau tanggal 24 Juni 1933 pukul 21:54:35 waktu Greenwich.  Pusat gempa berada di dataran tinggi Liwa pada koordinat 5°2’ LS dan 104°9 BT.  Termasuk gempa dangkal dengan sekala gempa mencapai 7,5 Magnitudo, dengan tingkat kerusakan akibat getaran gempa berdasarkan skala Rossi-Forel berada pada level 8 (getaran merusak), level 9 (getaran menghancurkan), dan level 10 (getaran dengan intensitas sangat tinggi).  Getaran gempa terasa hingga di Jambi (± 380 km dari epicentrum) dan di Tegal (± 590 km dari epicentrum). Jumlah korban jiwa mencapai 550 orang dan menimbulkan kerusakan parah pada distrik Ranau, Liwa, Krui, dan Kota Agung. 

pekon tengah
Pekon Tengah (Sebarus) Foto Berlage, 1934

Gempa menyebabkan permukaan danau Ranau surut sedalam 10 cm,  menimbulkan longsor di gunung Seminung yang mengisolasi dusun Lumbok dan Jagaraga lebih dari seminggu. Terjadi retakan tanah sepanjang 1 km dengan lebar 1 m antara sungai Way Uluhan hingga Way Warkuk, menyebabkan jalur Sukau – Liwa terputus. Gempa menyebabkan pula longsor di lereng gunung Pesagi sepanjang 5 - 7 km dan lebar 300 - 400 m dengan ketebalan tanah 30 m. Longsor ini melanda dua dusun yaitu Wai Turgak dan Sukaraja, mengakibatkan 53 orang meninggal dunia tertimbun tanah.

"Guncangan dimulai dengan getaran vertikal yang cepat, kemudian digabungkan dengan getaran horizontal yang semakin meningkat, hingga diakhiri dengan tiga kali  hentakan maju mundur yang kuat dengan amplitudo 50-60 cm, diiringi suara gumuruh yang keras.  Hentakan ini menyebabkan orang yang sedang duduk berjongkok sekalipun bisa terguling sejauh 2 meter, rumah-rumah besar panggung dari kayu ambruk secara vertikal, dengan tiang-tiang rumah tergeletak rebah  disisi bangunan yang rubuh”. (Dr. H.P. Berlage Jr., 1934) 

Gelombang vertikal menyebabkan kerusakan di distrik Ranau, sedangkan gelombang horizontal menyebabkan kerusakan di distrik Liwa hingga meluas ke Kembahang, Sukabumi, Turgak, hingga Suoh.  [Model guncangan gempa yang sama terulang kembali 60 tahun kemudian tepatnya pada tanggal 16 Pebruari 1994 dengan kekuatan gempa 6,9 M, dengan jumlah korban jiwa mencapai ± 200 orang meninggal] 

sukabumi
Sukabumi  Foto: Berlage 1934

Gempa dahsyat yang terjadi ini tercatat  di 49 stasiun meteorologi yang berjarak 6.667 Km dari epicentrum, mulai dari Batavia, Malabar, Medan, Ambon, Bombay, Zurich, Hongkong,  Manila, Melbourne, Pasadena,  hingga Washington. Sampai dengan akhir bulan Juni tercatat sebanyak 78 gempa susulan dengan 40 kejadian kerusakan yang dilaporkan. Bulan Juli tercatat sebanyak 79 gempa susulan dengan 11 laporan kerusakan, dan bulan Agustus tercatat 15 gempa susulan dengan 1 laporan kejadian kerusakan. Dr. Berlage menyetarakan level gempa Liwa 1933 ini dengan gempa bumi yang melanda Tokyo pada tanggal 1 September 1923 dan gempa di teluk Hawke Selandia Baru pada tanggal 2 Februari 1931.   

