Rabu, 28 Juni 2023

Sejarah Perumusan Pancasila dan Pengamalan Butir-butir Pancasila

Bulan Juni merupakan bulan yang penuh makna bagi bangsa Indonesia, pada bulan inilah lahir Pancasila sebagai dasar negara dan sekaligus ideologi bangsa, yang diistilahkan oleh Ir. Soekarno sebagai  philosofische grondslag (filosofi dasar) dan weltanschauung (pandangan hidup) bagi sebuah negara yang merdeka.  

Kata "Pancasila" sendiri disampaikan dalam pidato Ir. Soekarno di depan sidang BPUPKI pada tanggal 1 Juni 1945, yang kemudian melalui Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2016 ditetapkanlah tanggal 1 Juni sebagai "Hari Lahir Pancasila", yang kini diperingati setiap tahunnya.

Walaupun Ir. Soekarno yang mencetuskan nama “Pancasila”, namun rumusan lima sila yang mencerminkan falsafah dan pandangan hidup bangsa Indonesia tersebut, tidaklah lahir dari gagasan Bung Karno semata. Tokoh nasional lainnya seperti Mohammad Yamin dan Mr. Soepomo turut berkontribusi menyampaikan konsep dasar-dasar negara, yang disampaikan pada sidang pertama BPUPKI tanggal 29 Mei - 1 Juni 1945. 

Berbagai Rumusan Pancasila

Untuk menyempurnakan rumusan Pancasila dan dasar-dasar negara, dibentuklah Panitia Sembilan pada tanggal 18 Juni 1945, yang diketuai oleh Ir. Soekarno (Partai Nasional Indonesia), dengan anggota terdiri dari: Agoes Salim (Serikat Islam), Abikoesno Tjokrosoejoso (Partai Syarikat Islam Indonesia), Wahid Hasjim (Nahdlatul Ulama), Abdoel Kahar Moezakir (Muhammadiyah), Mohammad Hatta (Partai Nasional Indonesia), Achmad Soebardjo (anggota BPUPKI), Mohammad Yamin (Pusat Tenaga Rakyat), Alexander Andries Maramis (Perhimpunan Indonesia). 

Panitia sembilan terdiri dari 4 orang dari unsur kelompok islam dan 5 orang dari unsur kebangsaan (nasionalis).  Panitia Sembilan bertugas mengumpulkan berbagai aspirasi dari para anggota BPUPKI tentang dasar negara pada masa reses untuk dibahas pada sidang BPUPKI berikutnya (10-17 Juli 1945), dan merumuskan rancangan naskah "mukadimah undang-undang dasar Indonesia".

Hasil kerja dari Panitia Sembilan disampaikan oleh Ir. Soekarno, dihadapan  BPUPKI pada tanggal 22 Juni 1945, berupa naskah Mukadimah Undang-Undang Dasar Indonesia, yang oleh Mohammad Yamin  diberi nama "Piagam Jakarta" atau “Jakarta Charter”.   Didalam Piagam Jakarta memuat rumusan lima sila Pancasila, yang tertuang pada alinea ke-4. Adapun bunyi Piagam Jakarta sebagai berikut:
 
