Sabtu, 04 Maret 2023

Mengenal satwa dilindungi dan berkonflik di Lampung Barat, apakah pertanda Bencana Ekologis semakin dekat?

G. Pesagi: benteng hijau flora & fauna Lampung Barat, foto JE

Perubahan fungsi hutan untuk berbagai kepentingan ekonomi dan kesejahteraan, menyebabkan beberapa habitat satwa mengalami kerusakan, dan terfragmentasi sehingga tidak lagi menjadi rumah yang ideal bagi satwa untuk tumbuh dan berkembang biak.  Ditambah maraknya aktivitas perburuan liar dan perdagangan ilegal kian mengancam keberadaan dan jumlah populasi satwa.  Akibatnya tentu saja  terganggunya keseimbangan ekologis yang pada akhirnya berdampak buruk bagi penghidupan manusia.  

Ibarat pepatah “Memukul air di dulang terpercik muka sendiri”. Dampak buruk itu bernama “Bencana Ekologis” yang salah satu tandanya  adalah konflik satwa dan manusia yang kian marak terjadi.   

Berikut beberapa jenis satwa yang sering dilaporkan menimbulkan konflik di Kabupaten Lampung Barat, dan diantaranya justru adalah satwa yang dilindungi dan terancam punah.  Yuk kita kenali lebih jauh satwa-satwa tersebut agar kita dapat belajar dan memulai mempersiapkan strategi konservasi yang tepat,  agar kita dapat hidup berdampingan secara damai, dan dijauhkan dari bencana ekologis.    

1. Harimau Sumatera

Pada awal bulan November 2022 yang lalu, pernah dilaporkan adanya kasus serangan Harimau Sumatera memangsa ternak kambing warga dusun Cecahan, Pekon Padang Cahya, Kecamatan Balik Bukit.  Akibat serangan harimau tersebut, satu dusun dievakuasi beserta hewan ternaknya ke tempat yang lebih aman.  

Harimau Sumatera, sumber: Rimbakita.com

Harimau sumatera (Panthera tigris Sumatrae Temminck, 1844), merupakan satu-satunya dari 3 sub spesies harimau endemik Indonesia yang tersisa. Dua sub spesies lainnya yang dinyatakan punah adalah Harimau Bali (Panthera tigris Balica Schwarz, 1912) dinyatakan punah tahun 1938 dan Harimau Jawa (Panthera tigris Sondaica Temminck, 1844) yang dinyatakan punah pada tahun 1980. Populasi harimau sumatera diperkirakan berjumlah 400-500 ekor yang tersebar di hutan hujan tropis pulau Sumatera.

Harimau Sumatera termasuk dalam klasifikasi satwa kritis yang terancam punah (critically endangered) dalam daftar merah IUCN.  Ancaman terbesar kepunahan harimau sumatera adalah perburuan liar dan habitat yang mengalami fragmentasi.  Berdasarkan data dari situs wwf.id  antara tahun 1998 - 2002 diperkirakan 50 ekor harimau sumatera mati diburu setiap tahunnya.   

Klasifikasi Taksonomi Harimau Sumatera

Kingdom: Animalia
Filum: Chordata
Kelas: Mammalia
Ordo: Carnivora
Famili: Felidae
Genus: Panthera
Spesies: Panthera tigris
Sub-spesies: Panthera tigris sumatrae (Temminck, 1844)

Harimau sumatra memiliki ukuran lebih kecil dibandingkan dengan jenis harimau lainnya di Asia. Jantan dewasa memiliki panjang rata-rata 92 inci (250 cm) dari kepala hingga kaki dengan berat 300 pound (140 kg), sedangkan tinggi mencapai 60 cm. Betinanya rata-rata memiliki panjang 78 inci (198 cm) dan berat 200 pound (91 kg).  

Harimau sumatra mempunyai warna lebih gelap dibandingkan subspesies harimau lainnya. Memiliki belang yang lebih tipis dengan pola hitam yang lebar, rapat dan juga berhimpitan. Warna tubuh mulai dari kuning kemerah-merahan hingga jingga tua.  Harimau jantan mempunyai lebih banyak janggut serta surai dibandingkan subspesies lain. Pada sela-sela jarinya terdapat selaput yang menjadikan harimau sumatera mampu berenang cepat. 

Masa kehamilan harimau sumatra sekitar 103 hari. Biasanya harimau betina melahirkan 2 atau 3 ekor anak harimau sekaligus, dan paling banyak 6 ekor.  Harimau sumatra dapat hidup selama 15 tahun di alam liar dan 20 tahun di penangkaran.

Harimau sumatera merupakan satwa predator yang berperan penting untuk menjaga keseimbangan ekosistem, dengan cara mengendalikan ledakan populasi satwa herbivora yang menjadi mangsanya. Jika populasi satwa herbivora mengalami ledakan populasi justru akan menyebabkan ketidakseimbangan ekosistem, dan menjadi hama bagi lahan budidaya. Contoh kasus adalah ledakan populasi babi hutan (Sus scrofa) dan beruk (Macaca nemestrina) yang menjadi hama di areal pertanian masyarakat. 

2. Gajah Sumatera

Konflik gajah dan manusia terjadi di dua kecamatan di Lampung Barat, yaitu Kecamatan Suoh dan Kecamatan Bandar Negeri Suoh (BNS). Konflik gajah dan manusia terjadi sejak akhir tahun 2018 hingga saat ini (2023), belum ada titik terang penyelesaiannya.  Kawasan permukiman yang sering dikunjungi gajah adalah Pekon Sukamarga, Tugu Ratu, dan Rowo Rejo (Suoh) serta Pekon Gunung Ratu (BNS) yang merupakan desa penyangga Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS). 

Gajah Sumatera,  sumber: wwf.id.

Gajah sumatera merupakan satwa yang dilindungi, dengan status IUCN kritis (critically endangered).  Berdasarkan Laporan WCS (2019) jumlah gajah sumatera yang ada di TNBBS tahun 2017 sebanyak 122 ekor  dengan kepadatan populasi: 9 ekor/100 km2.  Jumlah ini mengalami penurunan dibandingkan dengan tahun 2002 sebanyak 498 ekor dengan kepadatan 18 ekor/100 km2.  

Pemicu semakin kritisnya populasi gajah sumatera dan kian tingginya konflik yang terjadi dibeberapa desa penyangga TNBBS disebabkan karena semakin menyempitnya habitat atau home range gajah sumatera akibat aktivitas perambahan. Diperkirakan sekitar 21.925 Ha dari home range (wilayah jelajah) gajah di TNBBS telah berubah fungsi menjadi open area yang didominasi oleh tanaman kopi.  Kopi termasuk jenis tanaman yang bukan merupakan pakan hijauan bagi gajah sumatera.  Kebutuhan ideal home range gajah sumatera minimal: 250 km2, dengan luas wilayah jelajah rata-rata 20 km2/hari. 

Rusaknya habitat dan fragmentasi menyebabkan gajah mengalami malnutrisi, menurunkan imunitas, reproduksi yang rendah dan terjadinya perkawinan sedarah  (breeding).  Rusaknya habitat juga memicu tingginya kematian gajah akibat keracunan, infeksi virus, dan mati akibat kecelakaan.  Ancaman terbesar lainnya adalah perburuan liar gajah untuk diambil gadingnya.

Baca juga: Konflik Gajah antara Solusi dan Resolusi ?     

Klasifikasi Taxonomi Gajah Sumatera

Kerajaan: Animalia
Filum: Chordata
Kelas: Mammalia
Ordo: Proboscidea
Famili: Elephantidae
Genus: Elephas
Spesies: Elephas maximus
Subspesies: Elephas maximus sumatranus (Temminck, 1847)

Gajah sumatera merupakan subspesies dari Gajah Asia sehingga diberi nama Elephas maximus sumatranus. Memiliki bobot 3-6 ton, dengan panjang tubuh 5,5 – 7,3 m dan tinggi 1,7 – 3,5 meter. Betina bisa melahirkan anak setelah berumur 9-10 tahun, dengan lama kehamilan 22 bulan.  Rata-rata umur gajah sumatera di alam bisa mencapai 70 tahun. 

Gajah sumatera memiliki daun telinga yang lebih kecil dibanding gajah afrika, akan tetapi memiliki pendengaran yang sangat peka. Mampu mendeteksi frekuensi suara dari 14 Hz - 12.000 Hz, dan menghasilkan suara untuk komunikasi hingga radius 10 km.  Gajah Sumatera berdahi rata, serta memiliki dua bonggol di kepala, memiliki satu bibir pada ujung belalainya, dan hanya gajah jantan yang memiliki gading.  Gajah sumatera memiliki 5 kuku di kaki bagian depan dan 4 kuku di kaki belakang.

