Tampilkan postingan dengan label Celotehku. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Celotehku. Tampilkan semua postingan

Rabu, 31 Mei 2023

8 Dampak Kemarau dan Kekeringan yang Wajib Diwaspadai


Indonesia adalah negara tropis yang hanya mengenal dua musim iklim, yaitu musim penghujan dan musim kemarau.  Menurut informasi dari BMKG, musim kemarau tahun 2023 yang melanda Indonesia akan berlangsung lebih panjang dengan kondisi cuaca yang tidak seperti biasanya, dibandingkan tiga tahun sebelumnya.  Musim kemarau tahun ini diiringi dengan fenomena cuaca panas yang mengancam terjadinya bencana kekeringan. Kondisi cuaca panas perlu diwaspadai oleh pemerintah dan masyarakat,  karena berdampak buruk bagi kesehatan, lingkungan, maupun sektor ekonomi.

Fenomena cuaca panas di musim kemarau tahun ini, menurut Deputi Bidang Klimatologi BMKG, (Dodo Gunawan, 24 April 2023) yang dirangkum dari chanel liputan6.com, disebabkan oleh 5 (lima) faktor, yaitu: 

  1. Dinamika atmosfer yang tidak biasa. Salah satunya berupa fenomena El Nino, yaitu kondisi ketika suhu permukaan laut di kawasan Pasifik menjadi lebih hangat dari biasanya. Hal ini dapat mempengaruhi pergerakan angin dan pola cuaca di Indonesia, sehingga menyebabkan suhu udara yang lebih tinggi dari normal.
  2. Adanya gerak semu matahari. Gerak semu matahari ini menyebabkan terjadinya lonjakan panas di wilayah sub-kontinen Asia Selatan, kawasan Indochina, dan Asia Timur. Gerak semu Matahari merupakan suatu siklus yang biasa terjadi setiap tahunnya yang menandai masuknya musim kemarau.  Gerak semu matahari menyebabkan bentukan awan berkurang, dan meningkatnya suhu harian diatas suhu rata-rata. 
  3. Pemanasan global dan perubahan iklim. Meningkatnya emisi gas rumah kaca menyebabkan naiknya temperatur bumi dan memicu gelombang panas yang semakin sering terjadi. Gelombang panas akan terjadi 30 kali lebih sering akibat krisis iklim yang terjadi saat ini. Menurut World Meteorological Organization (WMO), gelombang panas atau dikenal dengan "Heat Wave" merupakan fenomena kondisi udara panas yang berkepanjangan selama lima hari atau lebih secara berturut-turut di mana suhu maksimum harian lebih tinggi dari suhu maksimum rata-rata hingga 5 derajat Celcius atau lebih.  
  4. Dominasi monsun Australia.  Dominasi monsun Australia yang membuat Indonesia memasuki musim kemarau. Pada musim kemarau, umumnya curah hujan di Indonesia akan menurun drastis dan suhu udara menjadi lebih tinggi.  Jumlah Zona Musim (ZOM) di Indonesia sebanyak 699 ZOM, dimana sekitar 430 ZOM (61,52%) memasuki awal musim kemarau pada kisaran bulan April – Juni 2023.  Puncak Musim Kemarau 2023 di sebagian besar wilayah Indonesia diprakirakan terjadi pada bulan Juli dan Agustus 2023 sebanyak 507 ZOM (72.53%).
  5. Intensitas maksimum radiasi matahari. Pada saat cuaca cerah, sinar matahari akan langsung masuk ke bumi dan memanaskan permukaannya. Hal ini menyebabkan suhu udara di Indonesia menjadi lebih tinggi dan dapat memicu terjadinya cuaca panas yang berkepanjangan. Untuk lokasi dengan kondisi cuaca cerah-berawan pada pagi sampai dengan siang hari dapat berpotensi menyebabkan indeks UV (ultraviolet) pada kategori “Very high” dan “Extreme” di siang hari.


Baca Juga:  Memperingati Hari Meteorologi, Mewaspadai Ancaman di Masa Depan 


Puncak Musim Kemarau 2023, sumber: BMKG

BMKG memprediksi musim kemarau di Indonesia akan terjadi mulai akhir bulan Mei hingga akhir bulan September.  Adapun, wilayah yang berpotensi kekeringan di Indonesia meliputi daerah-daerah yang terletak di bagian selatan khatulistiwa, seperti Wilayah Jawa Bali, Nusa Tenggara, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, dan sebagian besar pulau Sumatra bagian selatan. Sebagai bentuk konsekuensi dari terjadinya musim kemarau dan kondisi panas yang saat ini terjadi adalah ancaman bencana kekeringan. 

Propinsi Lampung terbagi menjadi 12 Zona Iklim (ZOM). Zona iklim tidak mengikuti batas administrasi kabupaten/kota.  Satu wilayah Kabupaten/Kota bisa memiliki lebih dari satu zona iklim (ZOM).  Misalnya di Kabupaten Lampung Barat, memiliki 4 ZOM, yaitu ZOM Lampung 09, Lampung 10, Lampung 11, dan Lampung 12. 

Diperkirakan Lampung Barat memasuki awal musim Kemarau pada bulan Mei – Juni. Bulan Mei Dasarian III meliputi wilayah Belalau dan Sumber Jaya bagian barat (ZOM Lampung 12). Bulan Juni Dasarian I meliputi wilayah sebagian kecil Balik Bukit bagian barat (ZOM Lampung 10) dan wilayah Danau Ranau, Balik Bukit, Belalau, Sekincau, Sumber Jaya (ZOM Lampung 09).  Bulan Juni dasarian II meliputi sebagian Belalau bagian barat (ZOM Lampung 11). 

Kabupaten Lampung Barat, tidak termasuk yang diprediksi akan mengalami dampak kekeringan ekstrim, namunpun begitu tetap harus diwaspadai karena berada dalam zona iklim dengan  sifat musim kemarau  di bawah kondisi normal, dengan durasi musim kemarau antara 9-12 dasarian (1 dasarian = 10 hari). 