“Bahwa sesoenggoehnja kemerdekaan itoe jalah hak segala bangsa, dan oleh sebab itoe maka pendjadjahan diatas doenia haroes dihapoeskan, karena tidak sesoeai dengan perikemanoesiaan dan perikeadilan”
“Dan perdjoeangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat jang berbahagia dengan selamat sentaoesa mengantarkan rakjat Indonesia kedepan pintoe gerbang Negara Indonesia jang merdeka, bersatoe, berdaoelat, adil dan makmoer”
“Atas berkat Rahmat Allah Jang Maha Koeasa, dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, soepaja berkehidupan kebangsaan jang bebas, maka rakjat Indonesia dengan ini menjatakan kemerdekaanja”
“Kemoedian dari pada itu untuk membentoek soeatu Pemerintah Negara Indonesia jang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seloeroeh toempah darah Indonesia, dan oentoek memadjoekan kesedjahteraan oemoem, mentjerdaskan kehidoepan bangsa, dan ikoet melaksanakan ketertiban doenia jang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disoesoenlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itoe dalam soeatu hoekoem dasar Negara Indonesia jang terbentuk dalam soeatu soesoenan negara Republik Indonesia, jang berkedaoelatan rakjat, dengan berdasar kepada: Ketoehanan dengan kewadjiban mendjalankan sjari'at Islam bagi pemeloek-pemeloeknja, menoeroet dasar Kemanoesiaan jang adil dan beradab, Persatoean Indonesia, dan Kerakjatan jang dipimpin oleh hikmat kebidjaksanaan dalam permoesjawaratan/perwakilan serta dengan mewoedjoedkan soeatu Keadilan sosial bagi seloeroeh rakjat Indonesia” 
[Naskah ini bertanggal 22 Juni 2605 dalam kalender Jepang (22 Juni 1945 dalam kalender Gregorius) dan ditandatangani oleh seluruh anggota-anggota Panitia Sembilan]
Pada tanggal 10-17 Juli 1945 dilakukan sidang kedua BPUPKI, dalam sidang kedua ini dihasilkan keputusan dan persetujuan rumusan penting dalam rangka persiapan kemerdekaan dan kedaulatan bangsa Indonesia, yang terdiri dari: 
  1. Pernyataan Indonesia Merdeka. 
  2. Mengesahkan Mukadimah Undang-Undang Dasar yang memuat rumusan Pancasila berdasarkan rumusan Piagam Jakarta secara bulat. 
  3. Batang Tubuh Undang-Undang Dasar yang kemudian dinamakan Undang-Undang Dasar 1945. Rincian Batang Tubuh Undang-Undang Dasar tersebut meliputi: Wilayah negara Indonesia adalah sama dengan bekas wilayah Hindia-Belanda dahulu, ditambah dengan Malaya, Borneo Utara (sekarang adalah wilayah Sabah dan wilayah Serawak di negara Malaysia, serta wilayah negara Brunei Darussalam), Papua, Timor-Portugis (sekarang adalah wilayah negara Timor Leste), dan pulau-pulau di sekitarnya. 
  4. Bentuk Negara Indonesia adalah Negara Kesatuan. Bentuk pemerintahan Indonesia adalah Republik. Bendera nasional Indonesia adalah Sang Saka Merah Putih. Bahasa nasional Indonesia adalah Bahasa Indonesia. 
  5. Pembubaran secara resmi BPUPKI pada tanggal 17 Juli 1945

Baca Juga:  Memahami Tema dan Arti Logo Hari Lahir Pancasila tahun 2023 

Pada tanggal 7 Agustus 1945 dibentuklah Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) oleh Pemerintah Jepang, dan kemudian diangkatlah Ir. Soekarno sebagai ketuanya pada tanggal 12 Agustus 1945, oleh Panglima Kelompok Ekspedisi Selatan Marsekal Medan Hisaichi Terauchi.   Hanya empat dari sembilan penandatangan Piagam Jakarta yang menjadi anggota PPKI, yaitu Ir. SoekarnoMohammad Hatta, Achmad Soebardjo, dan  KH. Wahid Hasjim. Tugas PPKI adalah memfinalisasi rancangan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia. 

Kekalahan Jepang oleh Sekutu pada tanggal 15 Agustus 1945, mendorong Indonesia memproklamasikan kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945, pukul 10.00 WIB, yang diiringi dengan pengibaran Sang Saka Merah Putih.  Menjelang sore harinya, Mohammad Hatta, menerima kedatangan seorang opsir Angkatan Laut Jepang (Kaigun), yang dikisahkan oleh Mohammad Hatta dalam memoirnya (1979) :

“Opsir itu, yang aku lupa namanya, datang sebagai utusan Kaigun untuk memberitahukan sungguh, bahwa wakil-wakil Protestan dan Katolik, yang dikuasai Kaigun, berkeberatan sangat terhadap bagian kalimat dalam pembukaan Undang-undang dasar, yang berbunyi: Ketuhanan “dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya”.  (Mohammad Hatta: Memoir, 1979).