Gajah sumatera merupakan kelompok mamalia  herbivora. Membutuhkan pakan berupa tanaman (daun, buah, atau batang), air, dan garam (mineral), serta membutuhkan naungan dan berendam untuk menormalisasi suhu tubuh yang gampang meningkat. Kebutuhan pakan hijau setiap harinya sebanyak 200 kg - 300 kg per individu, dan kebutuhan air untuk minum rata-rata 160 liter per individu atau setara dengan 42 galon air per individu. 

Diperkirakan terdapat ± 69 jenis tanaman yang disukai oleh gajah sumatera yang berada di dalam kawasan TNBBS, dimana sekitar  42% merupakan tumbuhan rumput dari suku Cyperaceae dan Poaceae dan sekitar 58% merupakan tumbuhan non rumput. 

Gajah sumatera termasuk satwa sosial (Allelomimetik), yakni hidup secara berkelompok. Satu kelompok dipimpin oleh gajah betina yang paling besar.  Perilaku gajah sumatera setiap harinya, terbagi kedalam 3 aktivitas utama, yaitu aktivitas makan dan mencari makan (60% - 75%). Aktivitas sosial seperti berkomunikasi, merawat anak, grooming, mewaspadai dan melindungi koloni dari ancaman sekitarnya (20-30%).  Aktivitas istirahat berendam dan tidur (5-10%).  Gajah sumatera merupakan hewan yang aktif siang maupun malam hari (nocturnal), lama tidur gajah rata-rata sekitar 4 jam sehari. 

Sejak dahulu gajah oleh manusia dimanfaatkan tenaganya untuk mengangkat beban berat dan sebagai kendaraan perang. Berdasarkan penelitian arkeologis, munculnya permukiman dan akses antar permukiman kuno di Lampung Barat adalah dengan memanfaatkan jalur-jalur lintasan gajah.  Manfaat gajah di alam adalah membantu merestorasi dan meregenerasi ekosistem hutan secara alami, seperti penyebaran benih tanaman, menyiapkan rumpang agar lantai hutan cukup mendapatkan cahaya matahari guna merangsang proses suksesi vegetasi hutan, dan membantu kesuburan lahan hutan melalui kotoran yang dihasilkannya. 

3. Badak Sumatera

Kemunculan badak sumatera di permukiman dan perkebunan penduduk pernah terjadi di wilayah Suoh pada tahun 2004. Suoh saat itu merupakan enclave dari TNBBS.  Badak sumatera ini tergolong badak muda berumur 3-4 tahun dan juga jinak terhadap manusia.  Kuatir akan keselamatan badak sumatera yang kemudian diberi nama “Rosa” dari penularan penyakit ternak dan ancaman manusia, maka pada tanggal 25 November 2005, badak Rosa ditranslokasikan ke  Suaka Rhino Sumatera Taman Nasional Way Kambas (SRS TNWK).  Pada tanggal 24 Maret 2022, pukul 11.44 WIB, badak Rosa melahirkan anak berjenis kelamin betina, dan diberi nama “Sedah Mirah” oleh Dr. Ir. Siti Nurbaya, M.Sc (Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI) 

Badak Sumatera, sumber: Mongabay.com

Jumlah badak sumatera di habitat aslinya hutan TNBBS, belum diketahui secara pasti, diperkirakan jumlahnya antara 17-24 ekor.  Badak sumatera, berdasarkan Red Book Data IUCN termasuk spesies langka dan terancam punah dengan kategori critically endangered (kritis atau genting).  Diperkirakan saat ini tersisa 3 kantung habitat badak sumatera, yaitu di Taman Nasional Way Kambas (TNWK), Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS), dan Suaka Alam Kelian (Kalimantan Timur). 

Di dunia terdapat 5 jenis badak yang kini terancam punah, yaitu Badak putih (Ceratotherium simum) di Afrika, Badak hitam (Diceros bicornis) di Afrika, Badak bercula satu India (Rhinoceros unicornis) di Asia, Badak Jawa (Rhinoceros sondaicus) di Indonesia, dan Badak Sumatera (Dicerorhinus sumatrensis) di Indonesia. 

Badak sumatera hidup secara soliter (penyendiri) dan sangat sentisitf terhadap bau manusia.  Rusaknya habitat karena perambahan dan kian banyaknya aktivitas manusia yang sudah semakin jauh ke dalam kawasan hutan, membuat satwa ini semakin sulit ditemukan, terpisah-pisah, sehingga menurunkan kemampuannya untuk berkembang biak.  Kerusakan habitat badak sumatera dipicu pula dengan adanya ekspansi tanaman (invasif species) jenis mantangan (Merremia peltata) di hutan sekunder yang menyebabkan banyak jenis tanaman pakan badak semakin sulit tersedia.

Klasifikasi ilmiah Badak Sumatera

Kerajaan: Animalia
Filum: Chordata
Kelas: Mammalia
Ordo: Perissodactyla
Famili: Rhinocerotidae
Genus: Dicerorhinus (Gloger, 1841)
Spesies: Dicerorhinus sumatrensis (Fischer, 1814)

Badak sumatera, dikenal sebagai badak berambut atau badak Asia bercula dua, merupakan spesies langka dari famili Rhinocerotidae dan termasuk salah satu dari lima spesies badak yang masih lestari. Spesies ini merupakan jenis badak terkecil. Tingginya 120 - 145 cm sampai pundak, dengan panjang tubuh 2,5 – 3,18 m, serta panjang ekor 35–70 cm. Beratnya berkisar antara 500 kg - 1.000 kg, dengan rata-rata 700 - 800 kg. 

Badak sumatera memiliki dua cula; yang lebih besar adalah cula pada hidung atau disebut cula depan (anterior), berukuran panjang 15–25 cm. Cula belakang (posterior) jauh lebih kecil, biasanya kurang dari 10 cm panjangnya, dikenal sebagai cula dahi (frontal). Cula-cula tersebut berwarna abu-abu gelap atau hitam. Badak jantan memiliki cula yang lebih besar daripada betina. 

Dua lipatan kulit yang tebal mengelilingi tubuhnya di bagian belakang kaki depan dan di depan kaki belakang. Badak ini memiliki lipatan kulit yang lebih kecil di sekitar lehernya. Kulitnya sendiri relatif tipis, hanya 10–16 mm; dan tidak memiliki lapisan lemak di bawah kulitnya. 

Sebagian besar tubuh badak sumatera diselimuti rambut berwarna cokelat kemerahan. Rambutnya dapat saja lebat (rambut yang paling lebat terdapat pada anak badak) ataupun jarang. Di alam liar, sulit untuk mengamati rambutnya karena badak-badak tersebut sering kali berlumuran lumpur. Badak sumatera memiliki sebidang rambut panjang di sekitar telinga dan segumpal rambut tebal di ujung ekor. Badak memiliki  penglihatan yang sangat buruk, namun memiliki gerakan yang cepat dan tangkas; mereka dapat mendaki gunung dengan mudah, dan nyaman melintasi tepi sungai serta lereng yang curam.

Badak sumatera diperkirakan dapat hidup selama 30–45 tahun di alam. Betina mencapai kematangan seksual pada usia 6–7 tahun, sedangkan jantan pada usia sekitar 10 tahun. Periode kehamilan badak sumatera sekitar 15–16 bulan, dengan interval kelahiran diperkirakan antara empat sampai lima tahun. 

Berdasarkan hasil penelitian Attamimi (2020), perilaku keseharian badak sumatera terdiri dari lima aktivitas, yaitu lokomosi atau bergerak sebanyak 20%, berkubang sebanyak 46%, eliminasi atau membuang kotoran sebanyak 1%, perilaku makan sebanyak 22%, dan istirahat sebanyak 11%.

Badak sumatera adalah mamalia herbivora, dengan menu makanan berupa pohon muda, dedaunan, buah-buahan, ranting dan tunas. Waktu makan badak sumatera kebanyakan pada saat sebelum malam tiba dan pagi hari. Konsumsi pakan hijauan rata-rata mencapai 50 kg sehari. Ada lebih dari 100 spesies tanaman yang menjadi konsumsi badak sumatera. Porsi terbesar dari menu makanan badak sumatera berupa tumbuhan tingkat semai dan pancang. Jenis tanaman yang disukai berasal dari famili Moraceae, Euphorbiaceae, dan Rubiaceae. Selain pakan hijauan, badak juga membutuhkan mineral (saltlick) dan air untuk dikonsumsi dan juga berkubang. Badak sumatera sering berpindah ke hutan sekunder guna mencari makan.  