Gempa 1933 secara tidak langsung telah memperkenalkan “Liwa” ke dunia internasional.  Pada saat itu Liwa masuk dalam wilayah administrasi Afdeeling Krui – Keresidenan Bengkulu.  Ada tiga penamaan “Liwa” pada masa pemerintahan Belanda yaitu: pertama penyebutan nama lain dari Negara Batin (sekarang Kelurahan Pasar Liwa, Kecamatan Balik Bukit) sebagai tempat kedudukan Kontroler Liwa dan Sekolah Kelas II, kedua penyebutan untuk “Pesirah Liwa” yang berkedudukan di Negeri Agung (sekarang bernama Pekon Empulau Ulu, Kecamatan Balik Bukit), dan yang ketiga adalah penamaan geomorfologi untuk dataran tinggi Liwa (Liwa Plateau). Sekarang “Liwa” adalah Nama Ibu Kota dari Kabupaten Lampung Barat, Propinsi Lampung, Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Proses Semi Vulkanik terbentuknya danau Suoh


pematang bata 1930
Pematang Bata 1930 Foto: Van Bemmelen 1934 
13 jam setelah gempa, cekungan Suoh menunjukan fenomena yang tidak biasanya, lebih banyak kepulan asap putih dan aroma belerang yang menyengat, dari aktivitas fumarol & solfatara yang berasal dari empat “gunung api kecil”, yang oleh masyarakat Antatai disebut sebagai  “Gunung Ratu”, “Gunung Balirang”, “Gunung Agung”  dan “Pematang Bata”.  Keempat gunung api kecil ini berada di tenggara Bukit Penetoh yang dilalui oleh aliran air panas Way Peros.  Karena posisi ‘Pematang Bata” berada di tengah-tengah, CH.E Stehn menyebutnya sebagai komplek solfatara Pematang Bata.  Solfatara adalah kawah vulkanik dangkal yang mengeluarkan gas belerang, sedangkan Fumarol adalah lubang pada kerak bumi yang mengeluarkan uap atau gas yang mengandung karbon dioksida, hidrogen sulfida, dan asam klorida. Sayangnya keempat gunung api kecil ini tidak dicantumkan pada peta topografi hasil survey Pemerintah Hindia Belanda tahun 1907-1913, sehingga sewaktu terjadi erupsi suoh, menimbulkan kekeliruan pelaporan tentang lokasi kejadian, yang pada awalnya disangkakan adalah gunung Sekincau – Belirang.  

topografi suoh 1913
Topogafi Suoh 1913
Gempa telah menyebabkan retakan pada lapisan kerak bumi sedalam 270 m di daerah cekungan Suoh yang berawa-rawa.  Air yang masuk melalui rekahan bertemu dengan lapisan magma yang panas, menyebabkan terjadinya ledakan yang hebat.  Ledakan pertama dan terbesar terjadi 14 hari setelah gempa, yakni pada tanggal 10 Juli 1933 pukul 5.40 pagi waktu Sumatera Selatan atau 9 Juli 1933, pukul 22.40 waktu Greenwich.  Stasiun Pengamatan Vulkanologi di Pasauran Banten, mencatat bahwa pada pukul 6.10 waktu Jawa, terdengar suara dentuman keras beruntun layaknya suara meriam kapal perang dari “suatu tempat”,  yang bukan berasal dari gunung Krakatau. 

“Ledakan pertama Suoh”, diceritakan oleh Kapten Kapal Uap “Van Der Hagen”  bernama H. Winstok, dari perusahaan Koninklijke Paketvaart Maatschappij (K.P.M)  yang melayani pelayaran penumpang dan cargo jalur Bengkulu - Batavia :