Sifat musim kemarau, sumber: BMKG

Berikut beberapa dampak ikutan yang kemungkinan terjadi sebagai akibat musim kemarau dan kekeringan  yang perlu diwaspadai dan diantisipasi, agar tidak menimbulkan kerugian yang besar.  Simak ulasan berikut:

1. Ancaman Kepunahan Keanekaragaman Hayati 

Air merupakan komponen penyusun terbesar mahluk hidup, karenanya mahluk hidup sangat membutuhkan dan tergantung dengan sumber daya air agar terjamin keberlangsungan hidupnya.  Krisis iklim yang terjadi berupa musim kemarau dan cuaca panas yang panjang dan intensitas tinggi, pada dasarnya adalah juga menyangkut krisis air atau kekeringan.  Kekeringan menjadi ancaman terbesar akan keberadaan dan keragaman hayati pada ekosistem daratan atau terestrial.  Ancaman tersebut berupa menurunnya populasi dan keragaman sumber daya hayati, serta fungsi ekologis, seperti ditandai dengan ledakan spesies yang bersifat invasif, berkurangnya mikroorganisme pengurai, migrasi satwa,  menurunnya fungsi jasa ekosistem, dan punahnya keanekaragaman hayati di tingkat ekosistem terestrial, sebagai akibat terganggunya rantai makanan, serta rusaknya habitat akibat kekeringan. 

sumber: betahita.id

2. Bencana Kebakaran Hutan dan Lahan 

Kekeringan dapat memicu terjadinya kebakaran hutan dan lahan (kahutla). Kahutla sendiri menjadi ancaman terbesar meningkatnya laju kepunahan keanekaragaman hayati, polusi udara, dan meningkatnya CO2, sebagai unsur dari emisi gas rumah kaca, penyumbang terbesar terjadinya krisis iklim dan gelombang panas yang tengah terjadi saat ini.  Krisis Iklim – Kahutla – Punahnya Keanekaragaman Hayati – emisi gas rumah kaca menjadi seperti lingkaran setan yang akan semakin sulit teratasi. Kahutla, berpotensi terjadi pada lahan atau ekosistem yang mengalami open area atau terdegradasi  parah, lahan berupa savana, lahan gambut, ekosistem hutan musim dicirikan dengan tanaman yang menggugurkan daunnya pada saat kemarau, dan lahan budidaya pertanian maupun perkebunan.  Umumnya kahutla yang terjadi disebabkan oleh kecerobohan manusia, seperti membuka dan membersihkan lahan budidaya dengan sengaja dibakar, dan sisa bara api dari aktivitas berwisata camping atau hiking.

3. Meningkatnya jejak karbon memicu krisis iklim makin parah

Musim kemarau dan cuaca panas yang terjadi saat ini, diperkirakan justru memicu emisi gas rumah kaca semakin tinggi, khususnya di kawasan perkotaan. Produksi emisi gas rumah kaca yang berasal dari pendingin ruangan (AC), lemari pendingin (kulkas, freezer), polusi udara dari kabut asap, sampah makanan dan minuman, limbah pertanian, pembakaran bahan bakar fosil, pembakaran sampah dan gulma pertanian, kebakaran hutan dan lahan, penggunaan pestisida, penebangan pohon dan pengolahan kayu, cenderung akan lebih banyak dihasilkan di musim kemarau.

Kahutla sumber: lindungihutan.com

4. Penurunan produksi dan produktivitas sektor pertanian 

Kemarau panjang dan kekeringan menjadi momok bagi sektor usaha pertanian, yang meliputi sub sektor tanaman bahan makanan, perkebunan, perikanan, dan peternakan. Kekeringan memicu pertumbuhan tanaman yang tidak normal, kurangnya pakan hijauan bagi hewan ternak, dan resiko kematian ikan secara massal akibat naiknya temperatur dan menyusutnya perairan. Kemarau panjang dan kekeringan memicu peluang terjadinya kegagalan panen atau puso, rendahnya kualitas produk, dan membengkaknya biaya produksi, yang pada akhirnya akan mempengaruhi tingkat pendapatan rumah tangga, dan gangguan pada rantai pasok sektor industri dan perdagangan. Kemiskinan, krisis pangan dan kelaparan, lonjakan harga komoditas pertanian, serta perilaku “panic buying” atau “panik berbelanja”, merupakan efek negatif  selanjutannya yang juga perlu diwaspadai. 

5. Gejolak Ekonomi dan Ketenagakerjaan

Sebagai ilustrasi: sebanyak 133.704 jiwa dari total angkatan kerja sebesar 233.328 jiwa di Kabupaten Lampung Barat, bekerja atau berusaha di sektor pertanian.  Sektor pertanian merupakan sektor yang paling rentan terhadap krisis iklim. Artinya jika dikaitkan dengan musim kemarau dan potensi kekeringan, ada sekitar 57,3 % dari total angkatan kerja akan terpapar dampak ekonominya akibat kekeringan. Perhitungan kinerja ekonomi suatu wilayah diukur berdasarkan nilai PDRB (Produk Domestik Regional Bruto). Kemarau dan kekeringan akan memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan PDRB bagi daerah dengan struktur ekonomi yang mengandalkan pada lapangan usaha sektor pertanian, industri dan jasa pertanian. Seperti contoh di Lampung Barat, manakala harga kopi meningkat, justru produksi kopi mengalami penurunan. Hal lain yang perlu diwaspadai imbas dari kemarau panjang terhadap perekonomian dan ketenagakerjaan adalah migrasi penduduk musiman, maraknya usaha ekonomi ilegal dan greenwashing, tenaga kerja migran, tenaga kerja kasar (unskill), persaingan ekonomi yang tidak sehat, kelangkaan produk dan inflasi, kredit macet, serta  meningkatnya konflik ketenagakerjaan seperti misalnya pekerja dibawah umur.