4. Beruang Madu

Konflik beruang madu dan manusia di Lampung Barat, paling sering diberitakan oleh media setelah konflik gajah.  Tercatat pada tahun 2011, empat ekor beruang madu melintas di jalan propinsi Kecamatan Sukau. Pada bulan April - September 2021 diberitakan adanya serangan beruang madu terhadap 15 ekor ternak kambing warga di Kecamatan Sumber Jaya dan Kecamatan Gedung Surian yang berbatasan dengan Hutan Lindung Register 45 B Bukit Rigis, yang menjadi wilayah kerja KPHL II Liwa.

Beruang madu, sumber: Rimbakita.com

Beruang Madu dikenal sebagai beruang malayan atau dijuluki “sun bear” merupakan satwa endemik hutan hujan tropis di Asia Tenggara.  Satwa ini termasuk katagori spesies terancam dengan status rentan (Vulnerable) dalam daftar IUCN. Spesies rentan (disimbolkan: VU) adalah status konservasi kepada spesies yang akan menjadi spesies terancam kecuali jika penanganan keselamatan dan reproduksinya dapat dilakukan secara baik. 

Ancaman kepunahan beruang Madu disebabkan semakin rusaknya habitat akibat konversi lahan hutan primer dan sekunder menjadi pertanian dan perkebunan, menyebabkan habitat beruang menyempit dan mengalami fragmentasi. Fragmentasi atau pemecahan habitat menyebabkan terjadinya perubahan lingkungan yang mempengaruhi terhadap evolusi dan biologi konservasi.  Fragmentasi menyebabkan proses seleksi alam berlangsung dengan cepat, dimana flora dan fauna yang tidak mampu beradaptasi akan mengalami kepunahan.  

Perburuan liar beruang Madu untuk diperdagangkan kulit dan empedunya sebagai mitos obat tradisional, menyebabkan populasi beruang Madu semakin berkurang. Padahal beruang Madu termasuk satwa yang memiliki peran penting terhadap proses regenerasi alami ekosistem hutan hujan tropis, seperti penyebaran spesies tanaman cempedak, durian, dan lain sebagainya. 

Klasifikasi ilmiah beruang madu

Kerajaan: Animalia
Filum: Chordata
Kelas: Mammalia
Ordo:  Carnivora
Famili: Ursidae
Genus: Helarctos
Spesies: Helarctos malayanus (Raffles, 1821)

Beruang Madu termasuk karnivora akan tetapi memiliki sifat omnivora atau memakan segala (tumbuhan maupun hewan). Beruang Madu aktif pada malam hari atau nokturnal, serta hidup secara soliter dengan radius jelajah 8 km sehari.  Tidak seperti kerabat beruang yang hidup di 4 musim, beruang Madu tidak memiliki perilaku hibernasi.  Hibernasi adalah kondisi ketakaktifan dan penurunan metabolisme pada hewan yang ditandai dengan suhu tubuh yang lebih rendah, pernapasan yang lebih perlahan, serta kecepatan metabolisme yang lebih rendah.

Beruang Madu memiliki ukuran panjang 1,40 m, tinggi 70 cm dengan berat berkisar 50 – 65 kg. Ciri hewan mamalia adalah memiliki rambut, dimana rambut beruang madu cenderung pendek, dan berkilau. Jenis rambut beruang madu adalah yang paling pendek dan halus dibandingkan beruang lainnya, berwarna hitam kelam atau hitam kecoklatan, di bawah bulu lehernya terdapat tanda yang unik berwarna oranye yang dipercaya menggambarkan matahari terbit. 

Sarang beruang Madu biasanya berada di pohon pada ketinggian 2 - 7 meter dari tanah, biasanya beruang Madu mematahkan cabang-cabang pohon untuk dibuat sebagai sarang, atau memanfaatkan lubang di pohon atau goa di tebing tanah sebagai sarangnya. 

Telapak kaki beruang tidak berbulu sehingga ia dapat bergerak dengan kecepatan hingga 48 kilometer per jam dan memiliki tenaga yang sangat kuat.  Kepala beruang Madu relatif besar menyerupai anjing dengan telinga kecil dan berbentuk bundar. Memiliki lidah berukuran 25 cm dan dapat dipanjangkan untuk menangkap madu dan serangga kecil di celah-celah kulit batang pohon. Beruang Madu memiliki penciuman yang sangat tajam dan memiliki kuku melengkung yang panjang di setiap jemarinya yang digunakan untuk mempermudah mencari makanan, melindungi diri, dan memanjat pohon. 

Beruang Madu dapat hidup mencapai usia 28 tahun di penangkaran, akan tetapi belum ada data usia maksimal yang dapat dicapai di alam. Hewan ini mencapai kematangan seksual pada usia 3-4 tahun dan dapat bereproduksi sepanjang tahun dengan masa kandungan 96 hari dan menyusui selama 18 bulan.

5. Kucing Emas

Dipenghujung bulan Februari 2023,  Unit Tindak Pidana Tertentu (Tipiter) Satuan Reskrim Polres Lampung Barat berhasil mengungkap kasus perdagangan illegal satwa liar jenis kucing emas di Jalan Lintas Muaradua Sumsel-Liwa di Pekon Bandar Baru, Kecamatan Sukau Kabupaten Lampung Barat.  

Kucing Emas, sumber: Mongabay.com

Kucing emas, berdasarkan status konservasi IUCN masuk dalam katagori hampir terancam (Near Threatened), dan masuk dalam daftar Apendix I CITES yang artinya dilarang untuk diperdagangkan. Dalam Peraturan Menteri LHK RI No.P.106/Menlhk/Setjen/Kum.1/12/2018, ada 9 spesies dari famili Felidae yang dilindungi di Indonesia yaitu Catopuma badia (kucing merah), Catopuma temminckii (kucing emas), Neofelis diardi (macan dahan), Panthera pardus melas (macan tutul), Panthera tigris sumatrae (harimau sumatera), Pardofelis marmorata (kucing batu), Prionailurus bengalensis (kucing kuwuk), Prionailurus planiceps (kucing tandang), dan Prionailurus viverrinus (kucing bakau). 

Keterancaman kucing emas tidak hanya karena rusaknya habitat alaminya, akan tetapi juga disebabkan perdagangan ilegal satwa ini sebagai hewan peliharaan.  Padahal satwa liar ini, termasuk hewan yang gampang stress yang ditandai dengan menurunnya nafsu makan dan berujung pada kematian.

Klasifikasi Ilmiah Kucing Emas

Kerajaan: Animalia
Filum: Chordata
Kelas: Mammalia
Ordo: Carnivora
Famili: Felidae
Subfamili: Felinae
Genus: Catopuma
Spesies: Catopuma temminckii (Vigors & Horsfield, 1827)

Mengutip dari situs mongabay.co.id di Indonesia, kucing emas adalah satwa endemik Pulau Sumatera, terutama di wilayah Taman Nasional Gunung Leuser, Taman Nasional Kerinci Seblat, Taman Nasional Bukit Barisan Selatan dan Taman Nasional Way Kambas. Kucing emas terbagi menjadi dua sub species, yaitu jenis Catopuma temminckii temminckii yang tersebar di Sumatera dan Semenanjung Malaysia, serta Catopuma temminckii moormensis yang tersebar di daratan utama Asia Tenggara, China bagian Selatan, hingga Nepal. 

Berat dewasa kucing emas berkisar 9-16 kg dan memiliki panjang tubuh sekitar 66-105 cm dengan ekor berukuran 40-57 cm dan tinggi bahu 56 cm. Kepalanya lebih moncong dibanding kucing merah, begitu juga telinganya dengan ujung membulat.  Hidung kucing emas berwarna cokelat dan bagian dahinya ada dua garis cokelat membujur ke belakang. Sementara, bagian tepi antara mata dan hidung berwarna putih kekuningan. Ciri khas paling menonjol adalah garis tebal berwarna putih pada masing-masing pipi. Tanda inilah yang membedakan kucing emas dengan jenis kucing lainnya. Warna rambut kucing emas cukup variatif, merah coklat keemasan, coklat tua hingga abu-abu. 

Kucing emas termasuk predator soliter yang bersifat teritorial. Ia cenderung lebih aktif siang hari hingga senja. Mangsa utama kucing emas adalah burung, tikus besar, reptil, monyet, kancil, hingga rusa muda. Perilaku kucing emas dalam menandai wilayah teritorialnya umumnya dengan bau tubuh dan rambut yang ditinggalkan saat menggesekkan badannya di batang kayu atau batu besar. Selain itu juga, ada bekas cakaran pada batang pohon, semprotan urine dan feses.

6. Buaya Muara

Konflik buaya Muara terjadi di sungai Way Haru  Pekon (Desa) Bandar Agung, Kecamatan Bandar Negeri Suoh, Lampung Barat, pada akhir bulan November 2013. Buaya berukuran 3,35 m dengan lebar 45 cm dan berat 150 kg, berhasil diamankan oleh masyarakat dan direlokasi oleh BKSDA Lampung ke Taman Nasional Way Kambas

Buaya Muara, sumber: Mongabay.com

Buaya Muara masuk dalam status konservasi IUCN sebagai spesies dengan tingkat resiko rendah (Least Concern (LC)). Dalam Permen LHK No. P.106/Menlhk/Setjen/Kum.1/12/2018, buaya muara termasuk kelompok reptil yang dilindungi.    