Kalimat “dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya”, kembali menjadi perdebatan dan pertentangan. Kelompok nasionalis beragama Kristen dari Indonesia Timur menolak tujuh kata tersebut karena dianggap diskriminatif terhadap penganut agama minoritas, dan mereka bahkan menyatakan lebih baik mendirikan negara sendiri di luar Republik Indonesia jika tujuh kata tersebut tidak dicabut. Menurut Hatta, Indonesia sebagai negara kesatuan memiliki keragaman budaya dan agama beserta para pemeluknya, maka itu, seluruh umat beragama di Indonesia sebaiknya merasa terwakili dalam rumusan dasar negara, karenanya 7 kata pada Sila ke-1 Pancasila perlu dilakukan perubahan.

“Tercantumnya ketetapan seperti itu di dalam suatu dasar yang menjadi pokok Undang-Undang Dasar berarti mengadakan diskriminasi terhadap mereka (yang) golongan minoritas.” (Mohammad Hatta: Memoir, 1979).

Atas dasar inilah maka Muhammad Hatta mengusulkan perubahan terhadap sila pertama Pancasila dimana kalimat “dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya” dihapuskan dan diganti dengan “yang Maha Esa”, sehingga sila pertama berbunyi “Ketuhanan Yang Maha Esa”

Hatta juga mengusulkan untuk istilah “Mukadimah” yang berasal dari bahasa Arab diganti menjadi "Pembukaan".  Pasal dan Ayat yang menyatakan bahwa Presiden Indonesia harus Muslim juga dihapuskan. Usulan perubahan yang disampaikan Hatta disetujui oleh PPKI yang kemudian mengesahkan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia pada tanggal 18 Agustus 1945, yang kemudian dikenal sebagai UUD 1945.  

UUD 1945 merupakan konstitusi dan sumber hukum tertinggi yang ada di Negara Kesatuan Republik Indonesia, karenanya rumusan Pancasila yang tertuang dalam Pembukaan UUD 1945, merupakan sumber dari segala sumber hukum. Merubah atau mengganti Pancasila sama saja dengan merubah konstitusi, hukum, ideologi, dan dasar negara Indonesia.

Berbagai perkembangan globalisasi dunia, pada akhirnya akan mempengaruhi nilai-nilai luhur budaya bangsa Indonesia. Tuntutan modernisasi dan gaya hidup global justru akan menjadi pertentangan terhadap falsafah hidup bangsa Indonesia, yang pada akhirnya menjadi ancaman terhadap keutuhan berbangsa dan bernegara.  Berbagai upaya untuk merubah ideologi bangsa mulai dari tahun 1948 hingga tahun 1966, menjadi bukti bahwa upaya mengganti Pancasila sebagai dasar negara dan pandangan hidup bangsa, menimbulkan duka dan nestapa yang justru menyebabkan bangsa Indonesia mengalami kemunduran.     

Pada 12 April 1976, Presiden Soeharto untuk pertama kalinya mengemukakan gagasan mengenai perlunya pedoman untuk menjabarkan dan menghayati Pancasila yang disebut Ekaprasetia Pancakarsa.  Ekaprasetia Pancakarsa berasal bahasa Sansekerta, 'eka' yang artinya satu atau tunggal, 'prasetia' yang artinya janji atau tekad, 'panca' yang artinya lima, dan 'karsa' yang artinya kehendak.  Ekaprasetia Pancakarsa diartikan sebagai janji atau tekad yang bulat untuk melaksanakan lima kehendak dalam kelima sila Pancasila

Buku Pelajaran PMP, sumber: sindonews.com

Guna meligitimasi dan menyebarluasan gagasan tersebut, Soeharto menerbitkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 10 Tahun 1978 tentang Penataran Pancasila yang disebut Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4). P4 dikenal dengan istilah Ekaprasetia Pancakarsa. Ekaprasetia Pancakarsa atau P4 selanjutnya diformalisasi melalui Tap MPR Nomor II/MPR/1978, tanggal 22 Maret 1978. Di dalam TAP MPR tersebut terdapat 36 butir pengamalan praktis dalam melaksanakan Pancasila bagi setiap warga negara Indonesia. 

Antara tahun 1978-1998, Ekaprasetia Pancakarsa, menjadi program Orde Baru yang diajarkan dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi, bahkan diwajibkan bagi para pegawai negeri sipil, melalui penataran P4.  