6. Berkurangnya Ketersediaan Air Bersih

Di musim kemarau, curah hujan mengalami penurunan baik intensitas maupun frekuensi, sementara proses penguapan air akibat cuaca panas berlangsung secara masif. Ketidakseimbangan ini menyebabkan kandungan air baik dipermukaan tanah maupun di dalam tanah mengalami penyusutan dibawah kondisi normal. Kecepatan hilangnya air dipengaruhi dari kondisi hidrogeologi, tutupan lahan, suhu dan tekanan udara, serta intensitas cahaya matahari. Air merupakan kebutuhan esensial bagi mahluk hidup termasuk manusia. Asupan air berfungsi menjaga kadar cairan tubuh dari dehidrasi, sehingga tubuh terhindar dari gangguan fungsi pencernaan, penyerapan makanan, sirkulasi, ginjal, dan stabilitas suhu tubuh. Kekuatiran utama dari bencana kekeringan adalah kelangkaan akan ketersediaan air bersih yang layak dikonsumsi. Kelangkaan air bersih dapat memicu kepanikan dan konflik sosial. Contohnya fenomena “panic buying” air mineral yang pernah dialami oleh negara Malaysia akibat isu bencana kekeringan dan gelombang panas beberapa hari yang lalu.

kelangkaan air bersih, sumber: infopubliknews.com


7. Menurunnya Kualitas  Kesehatan

Cuaca panas yang terjadi pada saat musim kemarau menyebabkan seseorang gampang mengalami dehidrasi dan stress yang dapat menurunkan daya tahan tubuh. Peningkatan suhu udara, juga dapat memacu reproduksi beberapa serangga pembawa penyakit untuk berkembang biak lebih cepat.  Dampak kemarau dan cuaca panas, terhadap kesehatan lainnya yang penting untuk diwaspadai antara lain meningkatnya ISPA, persoalan sanitasi atau kesehatan lingkungan, serta kondisi gizi buruk dan stunting.

8. Permasalahan Sosial dan Ketertiban Umum

Musim Kemarau adakalanya diidentikan oleh masyarakat sebagai “musim paceklik” yang biasanya diiringi dengan kecenderungan meningkatnya permasalahan sosial dan ketertiban umum seperti kepanikan, kebencanaan, kasus kekerasan dalam rumah tangga, kasus perceraian, penipuan, pencurian dan penjarahan, human trafficking, prostitusi dan sebagainya.  Musim Kemarau yang panjang dengan potensi terjadinya bencana kekeringan, disisi lain masih menjadi tema yang menarik guna kepentingan sosial, politik dan akademis, misalnya dikaitkannya krisis iklim terhadap tanda-tanda akhir zaman, konten menarik guna mendapatkan dukungan politik, peluang untuk pengembangan ilmu pengetahuan, inovasi, teknologi, dan lain sebagainya. 


Musim kemarau merupakan fenomena alami dan biasa terjadi pada daerah atau negara yang dilalui oleh garis khatulistiwa, atau yang dikenal sebagai negara tropis. Perubahan iklim sebagai dampak peningkatan emisi gas rumah kaca semakin memperparah krisis iklim yang terjadi.  Krisis iklim tidak hanya menyebabkan terjadinya bencana banjir, angin puting beliung, tapi juga bencana kekeringan yang juga wajib untuk diketahui, diwaspadai dan diantisipasi.  

Antisipasi dampak kemarau dan kekeringan, tidak terlepas dari upaya adaptasi dan mitigasi perubahan iklim yang alurnya meliputi aspek perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan penegakan hukum. Upaya penanggulangan bencana kekeringan pada dasarnya adalah bagaimana pengelolaan sumberdaya air secara berkelanjutan, yang dilakukan melalui 3 upaya penting yaitu upaya konservasi, pemanfaatan, dan pengendalian daya rusak sumber daya air.  Semoga bermanfaat. 

--- Salam Lestari ---

Referensi:

  • Prakiraan musim kemarau di Propinsi Lampung, berita BMKG (Link: https://www.youtube.com/watch?v=J5E_RZOpN2k
  • Prakiraan Musim Kemarau Tahun 2023 di Indonesia. Pusat Informasi Perubahan Iklim Kedeputian Bidang Klimatologi, Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika. (dapat diunduh di www.bmkg.go.id.)
  • 5 Penyebab Cuaca Panas di Indonesia 2023, Dipengaruhi Gelombang Panas? (Link: https://www.liputan6.com/hot/read/5272256/5-penyebab-cuaca-panas-di-indonesia-2023-dipengaruhi-gelombang-panas)

Selasa, 17 Januari 2023

Bintelehan : Fenomena Kematian massal ikan di Danau Ranau dan Upaya Penanganannya

"Masyarakat Lumbok dan Kagungan dihebohkan dengan ratusan ton ikan di perairan danau Ranau mati secara mendadak. Kejadian bermula pada hari selasa, 10 Januari 2023 sekitar pukul 16.00 WIB dan terus berlangsung hingga sabtu (14/1). Awalnya hanya beberapa petak keramba jaring apung (KJA), tapi akhirnya menyebar hampir ke semua petak KJA. Diperkirakan jumlah ikan nila yang mati sebanyak 250 ton dengan nilai kerugian mencapai enam milyar rupiah lebih.”  

Begitulah rangkuman dari isi berita yang menjadi viral di media cetak dan elektronik di Lampung Barat.  Peristiwa yang disebut masyarakat setempat sebagai “bintelehan / mentilehan” memang sudah kerap terjadi.  Berdasarkan literatur yang Jejak Erwinanta peroleh fenomena bintelehan atau matinya ikan secara massal di danau Ranau, pernah terjadi pada tahun 1887, 1888, 1903, 1962, 1993, 1995, 1998,  2011, dan 2018. Pemicu munculnya fenomena bintelehan ini masih dalam proses investigasi oleh Dinas Lingkungan Hidup dan Dinas Perikanan Lampung Barat, semoga saja segera diketahui pemicunya ya Sob.  

