Tampilkan postingan dengan label greendesign. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label greendesign. Tampilkan semua postingan

Kamis, 09 Maret 2023

Strategi Konservasi: Manajemen Sumber Daya Alam yang efektif atasi Bencana Ekologis

Banjir di Lampung Barat 13 Nov 2022, foto Kompas.com/Polres Lambar

Banyak diantara kita yang belum mengetahui bahwa setiap tanggal 6 Maret diperingati sebagai hari strategi konservasi sedunia.  Hari strategi konservasi dunia muncul atas keprihatinan terhadap kemajuan inovasi dan teknologi yang digunakan dalam pembangunan, ternyata justru berdampak buruk terhadap kondisi ekosistem yang berujung pada ancaman terhadap penurunan kualitas kehidupan manusia.  

Pada tahun 1980 yang diinisiasi oleh  United Nations Environtment Programme (UNEP), WWF dan International Union for Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN), dilakukan pertemuan  yang melibatkan 31 Negara di dunia, khusus membahas isu-isu terkait konservasi dalam pelaksanaan pembangunan.  Hasil pertemuan ini menghasilkan dokumen World Conservation Strategy (WCS), tanggal dimana dokumen ini kemudian dirilis ditetapkanlah sebagai Hari Strategi Konservasi Se-dunia hingga saat ini.   

Ada 3 tujuan utama strategi konservasi dalam dokumen WCS 1980, yaitu: 

  1. Mempertahankan proses ekologi dan sistem pendukung kehidupan (seperti tanah, air, siklus hara dan nutrisi), di mana kelangsungan hidup dan perkembangan manusia bergantung pada komponen tersebut.  Tujuan pertama ini kemudian menjadi strategi perlindungan terhadap sistem penyangga kehidupan.
  2. Melestarikan keragaman genetik, mulai dari perlindungan dan perbaikan pada tanaman budidaya, hewan peliharaan, dan mikroorganisme, pelestarian ini juga tidak terbatas pada kemajuan ilmiah dan medis, termasuk keamanan dimana banyaknya industri menggunakan sumber daya hayati. Tujuan ini kemudian menjadi strategi konservasi berupa pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya  
  3. Memastikan pemanfaatan spesies dan ekosistem yang berkelanjutan (terutama ikan dan satwa liar lainnya, hutan dan lahan penggembalaan), yang mendukung jutaan masyarakat di seluruh dunia. Tujuan ini kemudian menjadi strategi konservasi pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.

“Konsep  Konservasi” modern dicetuskan pertama kali oleh Presiden Amerika Theodore Roosevelt pada tahun 1902.   Konservasi berasal dari kata Conservation yang terdiri atas kata Con (together) dan servare (keep/save) yang memiliki pengertian mengenai upaya memelihara apa yang kita punya (keep/save what you have), secara bijaksana (wise use).   Konservasi diartikan sebagai “the wise use of nature resource” (pemanfaatan sumber daya alam secara bijaksana) atau secara harfiah konservasi adalah upaya yang dilakukan manusia untuk melestarikan atau melindungi alam.  

Pengertian dan definisi Konservasi kian berkembang, beberapa pakar maupun lembaga mulai memberikan batasan-batasan tentang konservasi sebagai berikut:

  1. Konservasi adalah pemeliharaan dan perlindungan sesuatu secara teratur untuk mencegah kerusakan dan kemusnahan dengan jalan mengawetkan; pengawetan; pelestarian (Kamus Besar Bahasa Indonesia – KBBI)
  2. Konservasi adalah menggunakan sumber daya alam untuk memenuhi keperluan manusia dalam jumlah yang besar dalam waktu yang lama (American Dictionary).
  3. Konservasi adalah alokasi sumber daya alam antar waktu (generasi) yang optimal secara sosial (Randall, 1982).
  4. Konservasi merupakan manajemen udara, air, tanah, mineral ke organisme hidup termasuk manusia sehingga dapat dicapai kualitas kehidupan manusia yang meningkat, sedangkan dalam kegiatan manajemen antara lain meliputi survei, penelitian, administrasi, preservasi, pendidikan, pemanfaatan dan latihan (IUCN, 1968).
  5. Konservasi adalah manajemen penggunaan biosfer oleh manusia sehingga dapat memberikan atau memenuhi keuntungan yang besar dan dapat diperbaharui untuk generasi-generasi yang akan datang (World Conservation Strategy, 1980).
  6. Konservasi adalah segenap proses pengelolaan suatu tempat agar makna kultural yang dikandungnya terpelihara dengan baik (Piagam Burra, 1981).
  7. Konservasi adalah pemeliharaan dan perlindungan terhadap sesuatu yang dilakukan secara teratur untuk mencegah kerusakan dan kemusnahan dengan cara pengawetan (Peter Salim dan Yenny Salim, 1991).

Jika membaca definisi konservasi diatas, selalu berhubungan erat dengan "sumber daya alam" dan "lingkungan hidup". Lantas apa yang dimaksud dengan lingkungan hidup, dan sumber daya alam? Mengapa kedua istilah ini begitu penting untuk dipahami dan dimanfaatkan secara bijaksana?

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH), Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain. 

Sumber daya alam adalah unsur lingkungan hidup yang terdiri atas sumber daya hayati dan nonhayati yang secara keseluruhan membentuk kesatuan ekosistem, dengan kata lain bahwa sumber daya alam (SDA) adalah segala sesuatu yang berasal dari alam yang bermanfaat terhadap keberlangsungan penghidupan manusia, baik secara langsung (tangible) maupun tidak langsung (intangible). Sumber daya alam terdiri dari komponen hayati (biotik) dan non hayati (abiotik). 

Sumber daya alam hayati (biotik) adalah segala sesuatu yang dihasilkan atau yang bersumber dari makhluk hidup, seperti tumbuhan dan hewan, serta manusia. Sumber daya alam hayati antara lain hutan, pertanian, perkebunan, perikanan, dan peternakan.  