Pernahkah Sobat mendapatkan pelajaran Pendidikan Moral Pancasila (PMP) dan mengikuti Penataran P-4?

Pada periode Reformasi tahun 1998, diterbitkan  Ketetapan MPR RI Nomor XVIII/MPR/1998 tentang Pencabutan Tap MPR No II/MPR/1978 dan Penegasan Pancasila sebagai Dasar Negara.  Ketetapan MPR Tahun 1998 ini, selain menghapuskan P4, juga menghapuskan Pancasila sebagai asas tunggal bagi organisasi sosial politik di Indonesia.

Kemudian pada tahun 2003, ke-36 butir pengamalan Pancasila mengalami penambahan dan penyesuaian menjadi 45 butir, melalui TAP MPR Nomor  1/MPR/2003.  Bagaimana bunyi dari Ke-45 butir pengamalan Pancasila tahun 2003, silahkan disimak uraian berikut: 

A. Sila Ke-1: Ketuhanan Yang Maha Esa

Nilai Pancasila sila pertama yakni bangsa Indonesia mengakui adanya Tuhan. Hal ini sesuai dengan lambang sila pertama yakni bintang. Lambang bintang tersebut dianggap sebagai sebuah cahaya, seperti cahaya kerohanian yang dipancarkan oleh Tuhan kepada setiap manusia.

Butir Pengamalan Sila Ke-1:

  • Bangsa Indonesia menyatakan kepercayaanya dan ketaqwaanya kepada Tuhan Yang Maha Esa.
  • Manusia Indonesia percaya dan taqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
  • Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama antara pemeluk agama dengan penganut kepercayaan yang berbeda-beda terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
  • Membina kerukunan hidup di antara sesama umat beragama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa
  • Agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah masalah yang menyangkut hubungan pribadi manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa.
  • Mengembangkan sikap saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaanya masing-masing
  • Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa kepada orang lain.

B. Sila Ke-2: Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab

Nilai Pancasila pada sila kedua yakni saling tolong-menolong. Hal ini sesuai dengan lambang sila kedua yakni mata rantai segi empat melambangkan laki-laki, sedangkan yang lingkaran melambangkan perempuan. Mata rantai yang saling berkait pun melambangkan bahwa setiap manusia, laki-laki dan perempuan, membutuhkan satu sama lain dan perlu bersatu sehingga menjadi kuat seperti sebuah rantai.

Butir Pengamalan Sila Ke-2:

  • Mengakui dan memperlakukan manusia sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa.
  • Mengakui persamaan derajat, persamaan hak dan kewajiban asasi setiap manusia, tanpa membeda-bedakan suku, keturunan, agama, kepercayaan, jenis kelamin, kedudukan sosial, warna kulit dan sebagainya.
  • Mengembangkan sikap saling mencintai sesama manusia.
  • Mengembangkan sikap saling tenggang rasa dan tepa selira.
  • Mengembangkan sikap tidak semena-mena terhadap orang lain.
  • Menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.
  • Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan.
  • Berani membela kebenaran dan keadilan.
  • Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat manusia.
  • Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama dengan bangsa lain.

C. Sila ke-3: Persatuan Indonesia

Nilai-nilai Pancasila pada sila ketiga Pancasila yakni mengutamakan persatuan dan kesatuan daripada kepentingan pribadi. Hal ini sesuai dengan lambang sila ketiga yakni Pohon Beringin, yang dikorelasikan dengan keragaman suku bangsa yang menyatu di bawah nama Indonesia. Meski beragam suku bangsa, namun tetap mementingkan persatuan dan kesatuan negara.

Butir Pengamalan Sila Ke-3:

  • Mampu menempatkan persatuan, kesatuan, serta kepentingan dan keselamatan bangsa dan negara sebagai kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan golongan.
  • Sanggup dan rela berkorban untuk kepentingan negara dan bangsa apabila diperlukan.
  • Mengembangkan rasa cinta kepada tanah air dan bangsa.
  • Mengembangkan rasa kebanggaan berkebangsaan dan bertanah air Indonesia.
  • Memelihara ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
  • Mengembangkan persatuan Indonesia atas dasar Bhinneka Tunggal Ika.
  • Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa.