Faktor Penyebab Munculnya Fenomena Bintelehan

bintelehan d. ranau

Fenomena kematian ikan secara massal, pada umumnya disebabkan karena kurangnya pasokan oksigen terlarut. Ada banyak faktor yang menjadi pemicunya, tapi kali ini Jejak erwinanta hanya merangkum 4 (empat) faktor yang dimungkinkan menjadi penyebab kematian ikan secara massal di danau Ranau.  Bisa merupakan satu faktor tunggal atau bisa juga kombinasi dari beberapa faktor dibawah ini:

Faktor pertama : "aktivitas sesar atau vulkanis" yang menyebabkan masuknya sulfur (belerang) atau asam sulfida (H2S) dari lapisan penutup (cap rock) ke dalam perairan danau.  Asam sulfida atau belerang ini bersifat racun yang ditandai dengan bau seperti “telur busuk” dan warna air danau keruh seperti susu. Danau Ranau merupakan danau bertipe tekto-vulkanik dengan gunung Seminung sebagai post kalderanya, dan masih aktif menghasilkan gas-gas vulkanis seperti H2S dan SO2.  Peristiwa bintelehan yang disebabkan gas vulkanik (H2S dan SO2)  di danau Ranau pertama kali dilaporkan pada bulan Desember 1887 - Januari 1888, dan terakhir di laporkan oleh Badan Geologi Bandung pada April 2011.  Bintelehan karena gas vulkanis (H2S), hingga kini masih dianggap sebagai pemicu utama kematian ikan secara massal di danau Ranau.  

Faktor kedua : "upwelling" atau umbalan yaitu gerakan massa air danau (pengadukan) secara vertikal karena adanya  perubahan suhu dan densitas massa air.  Perairan danau memiliki stratifikasi berdasarkan suhu, dikenal lapisan epilimnion di bagian atas dengan suhu relatif tinggi,   lapisan hipolimnion berada di bagian bawah danau dengan suhu lebih rendah, dan wilayah thermocline yang merupakan lapisan transisi antara epilimnion dan hipolimnion.  Turunnya suhu permukaan danau menyebabkan gerakan vertikal dimana massa air bawah yang mengandung gas H2S dan amoniak hasil respirasi organisme pengurai, bergerak ke permukaan dan menyebabkan ikan di dalam KJA mengalami keracunan.  Contoh kasus kematian ikan secara massal akibat upwelling terjadi di waduk Kedungombo pada tanggal 28 Mei 2019.

Faktor  ketiga : "eutrofikasi" atau meningkatnya kesuburan perairan danau sebagai akibat tingginya kandungan phospat. Eutrofikasi memicu terjadinya “over populasi” ganggang atau fitoplankton melebihi daya dukung sehingga perairan menjadi miskin akan kandungan oksigen terlarut. Intensifikasi budidaya perikanan yang melebihi daya dukung danau dapat pula menjadi pemicu eutrofikasi dan berkurangnya kadar  oksigen terlarut.  Eutrofik yaitu perairan dengan kadar unsur hara tinggi serta memiliki tingkat kecerahan dan kadar oksigen terlarut yang rendah (Effendi, 2003). Contoh kasus adalah kejadian kematian massal ikan di Haranggaol danau Toba pada bulan Mei 2016 karena KJA yang melebihi daya dukung.

Faktor keempat : "pencemaran air danau" oleh limbah rumah tangga, pertanian, dan industri yang menyebabkan perubahan pada pH air.  pH berhubungan erat dengan kandungan O2 terlarut, dimana pH rendah menunjukan pula kandungan oksigen terlarut yang rendah. Ekosistem perairan memiliki mekanisme penetralisir alami terhadap limbah yang dilakukan oleh bakteri yang disebut purifikasi. Dalam pemurnian limbah, bakteri memerlukan oksigen untuk bekerja mengurai limbah, sehingga perairan danau dapat mengalami kekurangan oksigen terlarut.   Pencemaran air danau tidak hanya menyebabkan ikan kekurangan oksigen,  tapi juga keracunan yang berujung pada kematian ikan secara massal.  Perairan danau yang tercemar dapat pula merangsang berkembangbiaknya patogen atau penyakit pada ikan.  Contoh kasus kematian ikan secara massal akibat pencemaran air terjadi di sungai Citarum pada tanggal 31 Juli 2020.   

Pemicu bintelehan tidak cukup hanya pendugaan saja, akan tetapi perlu dilakukan investigasi yang komprehensif, agar dapat diketahui secara pasti akar permasalahan utamanya. Apakah karena keracunan gas vulkanis (H2S, SO2), perubahan suhu (pengadukan/upwelling), kelebihan daya dukung (over populasi), dan kekurangan oksigen terlarut karena kondisi ekosistem danau Ranau yang tercemar,  sehingga bintelehan dapat diantisipasi dan diatasi secara cepat, dan tepat oleh semua pemangku kepentingan. 

Karakteristik Ekosistem Danau Ranau

Sebelum membahas mitigasi  bintelehan, dan guna memperkaya informasi tentang danau Ranau, baiknya kita mengenal terlebih dahulu karakteristik ekosistem danau Ranau.  Berhubung Jejak Erwinanta berasal dari Lampung Barat, maka hanya menyajikan profil ekosistem danau Ranau yang masuk wilayah administrasi Lampung Barat, jika Sobat punya informasi lainnya silahkan ditambahkan pada kolom komentar di bawah ya. 

Zona Ekosistem d. Ranau
Zona Ekosistem danau Ranau, JE 2022

Menurut Dr. Lukman, M.Si, Peneliti Limnologi LIPI (2020), Ekosistem danau memiliki 5 (lima) zona penting, yaitu Zona Limnetik, Zona Profundal, Zona Littoral, Zona Riparian, dan Zona Daerah Tangkapan Air (Catchment Area).  Zona-zona ini penting untuk diketahui karenai terkait dengan karaktertistik “morfometri danau”.  Morfometri danau adalah cabang dari limnologi yang mengukur bentuk badan air danau yang meliputi luas permukaan, volume, dan kedalaman rata-rata.  Pengukuran ini diperlukan untuk mengestimasi daya dukung perairan, laju produksi hayati, dan pemanfaatan ruang danau yang berkelanjutan. 