Sifat dari sumber daya hayati ini adalah memiliki kemampuan untuk pulih, dengan proses waktu yang singkat atau dikenal sebagai renewable resources. Kecepatan pemulihan juga sangat tergantung dari besarnya tekanan atau perubahan yang dialami.  Jika tekanan itu melebihi kemampuan daya dukung dan daya tampung sumber daya alam hayati, maka proses pemulihan alami berjalan sangat lambat dan cenderung tidak akan kembali sama seperti keadaan semula.  Sumber daya alam hayati dimanfaatkan oleh manusia utamanya adalah untuk pemenuhan kebutuhan dasar seperti pangan, sandang, papan (rumah), kesehatan, bahan bakar, hingga pengendali siklus hara dan efek gas rumah kaca. 

Sumber daya alam non hayati (abiotik) merupakan sumber daya yang berasal atau bersumber dari mahluk tak hidup, yang tersedia di alam melalui proses pembentukan yang panjang. Sumber daya alam non hayati bisa juga sebelumnya berasal dari unsur biotik, yang karena reaksi alam yang panjang menyebabkan terjadinya perubahan secara fisik maupun kimia menjadi bentuk yang baru.  

Sifat dari sumber daya alam non hayati adalah memiliki jumlah yang tetap, siklus yang teratur,  mengalami transformasi bentuk, dan tidak dapat dipulihkan atau diperbaharui dalam waktu yang singkat  disebut juga sebagai non renewable resources. Contoh Sumber daya abiotik adalah minyak bumi, batubara, gas alam, tanah, batuan dan mineral, air, geothermal, udara, dan sinar matahari. 

Sumber daya alam abiotik dimanfaatkan oleh manusia untuk pemenuhan ketahanan energi, ketahanan air, transportasi, peralatan dan perkakas, proses  pengolahan produksi dan industrialisasi, perlindungan diri, infrastruktur, ilmu pengetahuan dan teknologi, telekomunikasi, serta media bagi sumber daya hayati untuk tumbuh dan beregenerasi.  

Hubungan timbal balik, interaksi atau persekutuan antara unsur biotik dan abiotik ini, membentuk ekosistem. Ekosistem adalah tatanan unsur lingkungan hidup yang merupakan kesatuan utuh menyeluruh dan saling mempengaruhi dalam membentuk keseimbangan, stabilitas, dan produktivitas lingkungan hidup.  Ekosistem disebut juga sebagai habitat dari mahluk hidup, dimana kumpulan dari ekosistem disebut sebagai Biosfer.   

Di bumi terdapat dua ekosistem utama, yaitu ekosistem perairan (Akuatik), dan ekosistem daratan (Terestial). Dalam ekosistem terjadi proses ekologi berbagai unsur hayati dan non hayati yang menjamin kelangsungan kehidupan manusia, yang disebut sebagai sistem penyangga kehidupan.  Sistem penyangga kehidupan adalah proses alami dari berbagai unsur hayati dan nonhayati yang menjamin kelangsungan kehidupan makhluk. Artinya bahwa dengan melindungi dan melestarikan ekosistem sama dengan melindungi sistem penyangga kehidupan manusia.  Inilah yang kemudian strategi konservasi diperlukan dalam setiap tahapan pembangunan, yang dikenal saat ini sebagai "Pembangunan Berkelanjutan".

Upaya konservasi sumberdaya alam hayati tertua tercatat pada masa Kekaisaran Maurya di Asia Timur pada masa raja ke-3 yakni Raja Asoka (269-232 SM).  Raja Asoka menerbitkan dekrit yang dipahat di batu setinggi 40 kaki pada tahun 252 SM, yang salah satu isinya adalah larangan untuk merusak hutan, dan melarang praktik-praktik pembukaan hutan dengan cara dibakar, serta menetapkan banteng, bebek liar, tupai, rusa, landak, dan merpati, termasuk dalam daftar hewan yang dilindungi.

Upaya konservasi pernah menjadi bagian dari norma sosial pada permukiman kuno di Lampung Barat, sejak abad ke-10.  Bukti ini tertuang dalam pahatan di batu berbentuk segitiga setinggi 162 cm yang bernama prasasti Hujung Langit bertahun 919 saka atau 997 M.  Prasasti ini terletak di desa Hanakau Kecamatan Sukau. 

Prasasti Hujung Langit terdiri dari 18 baris tulisan dengan aksara Jawa Kuno dan berbahasa Melayu Kuno. Salah satu barisan tulisan menyatakan sebagai berikut: “Pada saat penguasa Hujung Langit mempersembahkan hutan dan seluruh tanah ... apabila perintah ini dilanggar akan ditusuk dan diremas badannya dalam seluruh kematian dan seluruh kehidupan terus menerus ... Pungku Haji Yuwa Rajya (yang bernama) Sri Hari Dewa”. (Tobing, 2004). 

Baca Juga: Kilas Balik Kabupaten Konservasi

Mengintegrasikan konservasi dalam pembangunan menjadi penting, guna menjamin ketersediaan sumber daya alam bagi pemenuhan kebutuhan generasi dimasa depan.  Berbagai makna konservasi berdasarkan Undang-Undang di Indonesia yang wajib sahabat ketahui:  

