Jumat, 02 Desember 2022

Hutan Penyangga Kehidupan Negeriku ... [Part 2]

Assalamu'alaikum ... Salam Rimba Lestari


Alhamdulillah, bisa berjumpa kembali dengan sobat lestari, semoga hari ini, Allah - Tuhan YME - senantiasa memberi kesehatan, keberkahan, dan rezeki yang melimpah ... aamiiin.  
Kali ini Kami akan  berbagi informasi - tentunya masih tentang kawasan hutan di Lampung Barat, - agar nyambung dengan judul postingan sebelumnya 😁 - mudah-mudahan bisa menambah wawasan  - syukur-syukur bisa membuka peluang eco-entrepreneurship melalui berbagai pemberdayaan masyarakat ... agar  "Hutan Lestari Masyarakat Sejahtera" bisa benar-benar memiliki hubungan korelasi yang signifikan .... 😁😁😁   


Boschareaalkaart Benkoelen
(Sumber: Leiden Univ. Lib.)

Sejarah pengelolaan hutan secara hukum tertulis, sebagaimana disadur dari situs Simpasdok KPH+ dimulai sejak masa Pemerintah Hindia Belanda dengan diberlakukannya Reglemen tentang hutan pada tanggal 10 September 1865. Hukum kehutanan ini mengalami berbagai perubahan hingga diberlakukannya Ordonansi Hutan dan Jawatan Kehutanan pada tahun 1927.  

Baik  Reglemen maupun Ordonansi Hutan, - berlaku untuk pengelolaan hutan negara di Jawa dan Madura - sedangkan untuk wilayah sumatera khususnya di  Lampung masa itu, apakah juga diberlakukan ketentuan yang sama ya? 

Dari beberapa referensi yang kami baca... kesimpulannya yang namanya penjajah ya tetap saja punya aturan yang timpang - begitu juga aturan kehutanan, walau tujuannya mulia guna menjaga kelestarian hutan, tetap saja dalam prakteknya dilakukan secara deskriminatif lebih-lebih kepada pribumi. 

Peraturan reglemen melarang rakyat untuk menebang pohon dan menjual kayunya, kecuali untuk membangun rumah, hutan desa atau hutan marga dikuasai dan menjadi milik negara, rakyat hanya boleh memanfaatkan ranting, dan daunnya saja, siapa yang melanggar dikenakan sanksi yang berat .... wew mungkin ini yang menjadi tujuan pengelolaan hutan zaman penjajah dulu, "Hutan Lestari, Masyarakat Sengsara" ....😢

Informasi dan sejarah kehutanan di luar Jawa dan Madura sangatlah minim, satu-satunya informasi yang didapat adalah peta kawasan Hutan  Keresidenan Bengkulu tahun 1939 - judulnya Boschareaalkaart - Dienstring Zuid Sumatra. Res. Benkoelen - yang Kami peroleh dari mengunduh di situs Digital Collections - Leiden University Libraries - mungkin maksud peta ini adalah terkait penyerahan  kawasan hutan sumatera bagian selatan kedalam wilayah administrasi Keresidenan Bengkulu.  

Pada peta berskala 1:500.000 ini, disebutkan bahwa kawasan hutan di Keresidenan Bengkulu terbagi menjadi dua region, yaitu region Barat Laut Bengkulu [disimbolkan dengan huruf "A"],  region Tenggara Bengkulu  [disimbolkan dengan huruf "B"],  membagi menjadi 5 (lima) Wilayah Hutan, yaitu wilayah hutan I (Muko-muko), II (Rejang Lebong), III (Barisan - Dempo), IV (Barisan - Bepagut), dan V (Krui), serta 54 satuan register hutan.

Pada pojok kanan bawah peta tertulis: "Boschareaalkaart Volgens de instructie vastgesteld bij het rondschrijven v/d Adviseur v/d Dienst der Bosschen in de Buitengewesten Nr. 28/B.G./34, Bijgewerk 13 December 1938.  Behoort bij memorie van overgave van den Resident van Benkoelen in 1939,  vide schrijven Opperhoutvester van Palembang en Benkoelen d.d. 26 januari 1939 No 528/5"  (... nah silahkan terjemahkan sendiri ya ... 😂) 

Pada masa Pemerintahan Hindia Belanda - Kawasan Hutan di Lampung Barat yang ada saat ini, dahulunya masuk wilayah administrasi Onder Afdeeling Krui  dengan Wilayah Hutan V, yang meliputi satuan hutan register 9 B Gunung Seminung, 17 B Serarukuh, 22 B Kubu Nicik, 43 B Krui Utara, 44 B Way Tenong - Kenali, 45 B Rigis, 46 B Sekincau, 47 B Bukit Penetoh, 48 B Palakiah, dan 49 B Krui Barat.  

