Setiap daerah pasti memiliki tugu atau monumen sebagai penanda tentang identitas atau karakteristik dari kawasan dimana tugu atau monumen tersebut berada. Sebagai penanda, tugu atau monumen berfungsi sebagai media komunikasi visual suatu peristiwa sejarah, ketokohan atau kepahlawanan, keunikan atau “branding”, tradisi dan adat istiadat (culture). Sebuah tugu atau monumen tidak hanya dituntut dengan bentuknya yang artistik dan estetik, tapi juga mampu mendeskripsikan nilai-nilai filosofi maupun makna secara jelas, dan tidak multitafsir, agar fungsi dan tujuan pembangunannya dapat diterima publik secara baik dan positip. Tugu atau monumen dapat menjadi landmark sekaligus “orientasi” dari pertumbuhan suatu kawasan, bahkan bisa menjadi wisata kota yang dikenal dengan nama “city tour”.
Tugu Ara Liwa, 2018 |
Begitu pula halnya dengan Tugu Ara Liwa yang terletak di Kelurahan Pasar Liwa, Kecamatan Balik Bukit, Kabupaten Lampung Barat. Tugu setinggi ± 10 m ini berada di simpang tiga ruas jalan yang menghubungkan jalan propinsi Liwa – Ranau OKU Selatan, dan jalan nasional yang menghubungkan Liwa – Krui dan Liwa – Bukit Kemuning. Tugu Liwa seolah-olah menjadi perekat ke-3 arah tujuan ini, bahkan dijadikan semacam kompas jika pengendara kebingungan mencari arah menuju Muara Dua atau ke arah Bengkulu.
Sebelum bentuknya yang sekarang, Tugu Liwa dikenal dengan nama Tugu Merdeka. Tugu Merdeka ini berbentuk kerucut setinggi ± 4 m, dan bagian atasnya terdapat ornamen berbentuk “siger” dan dibawahnya bertuliskan nama tempat tujuan. Tugu Merdeka selain penanda pusat Kota Liwa merangkap pula fungsinya sebagai rambu penunjuk arah.
![]() |
Tugu Merdeka Liwa 1995, sumber: @liwakruiheritage_ |
Mungkin karena alasan ini, Bupati Lampung Barat I Wayan Dirpha (Periode 1997-2002) menggagas untuk dilakukannya perubahan terhadap bentuk desain dan makna dari Tugu Merdeka, agar lebih mencerminkan karakteristik alam dan budaya Lampung Barat yang unik dan khas. Hanya saja kapan dimulainya pembangunan fisik Tugu Liwa, masih belum Jejak Erwinanta peroleh secara pasti. Ada yang menyampaikan bahwa perencanaan teknisnya disusun pada tahun 2000 dimasa Bupati I Wayan Dirpha dan pembangunan fisiknya dimulai pada masa Bupati Erwin Nizar (Periode 2002-2007). Jika sobat ada yang mengetahui sejarah pembangunan tugu ini, bantu di share di kolom komentar ya.
Kini Tugu Ara Liwa tidak hanya menjadi simbol dari eksistensi masyarakat Adat Lampung Barat, akan tetapi menjadi ikon dan landmark kota Liwa. Tidak hanya itu, Tugu Ara Liwa juga digunakan sebagai logo dan merk dagang berbagai produk khas Lampung Barat. Ibarat sebuah buku, Tugu Ara adalah Sampul dan Mukadimahnya.
Seorang sahabat pernah bertanya, “Apa makna tugu ini? Bentuknya unik, ikonik, dan tak lazim sebagai tugu pada umumnya, seperti parabola beruas tiga”. Waktu itu saya jawab sekenanya saja “Mungkin karena ada di simpang tiga”, dan sahabat itupun hanya tersenyum mesem, mungkin dibenaknya berkata “Syukur cuman tiga, jika macam simpang lima Semarang, banyak kali ruasnya ini tugu...”.
Selaku warga Liwa, kadang jadi malu sendiri, karena hampir tiap hari antar jemput anak sekolah dan antar istri ke pasar, selalu melewati tugu ini, tapi belum mengetahui arti dan maknanya. Nah berikut informasi yang berhasil Jejak Erwinanta himpun dari berbagai sumber terpercaya tentang arti dan makna Tugu Ara Liwa, silahkan disimak ya.
![]() |
Tugu Ara Liwa dilihat dari atas, 2018 |
Pada bagian atas tugu yang mirip parabola terbalik dianalogikan sebagai “Tajuk” yang tersusun melingkar berjumlah 12 dengan anak tajuk berjumlah 12 pula. Jika dijumlahkan menjadi 24 yang menandakan sebagai hari jadi Lampung Barat yaitu tanggal 24. Dibawah tajuk ada “tangkai daun/cabang” sebanyak 9 buah menandakan bulan ke 9 (September) sebagai bulan lahirnya Lampung Barat. Tinggi tugu ± 9 m dengan dudukan alas setinggi ± 1 m yang menandakan tahun berdirinya Lampung Barat yakni pada tahun 1991. Jika digabungkan tajuk, tangkai daun, dan tinggi tugu menandakan hari jadi diresmikannya Kabupaten Lampung Barat pada tanggal 24 September 1991.