  1. Undang-Undang Nomor 5 tahun 1990: Konservasi sumber daya alam hayati adalah pengelolaan sumber daya alam hayati yang pemanfaatannya dilakukan secara bijaksana untuk menjamin kesinambungan persediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas keanekaragaman dan nilainya. Undang-undang ini bertujuan untuk mengusahakan terwujudnya kelestarian sumber daya alam hayati serta keseimbangan ekosistemnya sehingga dapat lebih mendukung upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat dan mutu kehidupan manusia. Konservasi berdasarkan undang-undang ini meliputi kegiatan perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya, pemanfaatan secara lestari sumber daya alami hayati dan ekosistemnya. 
  2. Undang-Undang Nomor 30 tahun 2007: Konservasi energi adalah upaya sistematis, terencana, dan terpadu guna melestarikan sumber daya energi dalam negeri serta meningkatkan efisiensi pemanfaatannya.  Konservasi sumber daya energi adalah pengelolaan sumber daya energi yang menjamin pemanfaatannya dan persediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas nilai dan keanekaragamannya. Tujuan konservasi energi adalah tercapainya kemandirian pengelolaan energi, terjaminnya pengelolaan sumber daya energi secara optimal, terpadu, dan berkelanjutan, dan terjaganya kelestarian fungsi lingkungan hidup. Konservasi energi menjadi tanggung jawab pemerintah, pengusaha, dan masyarakat, dan kegiatannya mencakup seluruh tahapan pengelolaan energi. Pelaksanaan konservasi energi dapat dilakukan melalui mekanisme pemberian kemudahan, insentif, dan disinsentif.
  3. Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009: Konservasi sumber daya alam adalah pengelolaan sumber daya alam untuk menjamin pemanfaatannya secara bijaksana serta kesinambungan ketersediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas nilai serta keanekaragamannya.  Tujuan umum termasuk konservasi sumber daya alam adalah menjamin keselamatan, kesehatan, dan kehidupan manusia; menjamin kelangsungan kehidupan makhluk hidup dan kelestarian ekosistem; menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup; mencapai keserasian, keselarasan, dan keseimbangan lingkungan hidup; menjamin terpenuhinya keadilan generasi masa kini dan generasi masa depan; mengendalikan pemanfaatan sumber daya alam secara bijaksana; mewujudkan pembangunan berkelanjutan; dan mengantisipasi isu lingkungan global.  Meliputi kegiatan: perlindungan sumber daya alam, pengawetan sumber daya alam; dan pemanfaatan secara lestari sumber daya alam.  Undang-undang ini telah menempatkan lingkungan hidup sebagai bagian dari hak asasi manusia.
  4. Undang-Undang Nomor 11 tahun 2010: Pelestarian Cagar Budaya adalah upaya dinamis untuk mempertahankan keberadaan Cagar Budaya dan nilainya dengan cara melindungi, mengembangkan, dan memanfaatkannya. Bertujuan: melestarikan warisan budaya bangsa dan warisan umat manusia,  meningkatkan harkat dan martabat bangsa melalui Cagar Budaya, memperkuat kepribadian bangsa,  meningkatkan kesejahteraan rakyat,  dan mempromosikan warisan budaya bangsa kepada masyarakat internasional. Pelestarian Cagar Budaya dilakukan berdasarkan hasil studi kelayakan yang dapat dipertanggungjawabkan secara akademis, teknis, dan administratif. Kegiatan Pelestarian Cagar Budaya harus dilaksanakan atau dikoordinasikan oleh Tenaga Ahli Pelestarian dengan memperhatikan etika pelestarian.
  5. Undang-Undang Nomor 37 tahun 2014: Konservasi Tanah dan Air adalah upaya pelindungan, pemulihan, peningkatan, dan pemeliharaan fungsi tanah pada lahan sesuai dengan kemampuan dan peruntukan lahan untuk mendukung pembangunan yang berkelanjutan dan kehidupan yang lestari. Penyelenggaraan Konservasi Tanah dan Air bertujuan untuk melindungi permukaan tanah dari pukulan air hujan yang jatuh, meningkatkan kapasitas infiltrasi tanah, dan mencegah terjadinya konsentrasi aliran permukaan, menjamin Fungsi Tanah pada Lahan agar mendukung kehidupan masyarakat, mengoptimalkan Fungsi Tanah pada Lahan untuk mewujudkan manfaat ekonomi, sosial, dan lingkungan hidup secara seimbang dan lestari, meningkatkan daya dukung DAS, meningkatkan kemampuan untuk mengembangkan kapasitas dan memberdayakan keikutsertaan masyarakat secara partisipatif; dan menjamin kemanfaatan Konservasi Tanah dan Air secara adil dan merata untuk kepentingan masyarakat.  Konservasi tanah dan air dilakukan dengan metode vegetatif, metode agronomi, metode sipil teknis pembuatan bangunan Konservasi Tanah, dan Manajemen lahan. Pendanaan dalam penyelenggaraan Konservasi Tanah dan Air dilakukan melalui mekanisme imbal jasa lingkungan dan hak untuk mendapatkan bantuan, insentif, ganti kerugian, dan kompensasi.
  6. Undang-Undang Nomor  17 tahun 2019: Konservasi Sumber Daya Air adalah upaya memelihara keberadaan serta keberlanjutan keadaan, sifat, dan fungsi Sumber Daya Air agar senantiasa tersedia dalam kuantitas dan kualitas yang memadai untuk memenuhi kebutuhan manusia dan makhluk hidup lainnya, baik pada waktu sekarang maupun yang akan datang. Tujuan konservasi sumber daya air adalah untuk menjaga kelangsungan, keberadaan, daya dukung, daya tampung dan fungsi sumber daya air.  Kegiatan konservasi sumber daya air terdiri dari: perlindungan dan pelestarian sumber air dari kerusakan dan gangguan oleh daya alam maupun manusia, pengawetan air, pengelolaan kualitas air, dan pengendalian pencemaran air.  Konservasi Sumber Daya Air dilaksanakan pada mata Air, sungai, danau, waduk, rawa, daerah imbuhan Air Tanah, Cekungan Air Tanah, daerah tangkapan Air, kawasan suaka alam, kawasan pelestarian alam, kawasan hutan, dan kawasan pantai.