Habitat buaya Muara di Suoh berada di sekitar danau Lebar, sungai Way Semaka, dan sungai Way Haru.  Berkurangnya populasi buaya Muara di Suoh, disebabkan karena perubahan habitat akibat bencana banjir, normalisasi sungai, dan terputusnya jalur migrasi akibat adanya bendungan atau tanggul.  Penangkapan dan pemindahan buaya Muara ke daerah yang lebih aman, turut menjadi penyebab menurunnya populasi buaya Muara di Suoh.

Klasifikasi Ilmiah Buaya Muara

Kerajaan: Animalia
Filum: Chordata
Kelas: Reptilia
Ordo: Crocodilia
Famili: Crocodylidae
Genus: Crocodylus
Spesies: Crocodylus porosus (Schneider, 1801)

Panjang tubuh buaya Muara termasuk ekor antara 4,5 sampai 6 meter, dengan bobot mencapai lebih dari 1000 kg. Buaya memiliki moncong dengan rahang yang kuat dan cukup lebar dan tidak punya sisik lebar pada tengkuknya.  

Buaya Muara termasuk reptil yang aktif pada siang maupun malam hari. Buaya Muara mengkonsumsi kepiting, ikan, burung, hingga mamalia besar, namunpun begitu buaya merupakan hewan buas yang akan memangsa siapapun yang memasuki wilayahnya, termasuk manusia. 

Buaya Muara betina mulai mampu berkembang biak saat berusia 10 sampai 12 tahun. Induk buaya betina biasanya menyimpan 40 butir hingga 70 butir telur. Semua telur ditimbun dalam gundukan tanah atau pasir bercampur dedaunan selama 80 hari atau 90 hari. Saat musim berkembang biak buaya sangat agresif dan menyerang siapa saja yang mendekat guna melindungi sarangnya.

7. Owa Siamang

Pada awal Januari 2023, diberitakan seekor siamang telah menyerang seorang anak perempuan berusia 7 tahun di Pekon Banding Agung, Kecamatan Suoh, mengakibatkan korban mengalami luka cakaran dari satwa yang dilindungi tersebut

Owa Siamang, sumber foto: RimbaKita.com

Berdasarkan Permen LHK No. P.106/Menlhk/Setjen/Kum.1/12/2018, Owa Siamang merupakan satwa yang dilindungi. Satwa ini termasuk katagori spesies terancam dengan status endangered (EN) dalam daftar IUCN, dengan Apendix I CITES yaitu dilarang untuk diperdagangkan. Diperkirakan jumlah Siamang saat ini di TNBBS sebanyak ± 22.390 ekor.

Klasifikasi Ilmiah Owa Siamang

Kingdom:  Animalia
Phylum: Chordata
Class: Mammalia
Order: Primates
Family: Hylobatidae
Genus: Symphalangus
Species: Symphalangus syndactylus (Raffles, 1821)

Tubuh siamang mirip seperti kera pada umumnya, namun lebih besar serta tidak memilki ekor. Siamang ditutupi oleh rambut lebat berwarna hitam di seluruh tubuhnya, kecuali wajah, jari, telapak tangan, ketiak, dan telapak kaki mereka.  Berat badannya antara 10 sampai 12 kg untuk betina, serta jantan sekitar 12 sampai 16 kg. Panjang atau tinggi tubuhnya sekitar 71 hingga 90 cm.

Karakteristik siamang yang sangat khas adalah adanya kantung pada tenggorokan yang disebut “kantung gular” yang dapat membesar seukuran jeruk bali atau bola. Berwarna merah muda atau abu-abu, yang berfungsi untuk memperkuat vokalisasi suara. Suara digunakan untuk komunikasi, menandakan teritorialnya, dan mencari pasangan. Suara siamang dapat terdengar hingga sejauh 6,5 km. 

Siamang adalah satwa teritorial dengan kebutuhan ruang hidup sekitar 24 Ha dan kemampuan jelajah sekitar 15 - 35 Ha.  Perilaku harian siamang meliputi aktivitas makan (13%), aktivitas istirahat (54%), aktivitas menelisik (8%), aktivitas bersuara (8%), aktivitas defekasi (1%) dan aktivitas bergerak (17%).

Siamang dikenal sebagai hewan setia. Primata ini termasuk golongan hewan monogami atau hanya mempunyai satu pasangan seumur hidupnya. Secara alami, siamang memiliki usia hidup yang cukup lama, yakni antara 35- 44 tahun. Kematangan reproduksi dicapai pada usia 6 - 9 tahun. Primata ini hanya menghasilkan 1 atau 2 keturunan dalam kurun 3 tahun. Masa kehamilan betina adalah 230 hingga 235 hari atau selama 7 bulan. Bayi siamang berwarna abu-abu, merah muda dan berambut pendek. Berat bayi sekitar 400 - 600 gram. Nah bayangkan jika salah satu pasangannya mengalami kematian?

Siamang merupakan hewan arboreal, yaitu sebagian waktunya dihabiskan berada di kanopi pohon bagian tengah ke atas. Hewan ini tidak mempunyai kemampuan berenang sehingga cenderung menghindari air.  Siamang merupakan hewan omnivora, dimana sekitar 75% adalah buah-buahan, sisanya daun, bunga, biji-bijian, dan kulit kayu. Siamang juga memakan serangga, laba-laba, telur burung, dan burung kecil, karenanya keberadaan siamang sangat penting dalam mendukung proses regenerasi ekosistem hutan, dengan membantu penyebaran benih tanaman  dan ketersediaan pakan bagi hewan lain.

Kejahatan manusia terhadap satwa liar semakin meningkat, mulai dari membunuh satwa untuk diambil bagian tubuhnya, hingga menjadi hewan peliharaan. Berdasarkan data yang ada di Polda Lampung, tahun 2020 sebanyak 12 kasus, tahun 2021 meningkat menjadi 14 kasus, dan tahun 2022 bertambah menjadi 22 kasus. Sebagian besar kasus adalah perburuan liar dan perdagangan ilegal.  

Tidak hanya itu, manusia juga sudah mulai merampas dan menguasai habitat satwa untuk pertanian, perkebunan, dan pertambangan.  Berbagai bencana ekologis yang terjadi saat ini merupakan dampak buruk dari keserakahan manusia merampas hak hidup satwa.  Bisa jadi keluarnya satwa dari habitatnya adalah suatu pertanda bahwa akan ada bencana yang lebih besar yang mengancam kehidupan manusia.  

“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)” 

(Surat Ar-Rum Ayat 41)


Ini hanyalah sekelumit kisah ironi satwa yang tengah menuju ambang kepunahan. Mereka dikorbankan demi keberlangsungan hidup sang mahluk yang justru dianugerahi akal dan hati nurani.  Mari kita kuatkan kemitraan untuk konservasi satwa liar, selamat Hari Hidupan Liar sedunia tanggal 3 Maret 2023 dan Hari Strategis Konservasi sedunia tanggal 6 Maret 2023, mari kita jaga bumi yang satu untuk kehidupan bersama penuh kedamaian.


Salam Sehat dan Salam Lestari 


Sumber Rujukan: 

|  Wikipedia  |  PPID Kemen LHK  |  Mongabay  |  

WWF Indonesia  |  RimbaKita  |  WCS Indonesia  | 

Minggu, 26 Februari 2023

Kilas Balik Lampung Barat sebagai Kabupaten Konservasi, dari Konsep hingga Komitmen

Bentang alam Lampung Barat

Hutan dan Kopi ibarat dua sisi gapura bagi Lampung Barat, jika keduanya berdiri harmonis, tentunya akan elok dan gagahlah gapura itu, memancarkan kedamaian dan kekaguman bagi siapa saja yang  datang maupun pergi melewatinya. Gapura yang tiada semua tempat memiliki itu bernama “Kabupaten Konservasi”. 

Hutan dan kopi adalah sumberdaya alam yang esensial bagi Lampung Barat.  Keduanya melahirkan amanah geografis sebagai “paru-paru”, “catchment  area”, dan “pintu gerbang” di bagian barat Propinsi Lampung.   

“Hutan”  berfungsi ekologi yang menjamin perlindungan bagi sistem penyangga kehidupan serta pengawetan keanekaragaman hayati  dan “Kopi” sebagai komoditas unggulan berfungsi  ekonomi untuk menjamin kesejahteraan dan daya saing daerah.  Kombinasi  inilah yang kemudian dirumuskan menjadi Visi  Pembangunan Jangka Panjang Daerah, yaitu “Terwujudnya Lampung Barat sebagai Kabupaten Konservasi yang sejahtera tahun 2025”.

