Minggu, 25 Desember 2022

Warisan Geologi itu bernama Suoh

Assalamualaikum, Salam Rimba Lestari...

Sahabat, tak terasa perjalanan kita sudah sampai dipenghujung tahun, semoga Allah Yang Maha Esa masih memberikan kesempatan dan kekuatan agar kita mampu melangkah di etape berikutnya.  Aamiin.

Sahabat ... kali ini Jejak Erwinanta akan memperkenalkan satu kawasan di Kabupaten Lampung Barat yang tengah didorong untuk ditetapkan sebagai Taman Bumi atau Geopark.  Kawasan itu bernama "Suoh", yang pada tahun 1933 pernah menyajikan fenomena alam yang spektakuler, dimana menurut Jurnal USGS tahun 1983, fenomena ini hanya ada dan terjadi di 14 lokasi di dunia.  Tak salah bila Parosil Mabsus (Bupati Periode 2017-2022), menjuluki kawasan ini sebagai "Kehidupan di Jalur Kematian".   Suoh sebagai Geopark tidak hanya akan menambah khazanah taman bumi nusantara, akan tetapi juga semakin mendongkrak popularitas destinasi wisata di Lampung Barat.  

Ada dua julukan bagi Kawasan Suoh, yaitu pertama Suoh sebagai "enclave" dari kawasan hutan konservasi TNBBS, dan  kedua sebagai "depresi" atau cekungan yang merupakan morfologi geologi dari adanya aktivitas aktif sesar semako.  Terkait ini, Jejak Erwinanta, pernah mendapatkan informasi dari sahabat di UPT Geoteknologi LIPI Liwa, bahwa cekungan suoh ini bertambah sepanjang 1 cm setiap tahunnya.  Sayangnya UPT LIPI ini sudah tidak berkantor lagi di Liwa. 

Edukasi Kebumian Suoh (foto: Firdaus)

Suoh diibaratkan seperti biji kopi, dimana bagian tengahnya dibelah oleh aliran sungai Way Semaka, membentuk dua wilayah Kecamatan, yaitu Kecamatan Suoh di sisi barat hingga selatan, dengan jumlah desa sebanyak 7 pekon, dan Kecamatan Bandar Negeri Suoh (BNS) dibagian sisi utara hingga tenggara, dengan jumlah desa sebanyak 10 pekon. 

Cekungan Suoh merupakan flood plain atau dataran banjir sungai Way Semaka, yang subur dan berpotensi sebagai pertanian lahan basah.

"Sungai Way Semaka yang berhulu di gunung Pesagi dan bermuara di Teluk Semaka ini tidak hanya sebagai saksi bisu sejarah dari suatu keunikan proses geologi tapi juga menjadi saksi sejarah atas peradaban dan penyebaran dari marga-marga Lampung Saibatin".

Berdasarkan peta geologi  Belanda lembar Kota Agung, yang diterbitkan tahun 1930, kawasan suoh memiliki 3 bagian cekungan, yaitu cekungan Antatai, cekungan Suoh, cekungan Tekor Berak (sekarang bernama Rowo Rejo). Cekungan Suoh merupakan cekungan yang terluas diantara ketiganya yang merupakan hamparan rawa-rawa yang subur, dengan jenis batuan endapan aluvium.   Di cekungan suoh terdapat lepasan uap panas berupa fumarol dan solfatara yang mengandung SiO2 dan H2S yang tersebar di bagian barat laut hingga gunung Sekincau.  Permukiman hanya ada di bagian sisi kanan sungai Way Semaka, terdapat 6 (enam) permukiman lama yang tercatat di peta ini, yaitu Antatai, Banjar Negeri, Negeri Ratu, Tanjung Jati, Kejadian, Bandar, dan 1 (satu) permukiman berstatus umbul (permukiman musiman) yaitu Tekor Berak.  Permukiman lama ini ada yang berubah nama dan ada pula yang tidak dijumpai lagi.  Permukiman ini terhubung oleh jalan onderlag yang sekarang bernama jalan propinsi ruas Pekon Balak - Suoh.  Adapun  ketiga danau yang ada saat ini, belum tergambar di peta geologi tahun 1930.