Selain memahami makna konservasi, terdapat 3 (tiga) istilah penting lainnya yang juga berhubungan dengan perlindungan dan pelestarian yang wajib Sahabat ketahui, yaitu Preservasi, Restorasi, dan Revitalisasi.  Mengutip dari situs lindungihutan.com, masing-masing istilah ini memiliki arti dan tujuan sebagai berikut:   

  • Preservasi berasal dari bahasa Inggris yaitu preservation yang bermakna “pemeliharaan atau pengawetan”. Upaya preservasi adalah menjaga agar sumberdaya alam tetap pada kondisi yang sekarang atau tetap terjaga. Tujuan preservasi adalah: mempertahankan kondisi suatu objek agar tidak rusak dan terjaga kelestariannya.  Istilah preservasi biasanya banyak digunakan untuk perlindungan terhadap benda-benda budaya yang memiliki nilai sejarah guna terhindar dari hilangnya informasi penting yang terdapat di dalamnya.
  • Restorasi adalah suatu tindakan atau upaya untuk mengembalikan, memulihkan, memperbaiki dan membangun suatu kondisi atau bentuk objek yang berwujud maupun tidak berwujud (udara) untuk kembali seperti awalnya. Tujuan restorasi guna menciptakan kembali, memulai dan mempercepat pemulihan ekosistem yang telah terganggu. Gangguan dapat berupa perubahan lingkungan yang mengubah struktur dan fungsi dari ekosistem. Istilah restorasi biasanya digunakan pada ekosistem yang memiliki fungsi khusus, misalnya restorasi hutan gambut, hutan bakau, dan sebagainya. 
  • Revitalisasi menurut KBBI adalah proses, cara, perbuatan menghidupkan atau menggiatkan kembali. Istilah revitalisasi termasuk kata serapan dari bahasa inggris yaitu revitalization yang bermakna suatu proses atau cara dan perbuatan untuk menghidupkan kembali suatu lingkup yang sebelumnya kurang terpedaya menjadi berdaya atau vital. Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 18 tahun 2010 tentang Pedoman Revitalisasi Kawasan menyatakan bahwa revitalisasi adalah upaya untuk meningkatkan nilai lahan atau kawasan melalui pembangunan kembali dalam suatu kawasan yang dapat meningkatkan fungsi kawasan sebelumnya. Istilah revitalisasi digunakan pada suatu kawasan yang sebelumnya sudah ditentukan fungsinya akan tetapi mengalami penurunan, misalnya revitalisasi kawasan resapan air, revitalisasi kawasan wisata, dan sebagainya. 

Sejarah telah memberikan pelajaran penting bagi kita, bahwa pemanfaatan sumber daya alam yang berlebihan, malah menyebabkan “racun” bagi kehidupan manusia. Kerusakan sumber daya alam akibat eksploitasi yang berlebihan guna memenuhi keinginan manusia secara sosial maupun ekonomi pada kenyataannya justru mengganggu proses ekologi berjalan timpang.  

Ketimpangan ini menyebabkan terjadinya proses keseimbangan baru, yang memaksa komponen hidup yang ada didalamnya beradaptasi mengikuti kondisi lingkungan yang baru tersebut.  Mahluk hidup yang mampu beradaptasi akan tetap bertahan, sedangkan yang tidak mampu beradaptasi akan mengalami kepunahan.  Alam akan melakukan seleksi terhadap penghuninya, yang disebut sebagai kerentanan lingkungan, yang kemudian populer dikalangan aktivis lingkungan adalah bencana ekologis.

Bencana ekologis secara terminologi tidak dikenal didalam Undang-Undang Nomor 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana maupun Undang-Undang Nomor  32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.  Bencana sendiri menurut UU 24 tahun 2007 adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor nonalam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.   

Bencana ekologis diartikan sebagai  peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan karena terganggunya proses ekologi suatu ekosistem sebagai sistem penyangga kehidupan, atau dengan kata lain bahwa bencana ekologis merupakan bencana yang timbul sebagai dampak dari kerusakan lingkungan akibat aktivitas masyarakat baik perorangan maupun korporasi yang tidak ramah lingkungan.  

Bencana ekologis diindikasikan adanya kerentanan lingkungan hingga kedaruratan ekologi.  Kerentanan lingkungan didefinisikan sebagai fungsi dari keterpaparan lingkungan, sensitivitas dan kapasitas adaptif, sedangkan darurat ekologis adalah situasi kegentingan yang diakibatkan hilangnya keseimbangan ekologis, di mana ekosistem setempat maupun global kehilangan daya dukung dan daya tampung lingkungan. 

Darurat ekologi yang nyata saat ini adalah krisis iklim yang dipicu karena deforestasi, alih fungsi lahan, penurunan keanekaragaman hayati, dan meningkatnya gas rumah kaca.  Berdasarkan riset Walhi tahun 2007 diperkirakan 83% wilayah Indonesia sudah mengalami kondisi darurat ekologi dan berpeluang terjadinya bencana ekologis seperti banjir, longsor, abrasi, hujan asam, kekeringan, angin puting beliung, konflik satwa dan manusia, kematian ikan massal di danau dan waduk, ledakan populasi spesies hewan dan tumbuhan yang tidak diharapkan, serta kebakaran hutan dan lahan.  

Baca Juga: Konflik Satwa dan Bencana Ekologis di Lampung Barat

Lingkungan hidup yang baik dan sehat merupakan hak asasi setiap warga negara Indonesia, karenanya eksploitasi sumber daya alam yang tidak bijaksana, sehingga menyebabkan menurunnya fungsi ekologi dan mengancam kehidupan manusia, adalah kejahatan lingkungan dan pelanggaran hak asasi manusia yang harus dicegah dan ditanggulangi secara tegas.  

Riset Walhi tahun 2007, kini faktanya sudah mulai terbukti.  Masihkah kita abaikan? 

Sebagai insan yang bertaqwa, mari kita bangun Keluarga Peduli Lingkungan, agar tercipta lingkungan yang lestari, masyarakat sejahtera, dan keluarga yang tangguh. Semoga bermanfaat.