Kabupaten Konservasi didefinisikan sebagai wilayah administratif yang penyelenggaraan pembangunannya berorientasi atau berlandaskan pada prinsip konservasi, yaitu perlindungan sistem penyangga kehidupan dan pengawetan keanekaragaman hayati yang menjamin kesejahteraan dan kelestarian sumber daya alam secara berkelanjutan.

Kabupaten Konservasi disebut juga sebagai model “pembangunan berkelanjutan”, “pembangunan hijau”, atau “pembangunan berwawasan lingkungan”, dimana pencapaian taraf kesejahteraan masyarakat secara berkesinambungan itu, diperoleh melalui upaya sadar dan konsisten dalam melindungi, memelihara, dan memanfaatkan sumber daya alamnya secara bijaksana dan bertanggung jawab, yaitu  tidak eksploitatif, sesuai daya dukung serta daya tampung, agar terjaga fungsi kelestariannya dari generasi ke generasi.  

Menurut Jejak Erwinanta, Lampung Barat sebagai “Kabupaten Konservasi” adalah buah dari suksesnya hubungan kemitraan multi pihak secara tripartit antara Pemerintah Daerah, Perguruan Tinggi, dan Non Government (NGo) atau masyarakat.

Proses panjang menuju Kabupaten Konservasi ini dimulai sejak tahun 2004. Diawali pemikiran perlunya suatu model pembangunan yang efektif dalam memenuhi indikator kinerja pembangunan, sekaligus mampu meningkatkan daya saing daerah, dan efisien dalam pemanfaatan modal dasar pembangunan, dengan keadaan ruang wilayah yang terdiri dari 28,5% kawasan budidaya dan 71,5% kawasan hutan, serta memiliki tingkat kerawanan bencana yang tinggi.   

Gagasan ini mulai dibicarakan pertama kali di acara semiloka “Potensi dan Permasalahan Pengelolaan Repong Damar” pada bulan Maret 2004 yang diinisiasi oleh Worl Wild Fund for Nature - WWF, dan berlanjut pada saat pembahasan rancangan akhir Peraturan Daerah Nomor 18 tahun 2004 tentang Pengelolaan Sumberdaya Alam Berbasis Masyarakat yang diinisiasi oleh WATALA, Universitas Lampung - UNILA dan Dinas Kehutanan Lampung Barat.  Gagasan ini semakin menguat setelah ditetapkannya Taman Nasional Bukit Barisan Selatan - TNBBS sebagai Warisan Dunia Hutan Hujan Tropis Sumatera oleh UNESCO.   

Istilah “Kabupaten Konservasi” pertama kali disampaikan oleh Ir Erwin Nizar M.Si (Bupati Lampung Barat 2002-2007) pada tanggal 29 Maret 2005, pada saat membuka acara workshop ”Peningkatan Fungsi Pengelolaan Kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT) dan Hutan Lindung (HL), Sebagai Kawasan Lindung Khusus dan Penyangga Kehidupan”. Dalam sambutannya, Bupati meminta dukungan dan peran aktif NGo mitra TNBBS untuk bersama-sama dengan Bapeda dan Dinas Kehutanan Lampung Barat, membahas peluang program dan pendanaan yang mendukung dan menguntungkan bagi kemajuan Lampung Barat apabila ditetapkan sebagai Kabupaten Konservasi.   

Menindaklanjuti hal tersebut pada tanggal 24 Oktober 2005, dilakukan pertemuan Tim Tata Ruang dan Tata Guna Lahan (TRTGL) Lampung Barat di Liwa. Tim TRTGL merupakan cikal bakal dari Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah (BKPRD) yang keanggotaannya meliputi satuan perangkat daerah, instansi vertikal, dan lembaga swadaya masyarakat (NGo) yang bergerak di bidang lingkungan dan pemberdayaan masyarakat.  Pertemuan menghasilkan kesepakatan untuk segera disusun tim Kerja Kabupaten Konservasi Lampung Barat dan Rencana Kerja (workplan), serta  melakukan Kajian Awal Kesiapan Lampung  Barat sebagai Kabupaten Konservasi.  Rancangan Kabupaten Konservasi, hasil  Tim Kerja Kabupaten Konservasi kemudian disampaikan pada pertemuan Tim TRTGL tanggal 21 November 2005, dan hasil rumusan tersebut selanjutnya digunakan sebagai bahan dalam Workshop Nasional Kabupaten Konservasi di Bogor.

Pada tanggal 29 November – 1 Desember 2005, diselenggarakan Workshop Nasional Kabupaten Konservasi di Bogor, yang diselenggarakan oleh Tim Kecil Kabupaten Konservasi yang dibentuk melalui Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor  522.53-258/Kep/Bangda/2005 Tentang Pembentukan Tim Kabupaten Konservasi. Hasil Workshop adalah rumusan  konsep, prinsip dan kriteria penilaian, serta indikator yang terukur untuk diujicobakan kepada kabupaten inisiator. Kabupaten inisiator tersebut adalah : Kabupaten Kapuas Hulu (Kalimantan Barat), Kabupaten Malinau, Kabupaten Pesisir (Kalimantan Timur), Kabupaten Wakatobi (Sulawesi Tenggara), Kabupaten Lebong (Bengkulu), dan Kabupaten Lampung Barat  (Lampung).

Proses terus berjalan dengan pembentukan Tim Kajian dan Workshop Nasional tentang kabupaten konservasi di Liwa pada tanggal 7 November 2006. Puncaknya pada tanggal 9 Mei 2007 di Gunung Sugih Kabupaten Lampung Tengah, dilakukan penandatanganan kesepakatan Bupati/Walikota Se-Propinsi Lampung guna mendukung secara konsekuen Lampung Barat sebagai Kabupaten Konservasi.  Dalam salinan Berita Acara Kesepakatan tersebut yang juga ditandatangani oleh Gubernur Lampung dan Ketua DPRD Propinsi Lampung, terdapat 3 poin penting yang menggambarkan kesadaran kolektif, dan komitmen masing-masing kabupaten/kota dalam mendukung Lampung Barat sebagai Kabupaten Konservasi, yaitu:  

  1. Betapa pentingnya nilai sumber daya alam sehingga harus dikelola secara arif dan bijaksana agar dapat memberikan manfaat sebesar-besarnya untuk kesejahteraan umat secara berkelanjutan;
  2. Bahwa kondisi fisik dan geografis Kabupaten Lampung Barat dalam konteks pembangunan di Propinsi Lampung mempunyai kedudukan yang sangat penting, sebagai fungsi lindung, yang memberikan atau menyediakan jasa lingkungan bagi kehidupan;
  3. Bahwa untuk menjamin fungsi lindung yang berkelanjutan, maka pengelolaan sumber daya alam dilaksanakan secara bersama-sama;

Pencanangan Kabupaten Lampung Barat sebagai Kabupaten Konservasi dilakukan pada saat peringatan Hari Ulang Tahun Lampung Barat ke-18 pada tanggal 24 September 2009 oleh Drs. Mukhlis Basri MM (Bupati Lampung Barat periode 2007-2017) berbarengan dengan peletakan batu pertama pembangunan masjid Islamic Center di Kawasan Sekuting Terpadu yang juga di hadiri oleh Gubernur Lampung.  Selanjutnya pada tanggal 10 Oktober 2009, Bupati Lampung Barat menerbitkan Peraturan Bupati Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kabupaten Lampung Barat sebagai Kabupaten Konservasi.

Senja di danau Ranau

Antara tahun 2009 – 2014, Kabupaten Konservasi menjadi vokal point yang memberikan efek berganda terhadap kinerja penyelenggaraan pembangunan daerah khususnya di sektor kehutanan dan lingkungan hidup serta penataan ruang.  Kabupaten Konservasi kemudian menjadi rumusan visi Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah - RPJPD Lampung Barat 2005-2025 yang ditetapkan melalui Perda Lampung Barat Nomor 1 tahun 2013 dan Tujuan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten - RTRWK Lampung Barat 2010-2030 yang ditetapkan melalui Perda Nomor 1 tahun 2012.

Dampak positip lainnya antara lain berupa dukungan program dari berbagai kementerian seperti Program SCBFWM (Penguatan Hutan dan DAS berbasis Masyarakat), Program Perhutanan Sosial melalui Hutan Kemasyarakatan, Penyiapan Kawasan Konservasi Eksitu Kebun Raya Liwa, pengembangan geothermal (panas bumi), program kota hijau untuk Kota Liwa, dan Program menuju Indonesia Hijau. 