Cekungan Suoh terbentuk melalui proses yang dinamai pull apart basin atau cekungan pisah tarik, yaitu cekungan sedimen yang terbentuk karena tarikan kerak bumi pada suatu lengkung tarik dalam sistem sesar yang bernama jalur subduksi semangko.  Di wilayah Sumatera bagian Selatan terdapat 3 (tiga) segmen cekungan, yaitu segmen Muara Labuh - Sungai Penuh, segmen Manna - Musi, dan segmen Ranau - Suoh.  Cekungan yang terbentuk dari proses pull apart basin diyakini kaya akan potensi kandungan panas bumi (geothermal),  mengandung mineral bahan tambang,  bahkan ada kemungkinan mengandung potensi gas dan minyak bumi.  Potensi ini berpeluang mendatangkan kemakmuran bagi wilayah yang memilikinya.  Diperkirakan cekungan suoh terbentuk sejak akhir masa Palezoikum hingga Mesozoikum.  

Salah satu geyser dari 7 geyser yang muncul
paska ledakan freatik suoh, Stehn, 1933

Akan tetapi terkait terbentuknya kaldera suoh masih menjadi perdebatan, beberapa ahli menyimpulkan bahwa kaldera suoh terbentuk karena aktivitas tektonik melalui proses pull apart basin, cekungan yang terbentuk memiliki lapisan yang dangkal dan terisi oleh "vein system" sebagai intrusi lapisan magma, sehingga bermunculan panas bumi dipermukaannya.  

Para ahli lainnya menyimpulkan kaldera suoh terjadi sebagai hasil dari proses evolusi tekto-vulkanik, layaknya danau Ranau, yang diawali dengan proses tektonik membentuk cekungan yang diikuti adanya aktivitas magmatik yang membentuk gunung api setinggi 1000 mdpl, dan selanjutnya mengalami erupsi hingga membentuk kaldera seluas 16 x 8 km, dimana post calderanya kembali mengalami erupsi pada tahun 1933. Mewariskan 3 danau indah nan ikonik yang terletak pada Zona Pemanfaatan TNBBS yang oleh Balai Besar TNBBS diperuntukan sebagai Ekowisata Danau Suoh.  

Satu-satunya literatur yang menjelaskan secara rinci tentang peristiwa kaldera suoh hingga terbentuknya danau Suoh, dipublikasikan oleh ahli geologi Belanda bernama Dr. CH, E, Stehn, pada jurnal  Natuurkundig Tijdschrift voor Nederlandsch - Indie pada tahun 1934 dengan judul artikelnya "Die Semivulkanischen Explosionen Des Pematang Bata, in der Soeoh Sinke (Sud Sumatra) im Jahre 1933".   

Jurnal yang mengulas peristiwa
gempa liwa tanggal 25 Juni 1933,
dan erupsi lembah Suoh Juli 1933

Insya Allah, pada kesempatan lain Jejak Erwinanta akan berbagi cerita tentang proses terbentuknya danau suoh sebagai bagian dari geosite suoh. Mulai dari kejadian gempa tanggal 25 Juni 1933 hingga erupsi lembah suoh pada bulan Juli - Agustus 1933.  

Gagasan suoh sebagai Geopark dicetuskan pertama kali pada saat FGD review RTRWK Lampung Barat pada tanggal 14 Oktober 2016, yang kemudian dipertegas kembali oleh Bupati Lampung Barat pada hari Senin tanggal 3 Februari 2020, dihadapan seluruh Kepala OPD,  yang kemudian ditindaklanjuti oleh  Balitbangda Lampung Barat hingga saat ini.

"Mengapa Geopark menjadi penting bagi Lampung Barat? "

Untuk menjawabnya, ada baiknya dipahami dahulu definisi geopark.  Peraturan Presiden RI Nomor 9 tahun 2019 tentang Pengembangan Taman Bumi dan Peraturan Menteri ESDM Nomor 31 tahun 2021 tentang Penetapan Taman Bumi (Geopark) Nasional, telah memberikan penjabaran yang jelas tentang Geopark, tatacara pengusulan, penetapan, hingga pengelolaan.  Geopark didefinisikan sebagai wilayah geografi tunggal atau gabungan, yang memiliki Situs Warisan Geologi (Geosite), dan bentang alam yang bernilai, terkait aspek Warisan Geologi (Geoheritage), Keragaman Geologi (Geodiversity), Keanekaragaman Hayati (Biodiversity), dan Keragaman Budaya (Cultural Diversity), serta dikelola untuk keperluan konservasi, edukasi, dan pembangunan perekonomian masyarakat secara berkelanjutan dengan keterlibatan aktif dari masyarakat dan Pemerintah Daerah, sehingga dapat digunakan untuk menumbuhkan pemahaman dan kepedulian masyarakat terhadap bumi dan lingkungan sekitarnya.

