Tanggal 21, 22, dan 23 Maret, merupakan hari spesial bagi masyarakat peduli lingkungan di seluruh dunia, karena dengan mengenang ke tiga hari peringatan ini, seolah memberikan petunjuk penting kepada kita, fenomena alam di masa depan yang bakal dihadapi apabila ketiga makna dibalik peringatan ini kita abaikan. Apa saja hari peringatan dibalik ketiga tanggal tersebut yang patut Sahabat ketahui ? Silahkan disimak ya Sob.
Tanggal 21 Maret : Hari Hutan Internasional (International Day of Forests)
Pada awalnya tanggal 21 Maret diperingati sebagai Hari Kehutanan Dunia (World Forestry Day) yang ditetapkan pada saat Konferensi Food and Agriculture Organization (FAO) ke-16 pada tahun 1971. Kemudian pada tahun 2012, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melalui sidang umum yang diselenggarakan pada tanggal 28 November 2012, merubah World Forestry Day menjadi International Day of Forests yang ditetapkan melalui resolusi PBB 67/200. Sejak saat itu, setiap tanggal 21 Maret diperingati sebagai Hari Hutan Internasional.
Hutan dan Kesehatan, sumber: JE |
Penetapan Hari Hutan Internasional, dilatarbelakangi dengan keberadaan dan kondisi hutan yang semakin berkurang baik luasan maupun fungsinya. PBB mencatat setiap tahunnya sekitar 13 juta hektar area hutan di bumi hilang akibat deforestasi maupun kebakaran. Deforestasi menyebabkan musnahnya ekosistem yang mengayomi 80% keanekaragaman hayati yang ada didalamnya, dan menyebabkan pula 12-18% emisi karbon dunia tidak terserap. Emisi karbon atau emisi gas rumah kaca menyebabkan terjadinya perubahan iklim, yang memicu munculnya berbagai bencana ekologis seperti banjir dan longsor yang kian marak terjadi.
Berdasarkan Vademecum Kehutanan tahun 1976, tipe hutan di Indonesia berdasarkan pembentukannya terbagi menjadi formasi Klimatis (terbentuk karena faktor iklim) dan formasi edafis (terbentuk karena faktor tanah). Tipe hutan yang termasuk formasi klimatis adalah hutan hujan tropis (tropical rain forest), hutan musim (mansoons forest), dan hutan gambut (peat forest). Tipe hutan yang termasuk formasi edafis, yaitu hutan payau (mangrove forest), hutan rawa (swamp forest), dan hutan pantai (littoral forest). Masing-masing Tipe Hutan ini memiliki ciri-ciri khas yang ditunjukan dari keunikan jenis vegetasi yang tumbuh didalamnya, seperti: meranti (Shorea spp) di hutan hujan tropis, ramin (Gonystylus bancanus) di hutan gambut, bakau (Rhizophora spp) di hutan mangrove, dan jati (Tectona grandis) di hutan musim.
Nah bisa dibayangkan bagaimana dampaknya terhadap iklim dan tanah, jika tipe-tipe hutan ini lenyap dari bumi Indonesia?
Manusia sejak peradaban zaman batu hingga zaman digital tidak terlepas hidupnya dari hutan. Hutan memiliki manfaat langsung (tangible) dan manfaat tidak langsung (intangible) bagi kehidupan manusia. Manfaat langsung hutan antara lain penyedia bahan baku berupa kayu dan non kayu bagi kebutuhan hidup manusia seperti sandang, pangan, papan. Sedangkan manfaat tidak langsung antara lain pengawetan plasmanutfah (biodiversity), bank genetik berbagai obat-obatan, menjaga kesuburan lahan, penyedia oksigen dan penyerap emisi karbon, pengaturan siklus hidrologi, dan yang terpenting adalah menjaga temperatur bumi tetap stabil.
“Hutan dan Kesehatan”, menjadi tema peringatan Hari Hutan Internasional Tahun 2023. Apa makna tema ini ? Silahkan Sobat renungkan sendiri ya.
Tanggal 22 Maret : Hari Air Sedunia (World Water Day)
Hari Air Sedunia dimulai pada tahun 1992 saat Konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang Lingkungan dan Pembangunan di Rio de Janeiro. Majelis Umum PBB menetapkan resolusi yang menyatakan setiap tanggal 22 Maret sebagai Hari Air Sedunia. Peringatan pertama Hari Air Sedunia dilakukan setahun kemudian, di tahun 1993. Tujuannya adalah untuk mensikapi berbagai isu seputar penyelenggaraan sumber daya air dan menyadarkan masyarakat dunia akan pentingnya air bersih dan pengelolaan sumber air yang berkelanjutan.
Tema Hari Air Sedunia tahun 2023 adalah “Accelerating Change” yang membahas tentang upaya mempercepat perubahan untuk mengatasi krisis air dan sanitasi serta bagaimana kita mampu melindungi dan memelihara sumber daya air secara lestari. Tujuan utama Hari Air Sedunia saat ini adalah guna mendukung pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan yang ke-6: “Air dan sanitasi untuk semua”.
Legenda burung kolibri untuk Hari Air Sedunia, sumber: Kementerian PUPR, 2023 |
Bappenas RI memperkirakan bahwa tahun 2045, Indonesia akan mengalami krisis air bersih, sebagai akibat dari perubahan iklim, kerusakan ekosistem hutan dan DAS sebagai catchment area yang tidak mampu diatasi. Diperkirakan proporsi luas wilayah krisis air akan meningkat dari 6 persen pada 2000 menjadi 9,6 persen pada 2045, dan menurut data BPS (2020), ketersediaan air per kapita per tahun di Indonesia pada 2035 hanya akan tersisa 181.498 meter kubik. Jumlah tersebut berkurang jauh dibanding ketersediaan air per kapita per tahun pada 2010 yang masih berada pada angka 265.420 meter kubik.