K.P.M Van Der Hagen, 1931
Kapal Uap Van Der Hagen 1931. Univ Leiden

"Tanggal 10 Juli 1933 sekitar pukul 05.30, saya mengamati adanya letusan dahsyat dari arah timur - tenggara.  Kapal "van der Hagen" pada saat itu berada pada posisi 5° 3' Lintang Selatan dan 103° 38,5' Bujur Timur (Perairan Teluk Pugung).   Dari posisi ini, nampak jelas gumpalan pilar awan putih yang sangat besar muncul pada arah 108°.  Keadaan cuaca saat itu cerah, tidak berangin, dan langit dipenuhi awan cirrocumulus, cumulus, stratocumulus dan hanya beberapa awan di pegunungan yang membentuk cumulus nimbus. Pilar awan putih muncul di belakang hamparan puncak-puncak pegunungan, yang masih dilapisi kabut tipis, memayungi  keadaan sekitarnya  dan seolah-olah menjadi pemisah antara  bulan di sisi barat dan matahari di sisi timur".  

“Tiba-tiba gumpalan awan hitam hingga kelabu tua muncul dari sela-sela tudung pilar awan putih, bergerombol, dan  bergulung-gulung berbentuk seperti kembang kol raksasa, dan kemudian berubah dengan cepat berbentuk seperti gelas sampanye yang tinggi ke arah langit, berwarna hitam sampai kemerahan, dan kemudian berubah kembali menjadi putih salju di bagian atasnya.  Matahari yang semakin tinggi dari ufuk timur merefleksikan pantulan cahayanya berwarna merah muda yang lembut di bagian atas dari tudung awan. Sementara di bagian bawah tudung awan yang berwarna gelap, dipenuhi oleh cahaya kilat silih berganti di semua arah dan sisi. Atraksi alam yang luar biasa, dan pikiran pertama yang tebersit di benak saya  adalah bahwa ada bencana besar yang telah terjadi”.

“Awalnya saya mengira ini Krakatau, tetapi arah kompas tidak menunjukkan arah dimana posisi krakatau berada.  Lambat laun ujung-ujung awan letusan menipis dan memudar dari arah timur ke tenggara. Akhirnya seluruh bagian langit tenggara diselimuti kabut berwarna abu-abu muda layaknya seperti awan altostratus dan tidak ada lagi suara ledakan yang terdengar”.  

“Pada pukul 13.40 mulai turun hujan abu pertama kali, saat itu posisi kapal berada di 5°3' LS dan 103° 46,3' BT.   Partikel abu halus berwarna kelabu muda secara sporadis menerpa kapal dari arah barat daya, menempel pada alis dan rambut setiap awak kapal, melapisi lantai dan atap kapal.   Saat kapal tiba di dermaga Pulau Pisang pada pukul 14.45, hujan abu masih terus berlanjut, menutupi atap-atap rumah, kebun dan di jalan-jalan.  Sebagian besar  penduduk menduga bahwa gunung Sekincau - Belirang mengalami erupsi.  Dugaan ini semakin diperkuat atas informasi yang disampaikan petugas K.P.M di Krui, karena gunung ini  memiliki aktivitas solfatarian yang terus meningkat beberapa tahun terakhir.  Laporan lainnya menyampaikan bahwa di sebelah tenggara dari dataran tinggi liwa, nampak kilatan-kilatan cahaya yang tidak seperti biasanya muncul di atas suoh”. (Stehn, halaman 46-50).

pematang bata 17 juli 1933
Pematang Bata 17 Juli 1933, foto: Stehn 1934

Sumber ledakan berasal dari “gunung kecil Belirang” yang ada di komplek solfatara Pematang Bata. Suara ledakan ini begitu dahsyatnya, hingga terdengar sampai Kuala Tungkal (Jambi) sejauh 510 km dan Kebumen (Jawa Tengah) sejauh 660 km.  Ledakan menghasilkan dua kaldera, yang pertama seluas 160 Ha (sekarang menjadi danau Asam) dan kaldera kedua seluas 40 Ha (sekarang menjadi danau Lebar), dengan ketebalan bibir kepundan ± 20 m.   Material yang dilontarkan berupa lumpur panas, menutupi areal seluas ± 35 km2 (3.500 ha) dengan ketebalan lumpur antara 6 m – 20 m. Diperkirakan volume material yang dihasilkan dari ledakan mencapai 210 juta m3.   