A. Zona Limnetik

Zona Limnetik merupakan daerah perairan terbuka dari danau yang masih terpengaruh oleh cahaya matahari yang mencukupi (trophogenik) atau wilayah dari badan air danau dimana cahaya matahari masih dapat menembus badan air secara efektif.  Komunitas danau yang berada pada zona ini adalah ikan, fitoplankton, dan zooplankton.  Berdasarkan hasil kajian Subagdja, et all. 2013, terdapat ± 21 jenis ikan yang hidup di danau Ranau. Jenis ikan yang mendominasi adalah ikan sebarau (Hampala macrolepidota), mujaer (Oreochromis mossambicus), dan kepor (Pristolepis grooti). Dua jenis ikan yang populasinya masih cukup banyak yaitu palau (Osteochilus vittatus) dan nila (Oreochromis niloticus). Ikan lain yang populasinya sedikit atau jarang adalah ikan baung (Hemibagrus nemurus), putak (Notopterus notopterus), keperas, selibak (Puntius sp), sepat (Trichogaster sp), kepiat (Puntius sp), gabus (Channa striata), piluk (Macrognathus sp), kalang (Clarias sp), betok (Anabas testudineus), bawal air tawar (Colossoma macropomum), tawes (Puntius javanicus) dan ikan mas (Cyprinus carpio). 

Luas zona limnetik danau Ranau yang berada di Kabupaten Lampung Barat ± 2.792,2 Ha.  Informasi penting dari zona Limnetik adalah tingkat kesuburan danau yang cenderung semakin meningkat ke kondisi eutropik (kesuburan tinggi) yang ditunjukan dari semakin tingginya kadar phospat.   

Kja 2015-2021
Perkembangan KJA,  JE, 2022
Keunikan lainnya adalah menyangkut pola aliran arus danau Ranau. Penelitian estimasi pola arus oleh Harsono dkk (2002), menyimpulkan bahwa  pola arus danau Ranau tidak dipengaruhi oleh debit aliran dari inlet.  Pola arus dipermukaan lebih dipengaruhi oleh “faktor Coriolis”, sedangkan pada lapisan-lapisan dibawahnya dipengaruhi oleh perbedaan “kepadatan air”.   Bentuk “arus Eddy” dijumpai hampir pada tiap lapisan. 

B. Zona Profundal

Zona Profundal merupakan bagian terdalam dari perairan danau yang tidak mendapatkan penetrasi efektif cahaya matahari (bagian gelap), menjadi tempat akumulasi berbagai hasil perombakan komponen autochtonous maupun allochtonous.  Autochtonous merujuk pada sumber bahan organik yang berasal dari perairan itu sendiri, sedangkan allochthonous istilah untuk bahan organik yang berasal dari ekosistem atau tempat lain yang terbawa masuk kedalam dasar danau.   Hasil ekspedisi Limnologi LIPI tahun 2002  di danau  Ranau menyimpulkan bahwa danau Ranau memiliki tingkat kesuburan mesotropic dan memiliki stratifikasi yang lemah.  Pada lapisan hipolimnion  mulai dari kedalaman rata-rata > 60 m sangat sedikit bahkan tidak lagi mengandung oksigen (anoxic) (kadar DO = 0 - 1,2 mg/l), mengandung H2S dan amonia (NH3) yang bersifat toksik, dan dasar danau memiliki tingkat konduktivitas yang tinggi.   

geologi & batrimetrik Ranau

Dasar danau Ranau tidaklah rata, merupakan tebing-tebing yang curam, bahkan ada yang berupa relung-relung yang sempit dan dalam.  Dibeberapa tempat antara desa Ujung - Heni Arong, terdapat singkapan-singkapan gas vulkan yang terperangkap di dalam tudung bebatuan (Cap Rock), yang sewaktu-waktu keluar akibat aktivitas vulkanologi gunung Seminung atau aktivitas sesar. Kedalaman rata-rata danau Ranau di bagian Lampung Barat berkisar antara 150-200 m, dan terdalam ± 225 m yang berada di  bagian barat daya Heni Arong dan Timur Laut Sukabanjar. 

C. Zona Littoral

Zona littoral merupakan daerah tepian danau yang merupakan perairan dangkal dengan ketersediaan sinar matahari yang cukup.  Zona Littoral merupakan daerah perairan yang produktif dan menjadi habitat penting biota danau.   Lebar Zona Littoral di wilayah Lampung Barat bervariasi antara 50 - 650 m, dengan kedalaman < 25 m. Tingkat kecerahan antara 0,5 – 7,5 m, dan kandungan oksigen terlarut antara 8,7 mg/l – 5,5 mg/l, serta kepadatan zoobentos pada kedalaman 1-25 m  sebanyak 13.021-15.741 individu/m2.  

Jejak Erwinanta membagi zona littoral di Lampung Barat kedalam 3 segmen, yaitu  zona littoral sempit < 100 m berada dari tanjung Cumalagi (KWT Lumbok Resort) hingga ke desa Heni Arong, merupakan zona Littoral yang curam. Pada zona littoral ini terdapat lepasan air panas yang berada di pekon Ujung. Zona littoral landai dengan lebar 250 m – 650 m berada di desa Lumbok hingga Keagungan, dan Zona Littoral antara 100 – 250 m berada dari Kaagungan hingga Tawan Sukamulya.  

eceng gondok & KJA

Hasil penelitian Sunanisari, 2002, Vegetasi air di zona Littoral danau Ranau didominasi kelompok Submerse, yaitu katagori tanaman terendam dan Free Floating (terapung bebas). Kelompok submerse didominasi adalah jenis Ceratophyllum demersum, Hydrilla verticillata, dan free floating adalah eceng gondok (Eichornia crassipes).  Eceng Gondok menjadi ancaman terhadap produktifitas zona littoral, disamping ancaman lainnya seperti keramba tancap, rapatnya keramba jaring apung, reklamasi dan sedimentasi. 

D. Zona Riparian

Zona Riparian merupakan daerah daratan yang menjadi batas dari ekosistem danau yang masih dipengaruhi oleh batas air tertinggi danau. Zona Riparian berisi vegetasi yang  menjadi filter terhadap komponen allochtonous yang dapat mengancam kesehatan danau.  