Register  Hutan Nomor 22 B Kubu Nicik, 46B Sekincau, 47B Bukit Penetoh, dan 49B Krui Barat,  saat ini menjadi bagian dari Kawasan Hutan Konservasi Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS). TNBBS ditetapkan melalui Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 4703/Menlhk-PKTL/KUH/2015, tanggal 26 Oktober 2015,  wilayahnya mencakup dua propinsi yaitu Propinsi Lampung dan Bengkulu. Pengelolaan TNBBS dilakukan oleh Balai Besar yang berkantor di Kota Agung, Tanggamus, Propinsi Lampung.   Pada Tahun 2004, TNBBS ditetapkan oleh UNESCO sebagai Warisan Dunia Hutan Hujan Tropis Sumatera, bersama 2 (dua) taman nasional lainnya di sumatera yaitu Taman Nasional Gunung Leuser, dan Taman Nasional Kerinci Seblat.  

Register hutan lainnya, seperti reg. 9B, 17B, 43B, 44B, 45B, dan 48B, pada saat ini difungsikan sebagai Kawasan Hutan Lindung. Status sudah "Penetapan" terdiri dari Hutan Lindung 9B, 17B, dan 48B, sedangkan sisanya masih berupa "Penunjukan".  Pengelolaan dilakukan oleh UPT KPH II Liwa Dinas Kehutanan Propinsi Lampung.

Foto-foto jadul pemanfaatan hutan untuk berbagai kepentingan zaman Pemerintahan Belanda (Sumber diunduh dari Leiden University Libraries) - beberapa peristiwa kembali terulang di Zaman Now. 


Pembukaan Hutan untuk Perkebunan Kopi di Way Lima, 1896

Penguasaan Hutan Adat menjadi Hutan Negara, 1915

Pembukaan hutan untuk jalan Liwa - Krui, 1915-1920 

Tulang Gajah Betina di Kedaton, 1932

Perburuan Beruang di Bengkulu, 1933

Pembukaan hutan untuk lahan transmigrasi di Metro, 1935

Zaman memang sudah berubah, tetapi beberapa aktivitas manusia terhadap sumber daya hutan dari dulu hingga sekarang (lihat foto diatas) ternyata relatif masih sama, seperti konversi hutan menjadi lahan perkebunan atau pertanian, penguasaan lahan ulayat menjadi hutan produksi, pembangunan jalan dan terfragmentasinya habitat satwa, konflik satwa & perburuan liar, serta alih fungsi lahan hutan untuk permukiman.  

Dari sini dapat disimpulkan, bahwa manusia tidak bisa terlepas dari hutan, karenanya antara hutan dan manusia perlu dibangun tata hubungan yang harmonis, agar proses ekologi dapat terjaga dan berjalan dengan baik guna menjaminan keberlangsungan kehidupan,  peningkatan  kesejahteraan, dan mutu kehidupan manusia itu sendiri.  Hutan dengan berbagai tipe ekosistem merupakan sistem penyangga kehidupan yang perlu dipelihara dan dilindungi. 

Sebenarnya apa sih yang dimaksud dengan 'Sistem Penyangga Kehidupan" ?  UU Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, pasal 6 menjabarkan bahwa Sistem Penyangga Kehidupan merupakan satu proses alami dari berbagai unsur hayati dan non hayati yang menjamin kelangsungan kehidupan makhluk, dan di pasal 7 menyatakan bahwa Perlindungan Sistem Penyangga Kehidupan ditujukan bagi terpeliharanya proses ekologis yang menunjang kelangsungan kehidupan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mutu kehidupan manusia.  Sayangnya aturan hukum turunannya berupa Peraturan Pemerintah terkait tata cara penetapan wilayah, pola pembinaan, dan pemanfaatan guna perwujudan tujuan perlindungan sistem penyangga kehidupan, belum disahkan. 

Uraian diatas memberikan pemahaman bahwa ekosistem hutan merupakan sistem penyangga kehidupan, karenanya hutan yang lestari menjadi suatu yang penting dan wajib dipertahankan, jika manusia ingin kehidupan dan kesejahteraannya tercukupi dengan baik.  

Lantas bagaimana pilihan terbaik anda jika dihadapkan pada dua kondisi ini yaitu kondisi pertama dimana "hutan lestari, tetapi masyarakatnya sengsara" dan kondisi kedua dimana  "hutannya rusak, tapi masyarakatnya sejahtera". Mana diantara kedua kondisi ini yang anda pilih ? ....

Sebelum memilih, baiknya anda renungkan dulu ayat ini:  



Semoga Allah SWT memberikan ilmu yang bermanfaat dan menerima amal baik kita hari ini...

Selamat beristirahat ... Wassalam

Liwa, 2 Desember 2022 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terbaru

Selamat Datang 2024

"Hari ini tanggal 2 Januari 2024, pukul 07.32 WIB, hari pertama masuk kerja! Berdiri di barisan paling depan, acara apel pagi, di lapan...

Populer