Ledakan juga menghasilkan kolom awan berwarna kelabu berbentuk kembang kol, yang menyebabkan cuaca mendung secara tiba-tiba dan diikuti dengan hujan abu vulkanik yang menutupi Pulau Pisang, Ranau, Martapura, hingga ke Teluk Betung, bahkan  Kota Agung dilaporkan tertutup abu vulkanik seperti lapisan salju. Hujan abu pertama terjadi pada pukul 09.30 pagi dan berakhir pada pukul 21.00.  Ledakan kedua terjadi pada tanggal 17 Juli 1933 pukul 8 malam, melontarkan hanya material lumpur panas setinggi 1,1 km dan uap air setinggi 2 km dengan radius sejauh 5 km (sekarang telah menjadi danau Minyak).

pematang bata 19 juli 1933
Pematang Bata 19 Juli 1933 foto Stehn 1934

Pada saat CH. E Stehn melakukan pengamatan antara tanggal 16 – 19 Juli 1933, komplek Pematang Bata dipenuhi dengan ratusan ventilasi atau lubang-lubang uap air panas dengan massa uap bertekanan tinggi dan diiringi dengan suara gemuruh yang keras.  Aktivitas vulkanis ini berlangsung pada areal sepanjang 5 km dengan lebar 1,1 km.  Terdapat fenomena air mancur panas (Geyser), Stehn memetakan sebanyak 7 (tujuh) geyser dengan tinggi air mancur panas 100 - 1000 m.  Stehn menyamakan fenomena vulkanis yang terjadi di cekungan suoh seperti “Lembah Seribu Awan” di kaldera gunung api Katmai Alaska.  Sayangnya fenomena geyser ini tidak berlangsung lama, dan berakhir dengan menyisakan kolam-kolam air panas yang mendidih.    

Dalam pengamatannya Stehn tidak menjumpai adanya lava segar dan batuan lapili yang merupakan material penciri suatu gunung api meletus. Pepohonan sekitar lokasi ledakan mengalami kerusakan  khas karena hantaman oleh tekanan yang kuat dan bukan karena terbakar.  Stehn berkesimpulan bahwa peristiwa letusan suoh adalah aktivitas semi vulkanis atau erupsi freatik.  Menurut situs Magma Indonesia Erupsi Freatik adalah erupsi yang terjadi ketika magma memanaskan air tanah atau air permukaan. Temperatur magma yang ekstrem menyebabkan air seketika menjadi uap, dan menghasilkan ledakan yang melontarkan air, abu, batu, dan bom vulkanik.

pemetaan stehn 1933
Peta Erupsi Freatik Suoh, Stehn 1933

Tanggal 5 Agustus 1933, aktivitas vulkanis di Pematang Bata, sudah mulai berkurang, dan Kaldera Suoh kembali tertidur nyenyak. Entah kapan terbangun kembali. Sudah 90 tahun peristiwa erupsi berlalu, memberikan waktu bagi alam untuk melakukan "Suksesi" mewariskan dataran suoh yang subur dengan danau kalderanya yang menawan. 

Sudah 6 (enam) generasi pula yang mendiami tanah Suoh, namun peristiwa 1933 janganlah pula terlupakan, yang jelas masyarakat yang mendiami areal dengan radius 18 km dari danau Suoh tetaplah harus waspada, dan tak putus berdoa serta bersyukur pada Yang Maha Kuasa, agar bumi Suoh tetap memberikan keberkahan dan bukanlah bencana serta malapetaka yang mengancam jiwa.  

"Dan kamu lihat gunung-gunung itu, kamu sangka dia tetap di tempatnya, padahal dia berjalan sebagai jalannya awan. (Begitulah) perbuatan Allah yang membuat dengan kokoh tiap-tiap sesuatu; sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan." (QS An Naml [27]: 88).