Terbangunnya kemitraan multipihak yang harmonis melalui konsorsium pelestarian ekosistem hutan hujan tropis yang dimotori oleh Wildlife Conservation Society Indonesia Program - WCS IP, WWF, dan WATALA. Konsorsium ini kemudian melahirkan banyak inovasi terkait konservasi keanekaragaman hayati TNBBS sekaligus mendatangkan manfaat bagi Kabupaten Lampung Barat, seperti Perintisan skema REDD (Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation), pilot project kebijakan hulu hilir di Pekon Gunung Terang (Kecamatan Air Hitam), pengembangan ekowisata desa penyangga TNBBS, Program IPZ (Intensive Protection Zone) penyelamatan badak sumatera dan habitatnya, kegiatan pemberdayaan masyarakat “sustainable landscape”, penanganan konflik satwa dan sebagainya. Kabupaten Konservasi telah memberikan kontribusi nyata dalam mengharumkan nama Lampung Barat hingga ke tingkat Nasional dan Internasional. 

Diberlakukannya Undang-undang 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, maka kewenangan urusan Kehutanan, konservasi sumber daya alam dan ekosistem, tidak lagi menjadi urusan Pemerintah Kabupaten dan dikembalikan kewenangannya kepada pemerintah Propinsi dan Pusat. Sejak diberlakukannya Undang-Undang tersebut, maka dinas Kehutanan Lampung Barat dihapuskan dari Organisasi Perangkat Daerah, sedangkan untuk urusan Lingkungan Hidup ditangani oleh Dinas Lingkungan Hidup yang semula berbentuk Badan.    

Guna mengatasi kesenjangan dalam hal pengaturan dan tata laksananya, maka pada tanggal 29 - 30 September 2016 di Hotel Blue Sky, Petamburan, DKI Jakarta, telah dilakukan Konsultasi Publik Fasilitasi Peraturan Daerah Kabupaten Konservasi. Kegiatan ini dibuka oleh Direktur Bina Pengelolaan Ekosistem Esensial, Ditjen KSDAE Kementerian LHK RI dan dihadiri oleh Pemerintah Propinsi Lampung dan Kabupaten Lampung Barat. Pertemuan ini menghasilkan rekomendasi penting untuk keberlanjutan Kabupaten Konservasi paska berlakunya Undang-Undang Pemerintah Daerah, yaitu: 

  1. Peraturan Bupati Nomor 48 Tahun 2009 tentang Lampung Barat Sebagai Kabupaten Konservasi, agar dilakukan perubahan secara teknis yuridis, menjadi peraturan perundang-undangan setingkat Peraturan Daerah;
  2. “Pembangunan Berkelanjutan Lampung Barat sebagai Kabupaten Konservasi”, secara substantif mengatur aktifitas pembangunan berbasis Pembangunan Hijau;
  3. Penyusunan Grand Strategy yang melibatkan pakar, tenaga ahli atau Akademisi dan praktisi yang berorientasi kepada sinergisitas program inter-stakeholder di Kabupaten Lampung Barat.
  4. Percepatan mengenai Peraturan Daerah tentang Kabupaten Konservasi yang belum terealisasi akan segera diselesaikan melalui Satuan Kerja Pemerintah Daerah (SKPD) terkait. 

Pada masa kepemimpinan Bupati Parosil Mabsus, S.Pd (Periode 2017-2022) “Kabupaten Konservasi” menjadi salah satu dari 3 Komitmen dalam penyelenggaraan pembangunan daerah, yaitu Kabupaten Konservasi, Kabupaten Tangguh Bencana, dan Kabupaten Literasi. Ketiga komitmen ini tercantum dalam Perda Nomor 1 Tahun 2018 tentang Rencana Pebangunan Jangka Menengah Daerah-RPJMD Lampung Barat 2017-2022. Pada prakteknya Kabupaten Konservasi tidak hanya sebatas komitmen akan tetapi juga menjadi landasan operasional pencapaian tujuan misi pertama yaitu terwujudnya infrastruktur yang berkualitas dan berwawasan lingkungan dengan sasaran adalah meningkatnya kualitas lingkungan hidup berupa indek kualitas lingkungan hidup sebesar 64,12 diakhir RPJMD 2017-2022.     

Guna memperkuat sinergitas peranan Kabupaten Konservasi dalam pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goal’s) khususnya pada pilar pembangunan lingkungan hidup, dilakukan focus group discussion pada tanggal 21 Mei 2018 di Bappeda Lampung Barat yang dihadiri oleh Tenaga Ahli Gubernur Lampung Bidang Kehutanan dan Lingkungan Hidup (Ir Edison, M.Paf). Tindak lanjut dari hasil FGD ini adalah dilakukannya pengukuhan Lampung Barat sebagai Kabupaten Konservasi pada tanggal 9 Oktober 2018, dan tersusunnya Roadmap Kabupaten Konservasi pada tahun 2019. 

Baca Juga: |  Hutan Penyangga Kehidupan  |

Kini Kabupaten Konservasi memasuki masa transisinya, sementara isu global kian berkembang semakin rumit dan kompleks.  Tuntutan akan komitmen pencapaian 17 tujuan pembangunan berkelanjutan (SDG’s), persaingan pasar bebas, deforestasi, pemanasan global dan bencana iklim, krisis ekonomi global, krisis pangan, krisis air bersih, krisis energi, pembangunan rendah karbon (FOLU Net Sink) dan Nilai Ekonomi Karbon (NEK), serta kemiskinan, semuanya merupakan isu strategis, yang memberikan peluang sekaligus tantangan bagi keberlanjutan pembangunan di Kabupaten Lampung Barat, termasuk di dalamnya adalah menyangkut efektivitas dan relevansi Kabupaten Konservasi dalam menjawab semua tantangan global tersebut.

Lantas nilai penting apa saja yang dapat dijadikan dasar pertimbangan, bahwa masih relevannya Kabupaten Konservasi dalam mendukung penyelenggaraan pembangunan di Lampung Barat saat ini dan kedepannya?  Berikut nilai penting Kabupaten Konservasi menurut Jejak Erwinanta, jika ada pendapat lainnya jangan lupa tambahkan di kolom komentar di bawah ya Sob.

Ancaman akan Bencana Ekologis 

Bencana ekologis yang muncul beberapa tahun terakhir, seperti konflik satwa, bintelehan (kematian massal ikan) di danau Ranau, menurunnya produktivitas kopi akibat perubahan iklim, telah menyadarkan kita bahwa konservasi terhadap keragaman hayati, air dan tanah masih sangat dibutuhkan untuk menjaga agar sistem penyangga kehidupan dapat terus memberikan jaminan dan perlindungan bagi kesejahteraan masyarakat.

Baca juga: | Konflik Gajah Solusi dan Resolusi |

Peluang Eco - Enterpreneurship 

Prinsip-prinsip konservasi seperti perlindungan, pengawetan, dan pemanfaatan secara lestari, sejalan bahkan sudah menjadi kearifan lokal masyarakat adat Lampung Barat, seperti pengelolaan hutan adat, etnobotani tanaman obat, budidaya repong atau agroforestry dan siap kawin siap tanam.  Kearifan lokal yang mengoptimasi pemanfaatan jasa ekosistem dapat diarahkan guna menambah pendapatan asli daerah dan pendapatan rumah tangga, melalui mekanisme imbal jasa lingkungan, atau kewirausahaan berbasis ekologi atau dikenal dengan istilah eco-enterpreneurship.  Contoh dari eco-enterpreneurship yang dapat mendatangkan PAD dan pendapatan masyarakat antara lain wana wisata, ekowisata, dan eco-future. 

Baca juga: |  Wana Wisata dan Ekonomi Hijau  |

Atasi Kesenjangan Kewenangan

Kawasan Hutan di Lampung Barat masih menempati urutan pertama terluas, yaitu sebesar 50,4%, sedangkan kopi menempati urutan kedua dengan luas 26,5% dari keseluruhan luas administrasi Lampung Barat.  Saat ini urusan bidang kehutanan dan konservasi menjadi kewenangan Pemerintah Propinsi dan Pusat.  Untuk itu perlu adanya pengait kebijakan yang mampu menjembatani kesenjangan dalam hal pengaturannya agar terjalin sinergitas, keterpaduan, dan memperkuat pengawasan hingga ke tingkat pemerintahan desa. 