Salam Sehat dan Salam Lestari


Referensi:

  • Pengertian Konservasi, Preservasi, Restorasi dan Revitalisasi (Link: https://lindungihutan.com/blog/pengertian-konservasi-restorasi-lengkap/)
  • Pentingnya Hari Strategi Konservasi (link: https://hutanitu.id/pentingnya-hari-strategi-konservasi/)
  • Apa itu bencana ekologis? (link: https://djuni.wordpress.com/2014/10/17/apa-itu-bencana-ekologis/)
  • Darurat Ekologis (Link: https://www.walhi.or.id/darurat-ekologis)
  • Kerusakan Alam Picu Bencana Ekologis (Link: https://econusa.id/id/ecoblog/kerusakan-alam-picu-bencana-ekologis/)



Minggu, 26 Februari 2023

Kilas Balik Lampung Barat sebagai Kabupaten Konservasi, dari Konsep hingga Komitmen

Bentang alam Lampung Barat

Hutan dan Kopi ibarat dua sisi gapura bagi Lampung Barat, jika keduanya berdiri harmonis, tentunya akan elok dan gagahlah gapura itu, memancarkan kedamaian dan kekaguman bagi siapa saja yang  datang maupun pergi melewatinya. Gapura yang tiada semua tempat memiliki itu bernama “Kabupaten Konservasi”. 

Hutan dan kopi adalah sumberdaya alam yang esensial bagi Lampung Barat.  Keduanya melahirkan amanah geografis sebagai “paru-paru”, “catchment  area”, dan “pintu gerbang” di bagian barat Propinsi Lampung.   

“Hutan”  berfungsi ekologi yang menjamin perlindungan bagi sistem penyangga kehidupan serta pengawetan keanekaragaman hayati  dan “Kopi” sebagai komoditas unggulan berfungsi  ekonomi untuk menjamin kesejahteraan dan daya saing daerah.  Kombinasi  inilah yang kemudian dirumuskan menjadi Visi  Pembangunan Jangka Panjang Daerah, yaitu “Terwujudnya Lampung Barat sebagai Kabupaten Konservasi yang sejahtera tahun 2025”.

Kabupaten Konservasi didefinisikan sebagai wilayah administratif yang penyelenggaraan pembangunannya berorientasi atau berlandaskan pada prinsip konservasi, yaitu perlindungan sistem penyangga kehidupan dan pengawetan keanekaragaman hayati yang menjamin kesejahteraan dan kelestarian sumber daya alam secara berkelanjutan.

Kabupaten Konservasi disebut juga sebagai model “pembangunan berkelanjutan”, “pembangunan hijau”, atau “pembangunan berwawasan lingkungan”, dimana pencapaian taraf kesejahteraan masyarakat secara berkesinambungan itu, diperoleh melalui upaya sadar dan konsisten dalam melindungi, memelihara, dan memanfaatkan sumber daya alamnya secara bijaksana dan bertanggung jawab, yaitu  tidak eksploitatif, sesuai daya dukung serta daya tampung, agar terjaga fungsi kelestariannya dari generasi ke generasi.  

Menurut Jejak Erwinanta, Lampung Barat sebagai “Kabupaten Konservasi” adalah buah dari suksesnya hubungan kemitraan multi pihak secara tripartit antara Pemerintah Daerah, Perguruan Tinggi, dan Non Government (NGo) atau masyarakat.

Proses panjang menuju Kabupaten Konservasi ini dimulai sejak tahun 2004. Diawali pemikiran perlunya suatu model pembangunan yang efektif dalam memenuhi indikator kinerja pembangunan, sekaligus mampu meningkatkan daya saing daerah, dan efisien dalam pemanfaatan modal dasar pembangunan, dengan keadaan ruang wilayah yang terdiri dari 28,5% kawasan budidaya dan 71,5% kawasan hutan, serta memiliki tingkat kerawanan bencana yang tinggi.   

Gagasan ini mulai dibicarakan pertama kali di acara semiloka “Potensi dan Permasalahan Pengelolaan Repong Damar” pada bulan Maret 2004 yang diinisiasi oleh Worl Wild Fund for Nature - WWF, dan berlanjut pada saat pembahasan rancangan akhir Peraturan Daerah Nomor 18 tahun 2004 tentang Pengelolaan Sumberdaya Alam Berbasis Masyarakat yang diinisiasi oleh WATALA, Universitas Lampung - UNILA dan Dinas Kehutanan Lampung Barat.  Gagasan ini semakin menguat setelah ditetapkannya Taman Nasional Bukit Barisan Selatan - TNBBS sebagai Warisan Dunia Hutan Hujan Tropis Sumatera oleh UNESCO.   

Istilah “Kabupaten Konservasi” pertama kali disampaikan oleh Ir Erwin Nizar M.Si (Bupati Lampung Barat 2002-2007) pada tanggal 29 Maret 2005, pada saat membuka acara workshop ”Peningkatan Fungsi Pengelolaan Kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT) dan Hutan Lindung (HL), Sebagai Kawasan Lindung Khusus dan Penyangga Kehidupan”. Dalam sambutannya, Bupati meminta dukungan dan peran aktif NGo mitra TNBBS untuk bersama-sama dengan Bapeda dan Dinas Kehutanan Lampung Barat, membahas peluang program dan pendanaan yang mendukung dan menguntungkan bagi kemajuan Lampung Barat apabila ditetapkan sebagai Kabupaten Konservasi.   

Menindaklanjuti hal tersebut pada tanggal 24 Oktober 2005, dilakukan pertemuan Tim Tata Ruang dan Tata Guna Lahan (TRTGL) Lampung Barat di Liwa. Tim TRTGL merupakan cikal bakal dari Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah (BKPRD) yang keanggotaannya meliputi satuan perangkat daerah, instansi vertikal, dan lembaga swadaya masyarakat (NGo) yang bergerak di bidang lingkungan dan pemberdayaan masyarakat.  Pertemuan menghasilkan kesepakatan untuk segera disusun tim Kerja Kabupaten Konservasi Lampung Barat dan Rencana Kerja (workplan), serta  melakukan Kajian Awal Kesiapan Lampung  Barat sebagai Kabupaten Konservasi.  Rancangan Kabupaten Konservasi, hasil  Tim Kerja Kabupaten Konservasi kemudian disampaikan pada pertemuan Tim TRTGL tanggal 21 November 2005, dan hasil rumusan tersebut selanjutnya digunakan sebagai bahan dalam Workshop Nasional Kabupaten Konservasi di Bogor.