Zona Riparian berbeda dengan sempadan danau.  Sempadan danau adalah  Luasan lahan yang mengelilingi dan berjarak tertentu dari tepi badan danau yang berfungsi sebagai kawasan pelindung danau .  Garis sempadan danau ditentukan mengelilingi danau paling sedikit berjarak 50 m dari tepi muka air tertinggi yang pernah terjadi (Pasal 12 Permen PUPR Nomor: 28/PRT/M/2015 tahun 2015 tentang Penetapan Garis Sempadan Sungai dan Garis Sempadan Danau).  Idealnya garis sempadan danau ditentukan lebarnya dari zona riparian ditambah 50 m ke arah daratan. Luas zona Riparian danau Ranau di wilayah Lampung Barat: ± 60,2 ha, sedangkan luas sempadan danau di diukur dari zona Riparian ± 106  ha.  

riparian d ranau
zona Riparian (hijau), Sempadan (orange), JE 2022

Hasil penelitian Sunanisari (2002) teridentifikasi jenis vegetasi di  zona Riparian terdiri dari ± 17 jenis rumput-rumputan, 35 jenis herba, dan  ± 26 jenis vegetasi pohon hutan, dan ± 15 jenis tanaman budidaya.  Ancaman terhadap zona Riparian adalah konversi lahan menjadi permukiman dan areal terbangun lainnya, sehingga tidak ada lagi filter yang menyaring limbah pertanian dan rumah tangga ke perairan danau Ranau. 

E. Zona Daerah Tangkapan Air (Catchment Area)

Daerah tangkapan air  (DTA) adalah luasan lahan yang mengelilingi danau dan dibatasi oleh tepi sempadan danau sampai dengan punggung bukit pemisah aliran air (Pasal 1 ayat 12 Permen PUPR No.:  28/PRT/M/2015).  Luas DTA Ranau berdasarkan data BBWSS VIII tahun 2021 ± 491.7  km2. Sedangkan luas DTA Ranau di Lampung Barat ± 240 km2, yang terdiri dari DTA Lumbok ± 85 Km2 dan DTA Warkuk ± 155 Km2.  DTA Ranau juga berperan penting dalam memilihara kelestarian cekungan air tanah (CAT) Ranau, yang merupakan CAT lintas propinsi.  Luas CAT Ranau ± 1.501 km2. CAT adalah suatu wilayah yang dibatasi oleh batas dan tempat semua kejadian hidrogeologis seperti proses pengimbuhan, pengaliran, dan pelepasan air tanah. (Pasal 1 ayat 3 Peraturan Pemerintah RI No. 43 Tahun 2008 tentang Air Tanah).  

Informasi penting dari daerah tangkapan air, adalah data tentang tata guna lahan, atau tutupan lahan.  Berdasarkan peta tutupan lahan dari luas DTA yang berada di Lampung Barat sekitar 24,15% merupakan kawasan hutan, 67,45% merupakan lahan budidaya pertanian lahan kering, dan sekitar 6,25% adalah budidaya  pertanian lahan basah.      


Baca Juga:  | Danau Ranau - Kemilau Masa Depan |


Mitigasi Bintelehan 

Jika melihat karakteristik ekosistem danau Ranau, maka pemicu terjadinya bintelehan bisa berasal dari dalam ekosistem danau Ranau atau berasal dari luar ekosistem danau Ranau.  Mungkin kita tidak mampu mencegah datangnya “bintelehan”, tapi bisa meminimalisir kerugian yang terjadi. Berikut beberapa saran dan masukan guna mengantisipasi “bencana bintelehan”:

  • Menetapkan SOP dan membangun kelompok Nelayan KJA yang responsive terhadap Bintelehan dan peduli akan kesehatan ekosistem danau Ranau.

Jika puluhan ton ikan mati tidak cepat tertangani tentunya akan menambah persoalan baru yang mengancam kesehatan masyarakat dan ekosistem danau secara luas. Untuk itu perlu dibangun kelompok nelayan KJA layaknya seperti satgas yang responsive terhadap bencana bintelehan, mulai dari upaya pencegahan, kesiapsiagaan, evakuasi, hingga penanganan kedaruratan. Penanganan bintelehen melibatkan banyak pihak, karenanya perlu dituangkan kedalam SOP yang jelas, agar setiap elemen mampu menjalankan aktivitas dengan tepat, cepat, efektif, efisien, dan terhindar dari kesalahan.  

SOP penanganan
Contoh Bagan alir penanganan kematian ikan di danau (Puspasari, et. al., 2017).


  • Menetapkan, mengatur, dan mengendalikan produksi perikanan budidaya agar tidak melebihi daya dukung dan daya tampung danau Ranau.  

Perairan danau yang terlalu subur (eutrofik-hipereutrofik) berpeluang terjadinya bintelehan semakin sering terjadi, dan tentunya danau semakin tidak cocok sebagai lokasi usaha budidaya KJA.  Berdasarkan Dokumen Instrumen Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Prioritas Lumbok Seminung (Danau Ranau), Kementerian ATR/BPN (2020), telah memberikan rekomendasi tentang kapasitas   produksi perikanan budidaya KJA di danau Ranau yakni sebesar 336 ton/tahun untuk target kesuburan rendah (oligotropik) dan 3.702 ton/tahun untuk target kesuburan sedang (mesotropik), dengan luas   yang disarankan ±  61,65 Ha.   Target produksi ini bisa digunakan sebagai indikator dalam rangka pemanfaatan dan pengendalian ruang perairan danau Ranau, agar tidak melebihi daya dukung danau Ranau. Selain itu, usaha budidaya KJA yang dilakukan juga harus mengacu pada Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor KEP. 02/MEN/2007 Tentang Cara Budidaya Ikan Yang Baik.

  • Pemasangan Early Warning System (EWS)
Salah satu teknologi EWS adalah buoy PLUTO yang pernah diujicobakan di waduk Jatiluhur, waduk Cirata, dan Danau Maninjau tahun 2015 oleh Pusat Pengkajian dan Perekayasaan Teknologi Kelautan, Kementerian Kelautan dan Perikanan. Prinsip kerja teknologi EWS adalah merekam parameter perairan seperti kondisi oksigen, suhu, TDS (Total Dissolved Solid), DO (Dissolved Oxygen), H2S (Hidrogen Sulfida), dan pH.  Perubahan kondisi parameter dari normal menjadi tidak normal akan memprediksi munculnya bintelehan. Kelemahan dari teknologi ini adalah segi biaya yang tidak murah dan pemeliharaannya harus dilakukan secara kontinu sepanjang tahun (Sulaiman, 2020, p 65).