![]() |
Tugu Ara Liwa, 2018 |
Tangkai daun/cabang sebanyak 9 buah menandakan pula kesepakatan Sembilan Marga Lampung yang memberikan Tanah Ulayatnya sebagai Cagar Alam yang saat ini dikenal sebagai Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS). TNBBS ditetapkan oleh UNESCO pada tahun 2004 sebagai warisan dunia hutan hujan tropis Sumatera.
Dibawah tangkai daun terdapat 4 buah bulatan yang merupakan ikon “buah kopi”. Kopi robusta melambangkan hasil bumi utama dan sokoguru perekonomian Lampung Barat. Angka 4 juga menggambarkan ekoregion dan geostrategis Lampung Barat yang meliputi Daerah Pesisir (sekarang menjadi Kabupaten Pesisir Barat), Dataran Rendah, Dataran Menengah, dan Dataran Tinggi.
Terdapat 4 buah Danau yaitu Danau Ranau, dan 3 Danau di Suoh (danau Lebar, danau Asam, dan danau Minyak), 4 buah gunung tertinggi yaitu Gunung Pesagi, Gunung Seminung, Gunung Sekincau, dan Bukit Subhanallah, serta 4 buah sungai besar yang menjadi hulu dari sistem Daerah Aliran Sungai (DAS) yaitu Way Warkuk (DAS Musi), Way Semaka (DAS Semaka), Way Umpu (DAS Mesuji), dan Way Besai (DAS Tulang Bawang). Empat Geostrategis yaitu: konservasi, agriculture (kopi), pariwisata, dan energi baru terbarukan.
Tajuk, Cabang, Buah, Tunas, Akar - Tugu Ara Liwa, 2015 |
Di bagian bawah dari ikon buah kopi, terdapat bentuk yang menyerupai “tunas” yang mirip ornamen paku sura, dan diselingi dengan bentuk ornamen yang menyerupai “akar nafas” dibagian sisi bawahnya. Baik tunas maupun “akar nafas” masing-masing berjumlah 4 buah. Tunas melambangkan Kebuwayan, sedangkan “akar nafas” melambangkan Kepaksian. Empat Kebuwayan dan Kepaksian tersebut yaitu: Umpu Bejalan Di Way (Paksi Buay Bejalan Di Way), Umpu Belunguh (Paksi Buay Belunguh), Buay Nyerupa (Paksi Buay Nyerupa), dan Umpu Pernong (Paksi Buay Pernong).
Apa perbedaan Kebuwayan dengan Kepaksian ? Sejujurnya Jejak Erwinanta sendiri belum banyak mengetahuinya. Adapun yang Jejak Erwinanta ketahui bahwa persekutuan Kepaksian ini membentuk Kerajaan Sekala Brak, yang menjadi cikal bakal suku bangsa Lampung. Kerajaan Sekala Brak diperkirakan sudah ada sejak abad ke-3 masehi.
Tugu Ara Liwa, memang bukan peninggalan arkeologis, tapi suatu karya seni modern yang berhasil memadukan sejarah, karakteristik alam, eksistensi dan nilai-nilai luhur budaya kedalam bentuk seni rupa 3 dimensi. Tugu Ara Liwa mungkin akan mengalami perubahan, tereduksi atau tereliminasi oleh berbagai alasan kepentingan, namun makna dan falsafah yang ditampilkannya saat ini, penting untuk dipertahankan dan terus dikomunikasikan sebagai literasi khususnya kepada generasi muda Lampung Barat.
Kesan dari Tugu Ara Liwa bagi Jejak Erwinanta bahwa “Lampung Barat eksis, karena keluhuran nilai-nilai sosial budaya masyarakatnya”, dan “Lampung Barat maju, karena keberagaman dalam persatuan yang menjadi kekuatannya”. Semoga Tuhan Yang Maha Esa menjaga Kabupaten Lampung Barat tetap lestari, kondusif, makmur dan sejahtera ... aamiin.
Dan semoga apa yang disajikan ini semakin menambah kecintaan dan kebanggan untuk bumi Lampung Barat yang semakin baik. jika ada beberapa informasi yang kurang pas dan kurang lengkap, bisa Sobat tambahkan dan sempurnakan di kolom komentar ya.
Salam Sehat ... Salam Lestari.
Terimakasih untuk:
Rekan-rekan di WAG Silaturahmi Bidang Fisik Bappeda Lampung Barat, dan senior-senior di PKBI Lampung Barat, sukses dan sehat selalu untuk kalian.
Referensi:
Kepaksian Sekala Brak (sumber: http://p2k.unimus.ac.id/id1/3058-2937/Kepaksian-Sekala-Brak_41700_kepaksian-sekala-brak-unimus.html)
Mantap, salam lestari..
BalasHapusSaran saja, baiknya makna tugu ini ditetapkan melalui keputusan bupati agar maknanya bisa dibakukan.
BalasHapus