Pada tanggal 29 November – 1 Desember 2005, diselenggarakan Workshop Nasional Kabupaten Konservasi di Bogor, yang diselenggarakan oleh Tim Kecil Kabupaten Konservasi yang dibentuk melalui Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor  522.53-258/Kep/Bangda/2005 Tentang Pembentukan Tim Kabupaten Konservasi. Hasil Workshop adalah rumusan  konsep, prinsip dan kriteria penilaian, serta indikator yang terukur untuk diujicobakan kepada kabupaten inisiator. Kabupaten inisiator tersebut adalah : Kabupaten Kapuas Hulu (Kalimantan Barat), Kabupaten Malinau, Kabupaten Pesisir (Kalimantan Timur), Kabupaten Wakatobi (Sulawesi Tenggara), Kabupaten Lebong (Bengkulu), dan Kabupaten Lampung Barat  (Lampung).

Proses terus berjalan dengan pembentukan Tim Kajian dan Workshop Nasional tentang kabupaten konservasi di Liwa pada tanggal 7 November 2006. Puncaknya pada tanggal 9 Mei 2007 di Gunung Sugih Kabupaten Lampung Tengah, dilakukan penandatanganan kesepakatan Bupati/Walikota Se-Propinsi Lampung guna mendukung secara konsekuen Lampung Barat sebagai Kabupaten Konservasi.  Dalam salinan Berita Acara Kesepakatan tersebut yang juga ditandatangani oleh Gubernur Lampung dan Ketua DPRD Propinsi Lampung, terdapat 3 poin penting yang menggambarkan kesadaran kolektif, dan komitmen masing-masing kabupaten/kota dalam mendukung Lampung Barat sebagai Kabupaten Konservasi, yaitu:  

  1. Betapa pentingnya nilai sumber daya alam sehingga harus dikelola secara arif dan bijaksana agar dapat memberikan manfaat sebesar-besarnya untuk kesejahteraan umat secara berkelanjutan;
  2. Bahwa kondisi fisik dan geografis Kabupaten Lampung Barat dalam konteks pembangunan di Propinsi Lampung mempunyai kedudukan yang sangat penting, sebagai fungsi lindung, yang memberikan atau menyediakan jasa lingkungan bagi kehidupan;
  3. Bahwa untuk menjamin fungsi lindung yang berkelanjutan, maka pengelolaan sumber daya alam dilaksanakan secara bersama-sama;

Pencanangan Kabupaten Lampung Barat sebagai Kabupaten Konservasi dilakukan pada saat peringatan Hari Ulang Tahun Lampung Barat ke-18 pada tanggal 24 September 2009 oleh Drs. Mukhlis Basri MM (Bupati Lampung Barat periode 2007-2017) berbarengan dengan peletakan batu pertama pembangunan masjid Islamic Center di Kawasan Sekuting Terpadu yang juga di hadiri oleh Gubernur Lampung.  Selanjutnya pada tanggal 10 Oktober 2009, Bupati Lampung Barat menerbitkan Peraturan Bupati Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kabupaten Lampung Barat sebagai Kabupaten Konservasi.

Senja di danau Ranau

Antara tahun 2009 – 2014, Kabupaten Konservasi menjadi vokal point yang memberikan efek berganda terhadap kinerja penyelenggaraan pembangunan daerah khususnya di sektor kehutanan dan lingkungan hidup serta penataan ruang.  Kabupaten Konservasi kemudian menjadi rumusan visi Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah - RPJPD Lampung Barat 2005-2025 yang ditetapkan melalui Perda Lampung Barat Nomor 1 tahun 2013 dan Tujuan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten - RTRWK Lampung Barat 2010-2030 yang ditetapkan melalui Perda Nomor 1 tahun 2012.

Dampak positip lainnya antara lain berupa dukungan program dari berbagai kementerian seperti Program SCBFWM (Penguatan Hutan dan DAS berbasis Masyarakat), Program Perhutanan Sosial melalui Hutan Kemasyarakatan, Penyiapan Kawasan Konservasi Eksitu Kebun Raya Liwa, pengembangan geothermal (panas bumi), program kota hijau untuk Kota Liwa, dan Program menuju Indonesia Hijau. 

Terbangunnya kemitraan multipihak yang harmonis melalui konsorsium pelestarian ekosistem hutan hujan tropis yang dimotori oleh Wildlife Conservation Society Indonesia Program - WCS IP, WWF, dan WATALA. Konsorsium ini kemudian melahirkan banyak inovasi terkait konservasi keanekaragaman hayati TNBBS sekaligus mendatangkan manfaat bagi Kabupaten Lampung Barat, seperti Perintisan skema REDD (Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation), pilot project kebijakan hulu hilir di Pekon Gunung Terang (Kecamatan Air Hitam), pengembangan ekowisata desa penyangga TNBBS, Program IPZ (Intensive Protection Zone) penyelamatan badak sumatera dan habitatnya, kegiatan pemberdayaan masyarakat “sustainable landscape”, penanganan konflik satwa dan sebagainya. Kabupaten Konservasi telah memberikan kontribusi nyata dalam mengharumkan nama Lampung Barat hingga ke tingkat Nasional dan Internasional. 