  • Memperbaiki teknik budidaya dan manajemen pemberian pakan ikan yang efisien dan ramah lingkungan. 
Salah satu upayanya adalah dengan mengurangi kepadatan tebar. Padat tebar yang terlalu tinggi akan mengakibatkan kompetisi dalam memperebutkan ruang, makanan dan oksigen.  Padat tebar optimal untuk budidaya jenis ikan nila di dalam KJA adalah sekitar 20-109 ekor/m2.  Teknologi pemberian pakan ikan terapung dengan kandungan phospat dalam pakan maksimal 1% akan mengurangi dampak penyuburan perairan danau (Sulaiman, 2020).  Opsi lainnya adalah dengan mengaplikasikan teknologi KJA ramah lingkungan seperti KJA SMART dan KJA Berlapis (jaring ganda), serta metode pemberian pakan ikan yang efisien seperti metode 90% Satiation Feeding, dan  Protein Sparring.
  
  • Mempertahankan kualitas perairan danau 
Melalui upaya-upaya pengendalian pencemaran limbah organik di  DTA danau, seperti program sanitasi atau penyehatan lingkungan permukiman, penerapan budidaya pertanian organik yang ramah lingkungan,  pembangunan IPAL,  kampanya dan advokasi lingkungan hidup, dan sebagainya.     


Inilah lima hal yang Jejak Erwinanta sarankan, semoga bermanfaat ya.  Yuuk Kita Selamatkan danau Ranau agar terus memberikan manfaat hingga generasi di masa depan.  Salam Sehat, Salam Lestari.


“... dan janganlah kalian berbuat kerusakan di bumi setelah (diciptakan) dengan baik, berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut dan penuh harap. Sesungguhnya kasih sayang Allah sangat dekat dengan orang-orang yang berbuat baik...”    QS. Al-A’raf ayat 56



Referensi:

Zaenudin, Akhmad, et all. 2011. Studi Awal Fenomena Kematian Ikan di Danau Ranau, Sumatera Selatan. Jurnal Lingkungan dan Bencana Geologi, Vol 2. No. 2. Edisi Agustus 2011.  Badan Geologi. Bandung. Halaman 77-94

Subagdja, et all. 2013. Laporan Teknis Ekologi, Biologi dan Kapasitas Penangkapan Sumberdaya Ikan di Danau Ranau Provinsi Sumatera Selatan.  Balai Penelitian Perikanan Perairan Umum. Kementerian Kelautan dan Perikanan.

Mengenal Ekosistem Danau (Sumber: http://www.limnologi.lipi.go.id/newsdetail.php?id=1020)

Eutrofikasi Penyebab Kematian Massal Ikan (Sumber: http://lipi.go.id/berita/single/Eutrofikasi-Penyebab-Kematian-Massal-Ikan/10464)

Sulaiman, P.S., et all. 2020.  Upaya Pencegahan dan Penanggulangan Kematian Massal Ikan di Danau dan Waduk. Jurnal Kebijakan Perikanan Indonesia, Volume 12 Nomor 2 November 2020.  


Kamis, 08 Desember 2022

Konflik Gajah antara Solusi dan Resolusi ?

Gajah Sumatera, foto: WCS, 2022

Assalamu'alaikum ... 

Salam Rimba Lestari ...

Sobat Jejak Erwinanta dimanapun berada dan apapun keadaannya tetaplah tersenyum, karena senyum itu adalah ibadah..

Bicara konflik memang tidak melulu manusia versus manusia saja, ternyata manusia dengan satwa pun bisa berkonflik.  Seperti halnya di daerah kami di Lampung Barat, peristiwa gajah masuk kampung bukanlah berita hoax, tapi memang benar-benar terjadi.  

Setidaknya sejak tahun 2018 hingga kini, masyarakat di Kecamatan Suoh dan Bandar Negeri Suoh, kerap menjadi langganan kunjungan mamalia bertubuh besar dan berbelalai ini, walau tidak sampai menimbulkan korban dikedua belah pihak, tapi menyisakan traumatik bagi keduanya.  

Gajah tidak lagi seperti "Bona - Gajah Kecil Berbelalai Panjang..." tapi dianggap mahluk menakutkan yang tidak layak untuk hidup berdampingan, mungkin begitu pula pikiran gajah  kepada manusia...  Semoga tidak begitu ya, karena sesama mahluk Allah, dilarang saling menzholimi... hi hi hi.

Berbagai upaya mitigasi sudah dilakukan mulai dari pembentukan satgas, pengusiran, pemasangan GPS, hingga penyiapan pakan gajah, bahkan wacana untuk relokasi gajah pernah dicetuskan.   Namun  semua upaya tersebut belum membuahkan hasil yang memuaskan, dan bahkan pemerintah daerah dianggap kurang responsif dan lambat dalam penangannya.    

Menurut Jejak Erwinanta - wajar jika penanganan konflik satwa memerlukan suatu proses yang panjang, mahal dan rumit - ini adalah buah dari suatu konsekuensi dan resiko, manakala pemanfaatan habitat satwa dilakukan secara tidak bijaksana, seperti itulah fakta yang kemudian akan terjadi.  

Daripada energi habis hanya untuk saling menyalahkan, baiknya semua elemen kembali melakukan islah, duduk dalam satu meja untuk merumuskan "Roadmap" penanganan konflik gajah secara komprehensif, dilandasi dengan kesadaran yang tinggi, komitmen dan rasa tanggung jawab yang kuat untuk berkontribusi secara nyata sesuai kemampuannya masing-masing, dimulai dari tahap penyusunan, perumusan kesepakatan, dan pelaksanaannya. 

Jejak Erwinanta mencoba memberikan sumbangan pemikiran, terkait penanganan konflik gajah dan manusia, - semoga yang sedikit ini dapat memberikan manfaat yang besar - dalam rangka melindungi keberlangsungan kehidupan gajah dan manusia.  

"Bayangkan jika gajah di Lampung punah, lantas mau diganti apa maskot Lampung kedepannya ?"  