Semoga informasi ini  bermanfaat, menambah khazanah keilmuan, dan semoga danau Suoh tidak hanya menjadi kebanggaan masyarakat Lampung Barat, tapi juga menjadi kebanggaan masyarakat Lampung.  Yuuk berkunjung ke Lampung Barat. 😁 

Salam Sehat, Salam Lestari ...


Referensi:

Dr. H.P. Berlage Jr, 1934. “De Aardbeving In Zuid-Sumatera Van 25 Juni 1933, Waarnemingen in het epicentrale gebied”. Natuurkundig tijdschrift voor Nederlandsch-Indië, Eerste aflevering van Deel XCIV. Zuid-Sumatranummer. Ruygrok & Co. Den Haag.

Dr. CH. E. Stehn, 1934. Die Semivulkanischen Explosionen Des Pematang Bata Inder  Soeoh – Senke (Süd-Sumatra) Im Jahre 1933. Natuurkundig tijdschrift voor Nederlandsch-Indië, Eerste aflevering van Deel XCIV. Zuid-Sumatranummer. Ruygrok & Co. Den Haag

R.W. Van Bemmelen, 1934. De Tektonische Structuur Van Zuid Sumatera (In Verband Met De Aardbeving Van 25 Juni 1933. Natuurkundig tijdschrift voor Nederlandsch-Indië, Eerste aflevering van Deel XCIV. Zuid-Sumatranummer. Ruygrok & Co. Den Haag

Untuk mendapatkan artikelnya silahkan kunjungi Perpustakaan Digital Leiden University, yang linknya ada di kolom “Situs Resmi”.

Rabu, 04 Januari 2023

Bernilai Sedekah, inilah 10 Manfaat Menanam Pohon

Setiap tanggal 10 Januari, diperingati sebagai Hari Gerakan Menanam Sejuta Pohon. Di Indonesia, Gerakan ini pertama kalinya dicanangkan oleh Presiden Soeharto, pada tanggal 10 Januari 1993 di Jakarta. Dalam pidatonya, Presiden Soeharto mengajak semua lapisan masyarakat di setiap propinsi agar menanam lebih dari sejuta pohon setiap tahunnya.

Sejarah gerakan menanam pohon, bermula di Nebraska Amerika Serikat pada tanggal 10 April 1872.  Pada mulanya merupakan gerakan komunitas yang kemudian dikukuhkan sebagai program pemerintah Nebraska pada tahun 1874 oleh Gubernur Nebraska bernama Robert W. Furnas, dengan membagikan hadiah kepada masyarakatnya berupa 1 juta pohon guna ditanam pada lingkungan sekitar tempat tinggal mereka.  Kepeloporan gerakan menanam pohon di Nebraska yang kemudian diikuti oleh banyak negara ini,  tidak terlepas dari peran seorang pencinta alam bernama Julius Sterling Morton dan istrinya yang bernama Caroline Joy French.  Keluarga Morton berasal dari Michigan yang pindah ke Nebraska pada tahun 1854.  Melihat kondisi lingkungan di Nebraska yang gersang, tidak ada pepohonan, dan rawan terpaan angin kencang, timbul kekuatiran Morton, akan masa depan kota Nebraska.  Morton menggagas agar dilakukan gerakan menanam dengan cara menyisihkan waktu sehari untuk diisi dengan kegiatan menanam pohon serentak di sekitar lingkungan tempat tinggal mereka.  Adanya dukungan pemerintah setempat menjadikan Gerakan Morton ini meluas hingga ke distrik lainnya.  Tahun 1882 gerakan menanam pohon menjadi tradisi dan materi pelajaran di sekolah-sekolah Nebraska.  Kepeloporan Morgan telah menyelamatkan kota Nebraska dari kemunduran akibat kondisi lingkungan yang buruk.   Nebraska kemudian dinobatkan sebagai kota kelahiran gerakan menanam dan hari pohon sedunia (the Arbor Day).