Diberlakukannya Undang-undang 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, maka kewenangan urusan Kehutanan, konservasi sumber daya alam dan ekosistem, tidak lagi menjadi urusan Pemerintah Kabupaten dan dikembalikan kewenangannya kepada pemerintah Propinsi dan Pusat. Sejak diberlakukannya Undang-Undang tersebut, maka dinas Kehutanan Lampung Barat dihapuskan dari Organisasi Perangkat Daerah, sedangkan untuk urusan Lingkungan Hidup ditangani oleh Dinas Lingkungan Hidup yang semula berbentuk Badan.    

Guna mengatasi kesenjangan dalam hal pengaturan dan tata laksananya, maka pada tanggal 29 - 30 September 2016 di Hotel Blue Sky, Petamburan, DKI Jakarta, telah dilakukan Konsultasi Publik Fasilitasi Peraturan Daerah Kabupaten Konservasi. Kegiatan ini dibuka oleh Direktur Bina Pengelolaan Ekosistem Esensial, Ditjen KSDAE Kementerian LHK RI dan dihadiri oleh Pemerintah Propinsi Lampung dan Kabupaten Lampung Barat. Pertemuan ini menghasilkan rekomendasi penting untuk keberlanjutan Kabupaten Konservasi paska berlakunya Undang-Undang Pemerintah Daerah, yaitu: 

  1. Peraturan Bupati Nomor 48 Tahun 2009 tentang Lampung Barat Sebagai Kabupaten Konservasi, agar dilakukan perubahan secara teknis yuridis, menjadi peraturan perundang-undangan setingkat Peraturan Daerah;
  2. “Pembangunan Berkelanjutan Lampung Barat sebagai Kabupaten Konservasi”, secara substantif mengatur aktifitas pembangunan berbasis Pembangunan Hijau;
  3. Penyusunan Grand Strategy yang melibatkan pakar, tenaga ahli atau Akademisi dan praktisi yang berorientasi kepada sinergisitas program inter-stakeholder di Kabupaten Lampung Barat.
  4. Percepatan mengenai Peraturan Daerah tentang Kabupaten Konservasi yang belum terealisasi akan segera diselesaikan melalui Satuan Kerja Pemerintah Daerah (SKPD) terkait. 

Pada masa kepemimpinan Bupati Parosil Mabsus, S.Pd (Periode 2017-2022) “Kabupaten Konservasi” menjadi salah satu dari 3 Komitmen dalam penyelenggaraan pembangunan daerah, yaitu Kabupaten Konservasi, Kabupaten Tangguh Bencana, dan Kabupaten Literasi. Ketiga komitmen ini tercantum dalam Perda Nomor 1 Tahun 2018 tentang Rencana Pebangunan Jangka Menengah Daerah-RPJMD Lampung Barat 2017-2022. Pada prakteknya Kabupaten Konservasi tidak hanya sebatas komitmen akan tetapi juga menjadi landasan operasional pencapaian tujuan misi pertama yaitu terwujudnya infrastruktur yang berkualitas dan berwawasan lingkungan dengan sasaran adalah meningkatnya kualitas lingkungan hidup berupa indek kualitas lingkungan hidup sebesar 64,12 diakhir RPJMD 2017-2022.     

Guna memperkuat sinergitas peranan Kabupaten Konservasi dalam pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goal’s) khususnya pada pilar pembangunan lingkungan hidup, dilakukan focus group discussion pada tanggal 21 Mei 2018 di Bappeda Lampung Barat yang dihadiri oleh Tenaga Ahli Gubernur Lampung Bidang Kehutanan dan Lingkungan Hidup (Ir Edison, M.Paf). Tindak lanjut dari hasil FGD ini adalah dilakukannya pengukuhan Lampung Barat sebagai Kabupaten Konservasi pada tanggal 9 Oktober 2018, dan tersusunnya Roadmap Kabupaten Konservasi pada tahun 2019. 

Baca Juga: |  Hutan Penyangga Kehidupan  |

Kini Kabupaten Konservasi memasuki masa transisinya, sementara isu global kian berkembang semakin rumit dan kompleks.  Tuntutan akan komitmen pencapaian 17 tujuan pembangunan berkelanjutan (SDG’s), persaingan pasar bebas, deforestasi, pemanasan global dan bencana iklim, krisis ekonomi global, krisis pangan, krisis air bersih, krisis energi, pembangunan rendah karbon (FOLU Net Sink) dan Nilai Ekonomi Karbon (NEK), serta kemiskinan, semuanya merupakan isu strategis, yang memberikan peluang sekaligus tantangan bagi keberlanjutan pembangunan di Kabupaten Lampung Barat, termasuk di dalamnya adalah menyangkut efektivitas dan relevansi Kabupaten Konservasi dalam menjawab semua tantangan global tersebut.

Lantas nilai penting apa saja yang dapat dijadikan dasar pertimbangan, bahwa masih relevannya Kabupaten Konservasi dalam mendukung penyelenggaraan pembangunan di Lampung Barat saat ini dan kedepannya?  Berikut nilai penting Kabupaten Konservasi menurut Jejak Erwinanta, jika ada pendapat lainnya jangan lupa tambahkan di kolom komentar di bawah ya Sob.

Ancaman akan Bencana Ekologis 

Bencana ekologis yang muncul beberapa tahun terakhir, seperti konflik satwa, bintelehan (kematian massal ikan) di danau Ranau, menurunnya produktivitas kopi akibat perubahan iklim, telah menyadarkan kita bahwa konservasi terhadap keragaman hayati, air dan tanah masih sangat dibutuhkan untuk menjaga agar sistem penyangga kehidupan dapat terus memberikan jaminan dan perlindungan bagi kesejahteraan masyarakat.