D. Sila ke-4: Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmah Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan

Nilai-nilai Pancasila pada sila keempat yaitu musyawarah mufakat. Hal ini sesuai dengan lambang Kepala Banteng yang memiliki filosofi sebagai hewan sosial yang suka berkumpul, seperti halnya musyawarah, di mana orang-orang berdiskusi untuk melahirkan suatu keputusan yang demokratis dan berkomitmen.

Butir Pengamalan Sila Ke-4:

  • Sebagai warga negara dan warga masyarakat, setiap manusia Indonesia mempunyai kedudukan, hak dan kewajiban yang sama.
  • Tidak boleh memaksakan kehendak kepada orang lain.
  • Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan bersama.
  • Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi oleh semangat kekeluargaan.
  • Menghormati dan menjunjung tinggi setiap keputusan yang dicapai sebagai hasil musyawarah.
  • Dengan i’tikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan melaksanakan hasil keputusan musyawarah.
  • Di dalam musyawarah diutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan golongan.
  • Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani yang luhur.
  • Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggungjawabkan secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia, nilai-nilai kebenaran dan keadilan mengutamakan persatuan dan kesatuan demi kepentingan bersama.
  • Memberikan kepercayaan kepada wakil-wakil yang dipercayai untuk melaksanakan pemusyawaratan. 

E. Sila ke-5: Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia

Sila kelima memiliki arti keadilan yang berlaku dalam kehidupan masyarakat di segala aspek kehidupan dan setiap lapisan masyarakat. Dilambangkan dengan padi dan kapas, simbol dari kemakmuran dan kesejahteraan yang merupakan tujuan kehidupan. Aspek kehidupan tersebut meliputi politik, ekonomi, pendidikan, kesehatan dan sosial budaya.

Butir Pengamalan Sila Ke-5
  • Mengembangkan perbuatan yang luhur, yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan  kegotongroyongan.
  • Mengembangkan sikap adil terhadap sesama.
  • Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban.
  • Menghormati hak orang lain.
  • Suka memberi pertolongan kepada orang lain agar dapat berdiri sendiri.
  • Tidak menggunakan hak milik untuk usaha-usaha yang bersifat pemerasan terhadap orang lain
  • Tidak menggunakan hak milik untuk hal-hal yang bersifat pemborosan dan gaya hidup mewah.
  • Tidak menggunakan hak milik untuk bertentangan dengan atau merugikan kepentingan umum.
  • Suka bekerja keras.
  • Suka menghargai hasil karya orang lain yang bermanfaat bagi kemajuan dan kesejahteraan bersama.
  • Suka melakukan kegiatan dalam rangka mewujudkan kemajuan yang merata dan berkeadilan sosial.

Pancasila merupakan dasar negara Republik Indonesia, oleh karena itu memahami dan kemudian mengamalkannya menjadi sangat penting untuk memperkuat pondasi berbangsa dan bernegara. Tanpa adanya dasar negara yang kokoh, maka suatu negara akan terombang ambing dalam menghadapi berbagai permasalahan.  Pancasila adalah dasar dalam menjaga persatuan dan kesatuan dalam keragaman, guna mewujudkan kesejahteraan sosial yang adil bagi seluruh rakyat Indonesia. 

"Nah jika ada yang melakukan kolusi, dan nepotisme dalam mengeksploitasi sumber daya alam secara tidak ramah lingkungan, dengan alasan demi mensejahterakan masyarakat, kira-kira bertentangan dengan Sila yang keberapa dari Pancasila ya Sob?"  

---- Salam Lestari ---

Referensi:
  • https://id.wikipedia.org/wiki/Piagam_Jakarta
  • https://prenadamedia.com/sejarah-piagam-jakarta-menjadi-pancasila/
  • https://www.gramedia.com/best-seller/pancasila/
  • https://warstek.com/pancasila/
  • https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-5727356/ekaprasetia-pancakarsa-arti-pelaksanaan-dan-penghapusan-p4

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terbaru

Selamat Datang 2024

"Hari ini tanggal 2 Januari 2024, pukul 07.32 WIB, hari pertama masuk kerja! Berdiri di barisan paling depan, acara apel pagi, di lapan...

Populer