RTH Public

Sebenarnya di Nusantara yang mayoritas penduduknya berbudaya pertanian (agriculture), menanam pohon bukanlah sesuatu yang asing, bahkan dibeberapa suku, menanam pohon menjadi bagian dari entitas adat, dan menjadi kearifan lokal yang patut dilestarikan seperti misalnya di daerah Kami di Lampung Barat dikenal dengan budaya “siap kawin, siap tanam.”

Aktivitas menanam pohon dianggap sesuatu yang sepele, tapi sebenarnya memiliki nilai manfaat besar untuk masa depan.  Menanam pohon sama dengan menanam kebaikan, bahkan dalam ajaran agama Islam, menanam pohon merupakan aktivitas mulia yang nilainya setara dengan bersedekah, sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW:

“Dari sahabat Anas ra, Rasulullah saw bersabda, ‘Tiada seorang muslim yang menanam pohon atau menebar bibit tanaman, lalu (hasilnya) dimakan oleh burung atau manusia, melainkan ia akan bernilai sedekah bagi penanamnya,” (HR Bukhari, Muslim, dan At-Tirmidzi).

Berikut rangkuman Jejak Erwinanta tentang manfaat Pohon bagi lingkungan dan manusia serta bernilai sedekah bagi yang menanamnya, silahkan disimak ya.

1. Pohon memberikan kesejukan

Pohon memiliki tajuk atau kanopi berbentuk bulat, parabolic, kerucut, atau lonjong.  Tajuk pohon berguna sebagai bidang penyerap sinar ultraviolet untuk proses fotosintetis. Sekitar 50% sinar ultraviolet dapat diserap oleh tajuk pohon, sehingga terjadi perbedaan suhu antara bagian bawah dengan bagian atas tajuk.  Suhu di bawah tajuk lebih sejuk dibandingkan di bagian atasnya.  Perbedaan suhu ini menyebabkan terjadinya sirkulasi udara.  Menanam pohon di sekitar rumah, selain melindungi penghuni rumah dari bahaya sinar ultraviolet, juga memperlancar sirkulasi udara di dalam rumah. Rumah menjadi teduh dan sejuk.  Keberadaan pohon mampu menghemat biaya penggunaan listrik untuk AC sebesar 15-50% pertahun. Bahkan mesin AC akan bekerja lebih efisien apabila terlindungi dari paparan sinar matahari

RTH Publik

2. Pohon meredam polusi suara dan udara

Masyarakat yang hidup di kota, hari-harinya dihadapkan pada kondisi lingkungan yang bising, dan udara yang tercemar  debu dan emisi kendaraan bermotor.  Kebisingan dan udara yang kotor beresiko terhadap kualitas kesehatan dan produktifitas manusia.  Depresi, stress, penyakit jantung, paru-paru, ISPA, kanker, dan kelainan genetik merupakan contoh penyakit yang disebabkan karena kebisingan dan udara yang tercemar.  Pepohonan dapat menjadi benteng hijau guna menyerap kebisingan dan penyaring udara kotor.  Suatu penelitian menunjukan bahwa jalur hijau (greenbelt) di tepian jalan mampu mereduksi kebisingan sebesar 3,7% - 16,04%.  Beberapa jenis pohon seperti  Ganitri (Elaeocarpus sphaericus) mampu menyerap polutan karbon monoksida (CO) sebesar 81.53 % (0.587 ppm).   

3. Pohon menjaga kesehatan mental

Kandungan senyawa klorofil merefleksikan warna hijau pada daun.  Berdasarkan hasil penelitian, warna hijau yang diidentikan dengan sesuatu yang bersifat alam, dianggap memiliki arti keseimbangan dan keharmonisan.  Warna hijau memberi kesan segar (fresh), tenang, dan damai, sehingga cocok sebagai terapi bagi seseorang yang bermasalah secara emosi,  gangguan terhadap hubungan sosial dan keseimbangan pikiran.  Pepohonan dengan warna tajuknya yang hijau dapat meningkatkan fungsi kognitif, mengurangi stres, menyehatkan jantung, bahkan meningkatkan sistem kekebalan tubuh. Seorang anak yang memiliki gejala Attention deficit hyperactivity disorder (ADHD), akan menjadi lebih ringan jika waktunya dihabiskan di alam sekitar pepohonan.