Baca juga: | Konflik Gajah Solusi dan Resolusi |

Peluang Eco - Enterpreneurship 

Prinsip-prinsip konservasi seperti perlindungan, pengawetan, dan pemanfaatan secara lestari, sejalan bahkan sudah menjadi kearifan lokal masyarakat adat Lampung Barat, seperti pengelolaan hutan adat, etnobotani tanaman obat, budidaya repong atau agroforestry dan siap kawin siap tanam.  Kearifan lokal yang mengoptimasi pemanfaatan jasa ekosistem dapat diarahkan guna menambah pendapatan asli daerah dan pendapatan rumah tangga, melalui mekanisme imbal jasa lingkungan, atau kewirausahaan berbasis ekologi atau dikenal dengan istilah eco-enterpreneurship.  Contoh dari eco-enterpreneurship yang dapat mendatangkan PAD dan pendapatan masyarakat antara lain wana wisata, ekowisata, dan eco-future. 

Baca juga: |  Wana Wisata dan Ekonomi Hijau  |

Atasi Kesenjangan Kewenangan

Kawasan Hutan di Lampung Barat masih menempati urutan pertama terluas, yaitu sebesar 50,4%, sedangkan kopi menempati urutan kedua dengan luas 26,5% dari keseluruhan luas administrasi Lampung Barat.  Saat ini urusan bidang kehutanan dan konservasi menjadi kewenangan Pemerintah Propinsi dan Pusat.  Untuk itu perlu adanya pengait kebijakan yang mampu menjembatani kesenjangan dalam hal pengaturannya agar terjalin sinergitas, keterpaduan, dan memperkuat pengawasan hingga ke tingkat pemerintahan desa. 

Pengakuan atas eksistensi Adat

Konservasi bagian dari entitas budaya masyarakat Lampung, karenanya Kabupaten Konservasi juga menunjukkan pengakuan atas eksistensi masyarakat adat Lampung Barat.  Hubungan erat antara  Konservasi dengan masyarakat adat dapat dilihat dari unsur-unsur alam yang digunakan sebagai simbol pada lambang, ornamen ragam hiasan, sastra, yang mendeskripsikan tentang falsafah, prinsip dan norma sosial, sebagai kekhasan adat dan budaya masyarakat Lampung Barat.  Bahkan norma tertulis tentang kutukan bagi siapa saja yang merusak hutan dan lahan, terukir di Prasasti Hujung Langit bertahun 997M yang berada di Pekon Hanakau Kecamatan Sukau, artinya bahwa sejak abad ke 10M, konservasi sudah menjadi budaya masyarakat Lampung Barat yang diwariskan hingga kini.

Prasasti Hujung Langit, Sukau

Baca Juga: | Mengenal Makna Tugu Ara Liwa |

Peluang Dana Lingkungan Hidup

Kabupaten Konservasi berpeluang untuk mendapatkan pendanaan lingkungan hidup.  Pemerintah Pusat telah membentuk Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH) sejak tahun 2018, yang berfungsi sebagai vehicle pembiayaan untuk perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dengan fokus pada sektor kehutanan, energi sumber daya mineral, perdagangan karbon, jasa lingkungan, pertanian, kelautan, perikanan, transportasi, hingga industri sampah dan limbah. Dana yang tersedia hingga tahun 2022 mencapai Rp 14,52 triliun yang bersumber dari dana reboisasi, Global Enviromental Facility, Bank Dunia, Ford Foundation, dan sebagainya. Dana tersebut dapat dimanfaatkan oleh berbagai pihak termasuk Kementerian/Lembaga maupun Pemerintah Daerah ( Sumber: www.ekon.go.id, 2022)

Pemberdayaan Masyarakat   

Tujuan akhir dari Kabupaten Konservasi adalah menjamin sistem penyangga kehidupan dapat tetap berfungsi secara berkelanjutan, dan sumber daya alam dapat tetap terpelihara dengan baik.  Indikatornya adalah berlangsungnya kegiatan ekonomi ramah lingkungan dan terbentuknya masyarakat dengan kultur atau budaya konservasi, yakni masyarakat yang peduli dan sadar untuk menjaga sumber daya alamnya agar senantiasa bermanfaat secara berkelanjutan. Terbentuknya sumber daya manusia yang handal ini, diperlukan upaya-upaya pemberdayaan yang merupakan inti dari Kabupaten Konservasi. Salah satu peluang pemberdayaan masyarakat yang berada disekitar kawasan hutan adalah melalui "Kemitraan Kehutanan".  Karena itu agar Kabupaten Konservasi dapat menjadi pedoman, pengaturan, dan kepatuhan yang mengikat bagi semua elemen masyarakat perlu dituangkan kedalam Peraturan Daerah yang selama ini belum dimiliki oleh Lampung Barat.


RPJPD Lampung Barat Periode 2005-2025 akan berakhir, apakah Kabupaten Konservasi tetap menjadi komitmen daerah? ataukah terhenti sebatas jargon masa lalu, karena dianggap tidak cukup efektif mendukung kesejahteraan?  Semua kembali kepada masyarakat dan Pemerintah Kabupaten Lampung Barat untuk menentukannya. 

Semoga Hutan dan Kopi akan tetap menjadi dua sisi Gapura yang harmonis, elok, dan membanggakan. Salam Sehat, Tetap Produktif, dan Salam Lestari 


KABUPATEN KONSERVASI

Di tengah ...
panasnya Seminung,
dinginnya Pesagi, dan
gemuruhnya Sepapah,
Tegarlah engkau
wahai Amorphophallus !

Kala ... 
Sang Rigis, tak lagi mau peduli,
Tinggalkan Elephas tertunduk pilu,
Sisakan kabut, tutupi empati
Kukuhkan langkah, pupuskan ragu

Ingatlah ...
Kami bukanlah hari ini,
kami adalah masa depan,
dikala kalian tak lagi mampu
menggapai embun di Taman Pelangi

Disanalah ...
Nagari tersadar
arti  kami untukmu
Wahai tunas-tunas
Sekala Bghak !

Liwa, 22 Pebruari 2023

In Memoriam : Ir. Warsito & Uda Afrizal 

Terbaru

Selamat Datang 2024

"Hari ini tanggal 2 Januari 2024, pukul 07.32 WIB, hari pertama masuk kerja! Berdiri di barisan paling depan, acara apel pagi, di lapan...

Populer