Pengakuan atas eksistensi Adat

Konservasi bagian dari entitas budaya masyarakat Lampung, karenanya Kabupaten Konservasi juga menunjukkan pengakuan atas eksistensi masyarakat adat Lampung Barat.  Hubungan erat antara  Konservasi dengan masyarakat adat dapat dilihat dari unsur-unsur alam yang digunakan sebagai simbol pada lambang, ornamen ragam hiasan, sastra, yang mendeskripsikan tentang falsafah, prinsip dan norma sosial, sebagai kekhasan adat dan budaya masyarakat Lampung Barat.  Bahkan norma tertulis tentang kutukan bagi siapa saja yang merusak hutan dan lahan, terukir di Prasasti Hujung Langit bertahun 997M yang berada di Pekon Hanakau Kecamatan Sukau, artinya bahwa sejak abad ke 10M, konservasi sudah menjadi budaya masyarakat Lampung Barat yang diwariskan hingga kini.

Prasasti Hujung Langit, Sukau

Baca Juga: | Mengenal Makna Tugu Ara Liwa |

Peluang Dana Lingkungan Hidup

Kabupaten Konservasi berpeluang untuk mendapatkan pendanaan lingkungan hidup.  Pemerintah Pusat telah membentuk Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH) sejak tahun 2018, yang berfungsi sebagai vehicle pembiayaan untuk perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dengan fokus pada sektor kehutanan, energi sumber daya mineral, perdagangan karbon, jasa lingkungan, pertanian, kelautan, perikanan, transportasi, hingga industri sampah dan limbah. Dana yang tersedia hingga tahun 2022 mencapai Rp 14,52 triliun yang bersumber dari dana reboisasi, Global Enviromental Facility, Bank Dunia, Ford Foundation, dan sebagainya. Dana tersebut dapat dimanfaatkan oleh berbagai pihak termasuk Kementerian/Lembaga maupun Pemerintah Daerah ( Sumber: www.ekon.go.id, 2022)

Pemberdayaan Masyarakat   

Tujuan akhir dari Kabupaten Konservasi adalah menjamin sistem penyangga kehidupan dapat tetap berfungsi secara berkelanjutan, dan sumber daya alam dapat tetap terpelihara dengan baik.  Indikatornya adalah berlangsungnya kegiatan ekonomi ramah lingkungan dan terbentuknya masyarakat dengan kultur atau budaya konservasi, yakni masyarakat yang peduli dan sadar untuk menjaga sumber daya alamnya agar senantiasa bermanfaat secara berkelanjutan. Terbentuknya sumber daya manusia yang handal ini, diperlukan upaya-upaya pemberdayaan yang merupakan inti dari Kabupaten Konservasi. Salah satu peluang pemberdayaan masyarakat yang berada disekitar kawasan hutan adalah melalui "Kemitraan Kehutanan".  Karena itu agar Kabupaten Konservasi dapat menjadi pedoman, pengaturan, dan kepatuhan yang mengikat bagi semua elemen masyarakat perlu dituangkan kedalam Peraturan Daerah yang selama ini belum dimiliki oleh Lampung Barat.


RPJPD Lampung Barat Periode 2005-2025 akan berakhir, apakah Kabupaten Konservasi tetap menjadi komitmen daerah? ataukah terhenti sebatas jargon masa lalu, karena dianggap tidak cukup efektif mendukung kesejahteraan?  Semua kembali kepada masyarakat dan Pemerintah Kabupaten Lampung Barat untuk menentukannya. 

Semoga Hutan dan Kopi akan tetap menjadi dua sisi Gapura yang harmonis, elok, dan membanggakan. Salam Sehat, Tetap Produktif, dan Salam Lestari 


KABUPATEN KONSERVASI

Di tengah ...
panasnya Seminung,
dinginnya Pesagi, dan
gemuruhnya Sepapah,
Tegarlah engkau
wahai Amorphophallus !

Kala ... 
Sang Rigis, tak lagi mau peduli,
Tinggalkan Elephas tertunduk pilu,
Sisakan kabut, tutupi empati
Kukuhkan langkah, pupuskan ragu

Ingatlah ...
Kami bukanlah hari ini,
kami adalah masa depan,
dikala kalian tak lagi mampu
menggapai embun di Taman Pelangi

Disanalah ...
Nagari tersadar
arti  kami untukmu
Wahai tunas-tunas
Sekala Bghak !

Liwa, 22 Pebruari 2023

In Memoriam : Ir. Warsito & Uda Afrizal 

Rabu, 22 Februari 2023

11 Puisi berlatar alam yang penuh dengan makna hidup dan nilai-nilai moral


Tuhan menciptakan bumi dan langit dengan berbagai unsur biotik dan abiotik didalamnya.  Interaksi kedua unsur ini, menyajikan fenomena alam yang tidak hanya indah, tapi juga memberikan pelajaran penting bagi manusia untuk memahami makna hidup yang sesungguhnya.  Karenanya, Alam selalu menjadi sumber inspirasi bagi para penyair untuk menggambarkan ungkapan rasa (etik),  baik ekspresi emosional, rasa syukur, romantisme,  hingga nasihat dan kritik tajam, melalui untaian sastra.   Salah satu ragam sastra adalah puisi. 

Berikut karya Puisi dari beberapa Tokoh Pujangga tanah air, yang menjadikan  keindahan unsur-unsur alam sebagai ungkapan makna hidup dan nilai moral yang mendalam.  

SAJAK MATAHARI
Karya: W.S. Rendra (1976)


Matahari bangkit dari sanubariku.
Menyentuh permukaan samodra raya.
Matahari keluar dari mulutku,
menjadi pelangi di cakrawala.
Wajahmu keluar dari jidatku,
wahai kamu, wanita miskin !
Kakimu terbenam di dalam lumpur.
Kamu harapkan beras seperempat gantang,
dan di tengah sawah tuan tanah menanammu !
Satu juta lelaki gundul
keluar dari hutan belantara,
tubuh mereka terbalut lumpur
dan kepala mereka berkilatan
memantulkan cahaya matahari.
Mata mereka menyala
tubuh mereka menjadi bara
dan mereka membakar dunia.
Matahari adalah cakra jingga
yang dilepas tangan Sang Krishna.
Ia menjadi rahmat dan kutukanmu,
ya, umat manusia !


SAJAK TAFSIR
Karya: Sapardi Djoko Damono


Kau bilang aku burung?
Jangan sekali-kali berkhianat
kepada sungai, ladang, dan batu
Aku selembar daun terakhir
yang mencoba bertahan di ranting
yang membenci angin
Aku tidak suka membayangkan
keindahan kelebat diriku
yang memimpikan tanah
tidak mempercayai janji api
yang akan menerjemahkanku
ke dalam bahasa abu
Tolong tafsirkan aku
sebagai daun terakhir
agar suara angin yang meninabobokan
ranting itu padam
Tolong tafsirkan aku sebagai hasrat
untuk bisa lebih lama bersamamu
Tolong ciptakan makna bagiku
apa saja — aku selembar daun terakhir
yang ingin menyaksikanmu bahagia
ketika sore tiba.


PANTUN TERANG BULAN DI MIDWEST
Karya : Taufiq Ismail


Sebuah bulan sempurna
Bersinar agak merah
Lingkarannya di sana
Awan menggaris bawah
Sungai Mississippi
Lebar dan keruh
Bunyi-bunyi sepi
Amat gemuruh
Ladang-ladang jagung
Rawa-rawa dukana
Serangga mendengung
Sampaikah suara
Cuaca musim gugur
Bukit membisu
Asap yang hancur
Biru abu-abu
Danau yang di sana
Seribu burung belibis
Lereng pohon pina
Angin pun gerimis


PANCURAN 7 ABADI 
Karya: Dede Aditnya Saputra 


Desir angin sepoi menghembus perlahan 
Bersama nyanyian burung di pucuk dahan
Airmu menari-nari dalam nestapa 
Mencairkan luka oleh karena cinta
Tercium bau yang harum menawan 
Bau harum airmu memecahkan qalbu buana
Tahukah kau akan qalbu buana itu? 
Yaitu qalbu yang dirundung duka dan nestapa
Oh… nirwana puncak Gunung Slamet 
Kaulah tempat kami mengingat sang Kuasa
Melepaskan jiwa yang bermuram durja 
Dan merenungkan masa jaya
Selain air terjun mu yang menawan 
Terdapat mata air panas yang bersahaja
Membuat kita bersatu dengan malam 
Apalagi malam Jumat orang Jawa
Teruslah abadi kau Pancuran ketujuh 
Bersama keenam Pancuran di bawah sana
Pancarkan sinar keemasan dalam airmu! 
Untuk melupakan rasa sendu yang menggebu


HUTAN KARET 
Karya: Joko Pinurbo 


Daun-daun karet berserakan 
Berserakan di hamparan waktu 
Suara monyet di dahan-dahan 
Suara kalong menghalau petang 
Di pucuk-pucuk ilalang belalang berloncatan 
Berloncatan di semak-semak rindu 
Dan sebuah jalan melingkar-lingkar 
Membelit kenangan terjal 
Sesaat sebelum surya berlalu 
Masih kudengar suara bedug bertalu-talu