4. Pohon mencegah abrasi, banjir dan longsor

Pohon memiliki desain akar yang khas sebagai bentuk adaptasi terhadap kondisi habitatnya. Ada yang disebut sebagai akar tunjang, akar pasak, akar lutut, akar papan, akar gantung, akar banir, akar pencekik, dan sebagainya.  Berbagai model akar ini, selain untuk mengambil unsur hara tanah, juga sebagai pondasi untuk memperkuat posisi pohon agar tetap tegak, dan tidak gampang rubuh, sekaligus melindungi tempat tumbuhnya dari abrasi, banjir dan longsor.

5. Pohon penyedia kebutuhan pangan dan gizi

Pohon menghasilkan glukosa melalui proses fotosintetis.  Glukosa adalah zat gula yang digunakan oleh pohon untuk mendukung proses pertumbuhan generatif dan juga sumber pangan bagi mahluk hidup lainnya, termasuk manusia.  Disamping itu bunga dari pohon menghasilkan nektar dan pollen, yang menjadi pakan lebah dan baik bagi kesehatan dan gizi manusia.  Tapi harus sobat ingat, tidak semua pohon memiliki daun dan buah yang layak dikonsumsi secara aman oleh manusia. 

6. Pohon sebagai "Apotik Hidup" dan "Biosida Alami"

Setiap pohon menghasilkan zat yang dinamai alelopati sebagai bentuk pertahanan diri dari pesaingnya. Disamping itu pohon memiliki zat hijau daun atau klorofil yang membantu metabolisme dan respirasi tanaman melalui proses yang dinamai fotosintetis. Komposisi dan kandungan zat alelopati dan klorofil ini  dapat diekstrak, dan digunakan untuk menghambat pertumbuhan beberapa organisme yang bersifat patogenic, meningkatkan antibodi, memiliki efek antioksidan, dan detokfikasi.  Beberapa pohon dapat dimanfaatkan sebagai apotik hidup dan biosida yang ramah lingkungan.

RTH public

7. Pohon menjamin ketersediaan air dan kelembaban tanah

Akar tanaman yang menjalar secara vertikal maupun horizontal di lapisan tanah, dan daya hisap akar, dapat meningkatkan kapasitas dan ketersediaan air tanah, dan melindungi tanah dari kehilangan akibat  erosi.  Air dan kelembaban tanah sangat dibutuhkan bagi organisme pengurai dalam proses pembusukan atau dekomposisi yang merupakan tahapan penting dari siklus hara.

8. Pohon  menyerap Karbon  menghasilkan Oksigen

Melalui proses fotosintetic, pohon menyerap CO2 dan H2O dan mengubahnya menjadi energi berupa glukosa dan melepaskan O2 ke udara.  Menurut The global oxygen budget and its future projection, setiap orang dewasa memerlukan 1,17 kg oksigen per hari atau 0,013 gram per detik.  Satu helaan nafas secara normal membutuhkan waktu 16-18 detik, atau setara dengan 0,00081 gram oksigen per satu helaan nafas.

Setiap pohon memiliki kemampuan berbeda-beda dalam memproduksi oksigen dan penyerapan karbon. Contohnya satu pohon sonokeling (Dalbergia latifolia) setinggi 10 meter bisa menghasilkan oksigen 207,33 kilogram per hari, sementara satu pohon akasia menghasilkan oksigen 143,33 kilogram sehari. Dengan demikian, maka satu pohon sonokeling dapat menyuplai oksigen bagi 177-239 orang dewasa perhari  dan pohon akasia berkisar 122-165 orang dewasa perhari.  Pohon Sonokeling mampu menyerap carbon sebanyak 14,04 ton pertahun dan akasia sebesar 25,92 ton per tahun.