Apa yang diuraikan diatas, semuanya ada tersembunyi di cekungan suoh, tinggal bagaimana Pemerintah Daerah dapat mengidentifikasinya dan mengemasnya sebagai point of interest dari Geopark yang diusulkan.  Berikut beberapa point of Interest untuk memperkaya nilai usulan Geopark Suoh:

Sisi geosite: cekungan suoh menyajikan bentang alam yang unik, langka dan bernilai tinggi bagi edukasi kebumian, seperti hamparan pasir silika, geothermal, dan kaldera suoh.  Termasuk  batu obsidian yang dikenal oleh masyarakat sekitar sebagai batu "gudu" dapat menambah nilai keragaman geologi.  Sebaiknya keragaman geologi ini tidak hanya terfokus di cekungan suoh saja tetapi juga di kecamatan lainnya, seperti bentang alam dari formasi Ranau di Way Robok, danau Ranau, dan cekungan Gedung Surian. Cekungan Suoh adalah akhir suatu kisah bagaimana bukit barisan dan pulau Sumatera dilahirkan.

Geosite suoh nan indah (foto koleksi Firdaus)

Sisi keragaman hayati, cekungan Suoh dikelilingi oleh Ekosistem Hutan Hujan Tropis Sumatera yang telah ditetapkan oleh UNESCO sebagai warisan dunia pada tahun 2004,  merupakan habitat gajah sumatera, badak sumatera, dan harimau sumatera yang populasinya mulai terancam.  Dalam sekala lokal atau setempat ditemukan berapa jenis vegetasi hutan rawa yang masih tersisa dan mampu beradaptasi dengan kondisi lingkungan yang ekstrim.  Produk budidaya seperti kopi robusta, coklat, beras hitam, dan madu lebah klanceng dapat menambah nilai keragaman hayati (Biodiversity)

Selain seni dan budaya,  keberadaan situs megalitikum di Rowo Rejo, dan dibeberapa situs arkeologis lainnya di sepanjang DAS Way Semaka, turut menambah nilai poin dari sisi cultural diversity.

Melirik sebaran Geopark di Indonesia melalui jendela peta Geopark Indonesia di situs Bappenas RI.  Di pulau Sumatera saat ini baru ada 6 (enam) Geopark yang sudah ditetapkan, yaitu Geopark Toba, dan Geopark Belitung sebagai Global Geopark UNESCO, 3 (tiga) Geopark Nasional di Sumatera Barat, dan 1 (satu) Geopark Nasional yang tengah diusulkan ke UNESCO sebagai Global Geopark, yaitu Geopark Merangin Propinsi Jambi.  

Semoga Geopark Suoh Lampung Barat segera menyusul menjadi yang ke-tujuh di Pulau Sumatera.  "Mohon doanya ya sahabat semoga upaya Pemkab Lampung Barat ini dapat membuahkan hasil sesuai harapan."

Simak Juga:  | Danau Suoh: Jejak Erupsi Freatik pada Jalur Tektonik |

Referensi: 

Pull Apart sebagai Indikator Mineral Deposit South Sumatera Basin di Suoh, Lampung Barat  

Identification  of Geodiversity and Geosite Assessment around Geohazard Area of Suoh Aspring Geopark in West Lampung, Sumatera, Indonesia

Historical Unrest at Large Calderas of The World - USGS Publication



1 komentar:

  1. mungkinkah suatu saat kita punya suaka margasatwa yang khusus melindungi harimau sumatera?

    BalasHapus

Terbaru

Selamat Datang 2024

"Hari ini tanggal 2 Januari 2024, pukul 07.32 WIB, hari pertama masuk kerja! Berdiri di barisan paling depan, acara apel pagi, di lapan...

Populer