Ada 5 (lima) tawaran resolusi yang dapat dijabarkan kedalam langkah-langkah solusi penanganan konflik gajah sumatera dengan manusia, melalui "Roadmap" yaitu: 

1. Samakan Visi

Yakinkan bahwa  Allah menciptakan segala sesuatu tidaklah sia-sia

Begitulah kenapa gajah itu ada, artinya keberadaannya pastilah punya peranan penting di dalam sistem biosfer.  Erwinanta tidak mengatakan menyamakan persepsi tapi lebih pada menyamakan visi.  Dengan Visi, penanganan konflik satwa dan manusia tidaklah hanya bersifat kedaruratan, dan antisipatif, tapi berdimensi jangka panjang, simultan dan sistematis serta bertujuan untuk merubah mindset misalnya "dari konflik menjadi berkah".  

Hasil analisa fishbone yang Jejak Erwinanta lakukan, teridentifikasi 5 (lima) tema kerentanan yang dapat diturunkan dan dijabarkan ke dalam misi dan strategi penanganan konflik satwa dan manusia, yaitu:  Kapasitas Ekosistem, Kapasitas Sumber Daya Manusia,  Program dan Inovasi, Political Will, dan Market Share. 

2. Rekayasa Ruang Konflik

Ibarat mengatasi kemacetan lalu lintas, selalu ada upaya yang namanya rekayasa lalu lintas.  Mungkin pendekatan ini dapat dilakukan guna mengurai dan menemukenali pemicu terjadinya gajah keluar dari jalur yang seharusnya. Gajah memerlukan ruang gerak, begitu juga manusia memerlukan ruang untuk hidup, karenanya perlu dirumuskan seperti apa merekayasa ruang gerak dan hidup yang berkeadilan itu, karena bukan berarti  keduanya bisa berjalan dalam garis marka yang sama (Baca: dalam hutan konservasi TNBBS). 

Titik tekan disini adalah bagaimana merevitalisasi koridor satwa, yang merupakan filter terakhir antara habitat manusia dan habitat satwa.  Rencana Pemulihan Ekosistem (RPE) menjadi penting untuk disusun dan dievaluasi.  RPE merupakan salah satu rencana teknis yang dapat dijadikan "guideline" dalam "merekayasa ruang konflik", karenanya pendekatan teknokratik menjadi penting dalam penyusunan dokumen RPE. Baiknya RPE juga dapat disosialisasikan kepada para pemangku kepentingan yang wilayahnya beririsan dengan Taman Nasional.     


Ilustrasi Rekayasa Ruang Konflik Gajah & Manusia, analisa pribadi, 2022 


3. Pengakuan atas Hak Gajah

Gajah memiliki kehidupan yang bersahaja, baginya yang penting cukup makan, cukup minum, dan aman dari ancaman, tidak butuh aktualisasi diri apalagi berebut status dan jabatan.  Status Konservasi gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) saat ini masuk katagori terancam dengan status IUCN adalah kritis, diperkirakan jumlah gajah sumatera yang ada di TNBBS tahun 2017 sebanyak 122 ekor (Kepadatan: 9 ekor/100 km2) dan mengalami penurunan dibandingkan dengan tahun 2002 (kepadatan 18 ekor/100 km2) (Laporan WCS, 2019). 

Gajah merupakan komponen penting dalam piramida ekologi khususnya di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan.  Seandainya gajah sumatera punah, Kita akan kehilangan warisan plasmanutfah paling berharga sedunia, dan ancaman bencana ekologi yang lebih luas, sebagai akibat terputusnya salah satu mata rantai makanan dalam ekosistem. 

4. Pemberdayaan Masyarakat

Idealnya kehidupan masyarakat bukanlah di dalam hutan,  (catatan: bukan dimaksudkan sebagai suku tradisional yang secara norma sosial menempatkan hutan sebagai bagian dari penghidupannya yang tidak dapat dipisahkan). Jika faktanya masih ada dijumpai masyarakat berdomisili di dalam kawasan hutan artinya ada "sesuatu" yang menjadi kekeliruan dan harus diperbaiki. 

Tidak dapat dipungkiri bahwa masyarakat yang ada disekitar kawasan hutan, secara kultur adalah masyarakat agraris, dimana lahan dengan budidaya pertanian menjadi properti penting penghidupannya.   Kekeliruan yang perlu diperbaiki adalah menyangkut posisi, luas penguasaan, teknik pengolahan lahan, dan jenis tanaman yang dibudidayakan.  Kopi merupakan salah satu tanaman budidaya yang tidak disukai oleh gajah sumatera.    

Sebagai konsep solusi dari resolusi pemberdayaan masyarakat ini adalah pada penekanan terhadap "Kepedulian" bukan hanya semata penegakan atas "hak azazi manusia"

5. Hubungan Kemitraan yang Harmonis

Keterlibatan banyak pihak diperlukan guna mengatasi ketimpangan pendanaan, inovasi & program, dan personil. Resolusi konflik gajah, dan penyalamatan kehidupan satwa kunci lainnya, sangat tergantung dengan seberapa berperannya lembaga-lembaga terkait dalam memberikan kontribusinya, baik diukur dari waktu, dana, maupun program dan seberapa kuat hubungan kemitraan yang terjalin.  Telah dibentuknya Tim Koordinasi maupun Tim Satgas dari tingkat Propinsi hingga Desa, merupakan peluang strategis sebagai stimulan membangun hubungan kemitraan yang kuat.  

Hubungan kemitraan yang harmonis tidaklah segampang penyebutannya, ada 3 (tiga) prinsip kemitraan, yaitu kesetaraan (equity), transparansi (transparancy), dan saling menguntungkan (mutual benefit), yang kadang justru menjadi celah meruntuhkan bangunan kemitraan yang sudah terbangun.  


Inilah 5 (lima) hal yang coba Jejak Erwinanta tawarkan untuk dapat digodok menjadi peta jalan (Roadmap) tentang resolusi dan solusi penanganan konflik satwa dan manusia, khususnya di Lampung Barat dan Propinsi Lampung pada umumnya  .... Tiada gading yang tak retak ...  Semoga konflik cepat teratasi, dan masyarakat dapat tersenyum kembali ...   Wassalam.


Baca juga: | Wana Wisata dan Kebangkitan Ekonomi Hijau |     

   


Terbaru

Selamat Datang 2024

"Hari ini tanggal 2 Januari 2024, pukul 07.32 WIB, hari pertama masuk kerja! Berdiri di barisan paling depan, acara apel pagi, di lapan...

Populer