Emisi Karbon yang berlebih di udara menyebabkan terjadinya efek gas rumah kaca. Dampak buruknya adalah peningkatan suhu bumi yang menyebabkan naiknya permukaan laut,  perubahan iklim seperti cuaca ekstrim, musim kemarau yang panjang, gelombang udara panas, dan sebagainya.  Nah bisa dihitung berapa manusia yang dirugikan jika satu pohon sonokeling ditebang!

9. Pohon untuk tempat hidup flora dan fauna

Dalam rantai makanan, pohon berperan sebagai produsen atau penyedia energi untuk mahluk hidup lainnya, karenanya dalam satu batang pohon dapat menjadi rumah dari berbagai jenis mahluk hidup, mulai yang mendiami di sekitar akar, batang, maupun di tajuk pohon. Jenis-jenis mahluk hidup yang umum dijumpai pada pohon, antara lain: anggrek, liana, lumut, pakis, burung, primata, serangga, reptil, tupai, jamur, dan sebagainya.

10. Pohon sebagai literasi dan edukasi

Setiap pohon  memiliki syarat tumbuh yang berbeda tergantung darimana ekosistemnya berasal. Pohon bakau tidaklah cocok ditanam di dataran tinggi, begitupula pohon duren tidaklah cocok ditanam sebagai tanaman peneduh tepi jalan.   Semuanya membutuhkan pengetahuan yang dapat dipelajari dan dipraktekkan, mulai dari pengenalan jenis, pembiakan, penanaman, perawatan,  hingga pemanfaatannya.  Bahkan perumusan tujuan,  desain dan perencanaan untuk penanaman pun, tidak terlepas dari ilmu pengetahuan yang mendasarinya.

RTH Publik

Sobat pernah membaca kisah Nabi Nuh dengan mukzizatnya yang dikenal sebagai Bahtera Nabi Nuh? Nah bayangkan jika Allah tidak menciptakan pohon dan tidak membukakan ilmu-Nya tentang manfaat pohon di masa itu? mungkin sekarang kita tidak mengenal ilmu-ilmu tentang botani, biologi, dendrologi, ekologi, silvikultur, konservasi, taksonomi, evolusi, biogeografi, biofisika, bioteknologi, farmasi, genetika, bioinformatika, agronomi, mikologi, paleontologi, mikrobiologi dan morfologi. 😋

Jika ada manfaat lainnya, silahkan sobat tambahkan ya, karena sebenarnya banyak sekali manfaat tanaman baik manfaat yang langsung dirasakan, maupun manfaat tidak langsung.  Baiknya dipahami juga batasan tentang “pohon”, karena tidak semua tanaman adalah pohon.  Nah sobat selamat Hari Menanam Pohon ya, mari kita hijaukan bumi kita agar menjadi rumah tinggal yang nyaman, aman, damai, dan tentram untuk semua mahluk Tuhan.

Salam Sehat, Salam Lestari...


Baca Juga: Hari-Hari Besar Kehutanan dan Lingkungan Hidup


REFERENSI

Tanam Satu Pohon Beri Oksigen Ratusan Orang, Forest Digest, 8 Januari 2021 (https://www.forestdigest.com/detail/942/kebutuhan-oksigen-manusia)

Diperingati Setiap 10 Januari, Inilah Sejarah dan Tujuan serta Link Twibbon Hari Gerakan Satu Juta Pohon (https://kids.grid.id/read/473087096/diperingati-setiap-10-januari-inilah-sejarah-dan-tujuan-serta-link-twibbon-hari-gerakan-satu-juta-pohon?page=all)


Terbaru

Selamat Datang 2024

"Hari ini tanggal 2 Januari 2024, pukul 07.32 WIB, hari pertama masuk kerja! Berdiri di barisan paling depan, acara apel pagi, di lapan...

Populer