Untuk menjaga agar air senantiasa tersedia dengan kuantitas dan kualitas yang memadai, perlu dilakukan upaya konservasi air. Berdasarkan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air, konservasi sumber daya air dapat dilakukan melalui upaya:
- Perlindungan dan pelestarian sumber air, terhadap kerusakan atau gangguan yang disebabkan oleh daya alam dan yang disebabkan oleh tindakan manusia. Contohnya dengan tidak menebang pohon dan melakukan penghijauan di daerah resapan air.
- Pengawetan air, bertujuan untuk memelihara keberadaan dan ketersediaan air sesuai dengan fungsi dan manfaatnya. Dilakukan dengan cara menghemat penggunaan air, mengelola air hujan menggunakan kolam tandon, biopori atau sumur resapan.
- Pengelolaan kualitas air, dengan cara memperbaiki kualitas air pada sumber air dan prasarana sumber daya air.
- Pengendalian pencemaran air, dilakukan dengan cara mencegah terjadinya pencemaran pada sumber air dan prasarana sumber daya air, yaitu dengan tidak membuang sampah ataupun limbah yang belum diolah ke sumber air.
Air tidak hanya untuk air minum, tapi juga untuk mendukung sektor ekonomi seperti pertanian, perkebunan dan perikanan, lantas masihkah kita tidak peduli dengan kondisi sumber air kita?
Mari kita wariskan mata air, jangan air mata kepada para generasi penerus kita.
Tanggal 23 Maret: Hari Meteorologi Sedunia (World Meteorological Day)
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) membentuk badan meteorologi bernama World Meteorological Organization (WMO) pada tanggal 23 Maret 1950. Tanggal itulah yang kemudian dijadikan sebagai peringatan Hari Meteorologi Sedunia atau World Meteorological Day setiap tahunnya. WMO merupakan badan khusus PBB yang membidangi masalah cuaca dan iklim, hidrologi, dan ilmu geofisika. WMO beranggotakan 193 negara.
Meteorologi berasal dari bahasa Yunani “meteoros” yang berarti benda-benda di udara (atmosfer), dan “logos” yang berarti ilmu, Meteorologi kemudian didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari tentang cuaca. Cuaca yaitu keadaan atmosfer dalam jangka waktu tertentu dengan wilayah yang sempit, sedangkan Iklim adalah keadaan rata-rata cuaca dalam waktu yang lama (sekitar 30 tahun) dan mencakup wilayah yang luas. Unsur-unsur pembentuk cuaca dan iklim adalah suhu, kelembaban, angin, intensitas cahaya matahari, dan curah hujan.
Contoh pernyataan tentang cuaca: Hari ini Liwa diguyur hujan lebat, cuaca ekstrim diperkirakan akan melanda dibeberapa kecamatan untuk 2 hari kedepan. Contoh pernyataan iklim: Curah hujan di Lampung Barat lebih dari 2.500 mm/tahun, diperkirakan musim kemarau tahun ini lebih panjang dari tahun sebelumnya.
Hari Meteorologi Sedunia 2023 mengangkat tema “The future of weather, climate, and water across generations”. Tema tersebut dapat diterjemahkan sebagai “masa depan cuaca, iklim, dan air untuk lintas generasi”. Tujuan dari tema ini adalah guna mendukung pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan ke-13 yaitu Penanganan Perubahan Iklim. Berdasarkan UU No. 31 Tahun 2009 tentang Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika, perubahan iklim adalah berubahnya iklim yang diakibatkan, langsung atau tidak langsung, oleh aktivitas manusia yang menyebabkan perubahan komposisi atmosfer secara global serta perubahan variabilitas iklim alamiah yang teramati pada kurun waktu yang dapat dibandingkan.
Salah satu upaya strategis mengatasi perubahan iklim adalah meningkatkan pendidikan, penumbuhan kesadaran, serta kapasitas manusia dan kelembagaan terkait mitigasi, adaptasi, pengurangan dampak dan peringatan dini perubahan ikim (target 13.3.).
Faktor dan Dampak Perubahan Iklim, sumber Ditjen PPI, 2019 |
Baca Juga:
Membina "Keluarga Peduli Lingkungan", mengapa begitu penting?
Strategi Konservasi: Manajemen atasi Bencana Ekologis
Peringatan dunia tentang hari Hutan, Air, dan Meteorologi yang berurutan dimulai dari tanggal 21-23 maret, walau berlatar sejarah yang berbeda, tapi seolah menunjukan bahwa hutan, air dan cuaca memiliki satu hubungan linear yang sama, yakni berpengaruh terhadap penghidupan manusia dimasa depan. Menjaga hutan berarti kita menjaga air dan cuaca tetap berjalan secara teratur dan seimbang.
“Dan bila dikatakan kepada mereka, ‘Janganlah kalian membuat kerusakan di muka bumi !’ Mereka menjawab, ‘Sesungguhnya kami orang-orang yang mengadakan perbaikan’,” (Al-Baqarah ayat 11).
Mungkin masa depan sudah tidak kita rasakan, tapi janganlah generasi masa depan, mengutuk perbuatan kita di masa kini karena keserakahan terhadap alam yang kita perbuat. Tiada hutan, tiada lagi air yang layak, dan tiada lagi keadaan cuaca yang nyaman, jangan tinggalkan bencana untuk anak cucu kita.
--- Salam Lestari ---
Tidak ada komentar:
Posting Komentar