LERENG MERAPI 
Karya: Sitor Situmorang


Kutahu sudah, sebelum pergi dari sini
Aku akan rindu balik pada semua ini
Sunyi yang kutakuti sekarang
Rona lereng gunung menguap
Pada cerita cemara berdesir
Sedu cinta penyair
Rindu pada elusan mimpi
Pencipta candi Prambanan
Mengalun kemari dari dataran
Dan sekarang aku mengerti
Juga di sunyi gunung
Jauh dari ombak menggulung
Dalam hati manusia sendiri
Ombak lautan rindu
Semakin nyaring menderu


TANAH AIR MATA 
Karya: Sutardji Calzoum Bachri (2002)


Tanah airmata tanah tumpah darahku
Mata air airmata kami 
Air mata tanah air kami 
Di sinilah kami berdiri 
Menyanyikan airmata kami 
Dibalik gembur subur tanahmu
Kami simpan perih kami 
Dibalik etalase megah gedung-gedungmu 
Kami coba sembunyikan derita kami 
Kami coba simpan nestapa 
Kami coba kuburkan duka lara 
Tapi perih tak bisa sembunyi 
Ia merebak kemana-mana 
Bumi memang tak sebatas pandang 
Dan udara luas menunggu 
Namun kalian takkan bisa menyingkir 
Kemana pun melangkah 
Kalian pijak air mata kami 
Kemana pun terbang 
Kalian hinggap di air mata kami 
Kemana pun berlayar 
Kalian arungi air mata kami 
Kalian sudah terkepung 
Takkan bisa mengelak 
Takkan bisa kemana pergi 
Menyerahlah pada kedalaman air mata kami 


DERAI-DERAI CEMARA 
Karya: Chairil Anwar  (1949)


Cemara menderai sampai jauh
terasa hari akan jadi malam
ada beberapa dahan di tingkap merapuh
dipukul angin yang terpendam
Aku sekarang orangnya bisa tahan
sudah berapa waktu bukan kanak lagi
tapi dulu memang ada suatu bahan
yang bukan dasar perhitungan kini
Hidup hanya menunda kekalahan
tambah terasing dari cinta sekolah rendah
dan tahu, ada yang tetap tidak diucapkan
sebelum pada akhirnya kita menyerah


BERDIRI AKU
Karya: Amir Hamzah (1941)


Berdiri aku di senja senyap
Camar melayang menepis buih
Melayah bakau mengurai puncak
Berjulang datang ubur terkembang
Angin pulang menyeduk bumi
Menepuk teluk mengempas emas
Lari ke gunung memuncak sunyi
Berayun-ayun di atas alas.
Benang raja mencelup ujung
Naik marak mengerak corak
Elang leka sayap tergulung
dimabuk wama berarak-arak.
Dalam rupa maha sempuma
Rindu-sendu mengharu kalbu
Ingin datang merasa sentosa
Menyecap hidup bertentu tuju.


DI BERANDA INI ANGIN TAK KEDENGARAN LAGI
Karya: Goenawan Muhammad (1966)


Di beranda ini angin tak kedengaran lagi
Langit terlepas. Ruang menunggu malam hari
Kau berkata: pergilah sebelum malam tiba
Kudengar angin mendesak ke arah kita
Di piano bernyanyi baris dari Rubayat
Di luar detik dan kereta telah berangkat
Sebelum bait pertama. Sebelum selesai kata
Sebelum hari tahu ke mana lagi akan tiba
Aku pun tahu: sepi kita semula
bersiap kecewa, bersedih tanpa kata-kata
Pohon-pohon pun berbagi dingin di luar jendela
mengekalkan yang esok mungkin tak ada


TANAH
Karya: Widji Thukul (1989)


Tanah mestinya di bagi-bagi
jika cuma segelintir orang
yang menguasai
Bagaimana hari esok kamu tani?
tanah mestinya ditanami
sebab hidup tidak hanya hari ini
Jika sawah diratakan
rimbun semak pohon dirubuhkan
apa yang kita harap
dari cerobong asap besi?
Hari ini aku mimpi buruk lagi
Seekor burung kecil menanti induknya
di dalam sarangnya yang gemeretak
dimakan sapi


Nah diantara Penyair di atas ini, manakah yang menjadi idola Sahabat?  

Puisi dengan berlatar alam seolah mengingatkan diri sendiri, supaya sadar posisi siapa yang sesungguhnya berhak untuk ditakuti. 


KABUPATEN KONSERVASI

Ditengah ...
panasnya Seminung,
dinginnya Pesagi, dan
gemuruhnya Sepapah,
Tegarlah engkau
Wahai Amorphophallus !

Kala ...
Sang Rigis, tak lagi mau peduli,
Tinggalkan Elephas tertunduk pilu,
Sisakan kabut, tutupi empati
Kukuhkan langkah, pupuskan ragu

Ingatlah ...
Kami bukanlah hari ini,
kami adalah masa depan,
kalian tak lagi mampu
menggapai embun di Taman Pelangi

Disanalah ... 
Nagari tersadar
arti  kami untukmu
Wahai tunas-tunas
Sekala Bghak !


Liwa, 22 Pebruari 2023
(Erick Erwinanta)


Tetap produktif ya Sobat ... Salam lestari

 

Selasa, 21 Februari 2023

Bagaimana membangun lingkungan yang adaptif dan responsif terhadap bencana gempabumi?

Zona gempa sumber PUPR 2017
Zonasi Gempa Indonesia, Sumber: Kemen PUPR (2017)

Kejadian-kejadian gempabumi yang banyak diberitakan diberbagai chanel televisi beberapa hari berselang, disamping menumbuhkan rasa empati, juga memunculkan rasa khawatir dan kecemasan tentang keselamatan diri dan keluarga dari ancaman dan resiko gempabumi.  Apalagi bagi kami yang bermukim di daerah rawan gempa karena memang dilalui oleh jalur sesar tektonik.  Seringkali gempabumi yang terjadi di kabupaten tetangga sampai pula getarannya hingga ke lingkungan tempat kami tinggal. Getaran gempa menjadi sesuatu hal yang sudah terbiasa dirasakan dan bahkan cenderung diabaikan. Hal-hal yang sudah dianggap “biasa” inilah yang terkadang membuat Kita menjadi lengah dan ceroboh. 

Memang getaran gempa secara langsung bagi manusia hanya menimbulkan rasa kaget dan panik,  namun yang wajib diwaspadai adalah dampak tidak langsungnya dari terpaan gelombang seismik yang menyebabkan kerusakan pada struktur bangunan dan tanah yang dilaluinya.   Getaran gempa dapat merusak konstruksi bangunan, seperti retakan pada dinding, mematahkan pondasi dan tiang bangunan, hingga merubuhkan bangunan termasuk perabotan didalamnya, begitu juga terhadap tanah seperti rekahan, tanah amblas, gerakan tanah longsor hingga “likuifaksi”, bahkan gempabumi yang terjadi di lepas pantai, dapat mendatangkan gelombang tinggi air laut yang disebut “tsunami”.  Kebanyakan korban gempa yang terluka hingga meninggal dunia adalah akibat panik, tertimpa reruntuhan material bangunan, tertimbun tanah longsor atau tersapu tsunami. 

Gempabumi merupakan fenomena alam yang senantiasa terjadi dan tidak dapat terhindari, khususnya bagi daerah-daerah yang dilalui oleh jalur patahan atau sesar tektonik.  Menurut Jejak Erwinanta ada 3 komponen penting yang perlu diperhatikan dalam membangun dan mengembangkan lingkungan yang adaptif dan responsif terhadap bencana gempabumi atau dikenal dengan istilah mitigasi  dan sistem peringatan dini (early warning system), komponen penting tersebut yaitu: manusia, ketahanan bangunan, dan kondisi tapak lokal

1. Komponen Manusia

Manusia bukan hanya individu, tapi juga mencakup keluarga, hingga rukun tetangga.  Penekanan pada manusia adalah menyangkut pengetahuan dan respon emosi terhadap gempa. Jika terjadi gempa biasanya ada dua jeda waktu yang mempengaruhi sikap dan tindakan seseorang yaitu sikap tertegun / mengabaikan sejenak dan jika gempa mulai terasa kencang, muncul sikap panik yang diiringi dengan gerakan lari menghindar menyelamatkan diri secara sepontan.  Nah justru dengan sikap tersebut peluang jatuhnya korban akan semakin besar.   Panik yang sering terjadi pada saat kejadian gempa, misalnya tanpa sadar meloncat keluar jendela dari lantai dua, tiba-tiba merasa linglung dan bingung, meraih sesuatu yang membahayakan, berlindung ke tempat yang justru berbahaya dan lain sebagainya. 

Guna meningkatkan daya adaptif dan responsif terhadap gempa, tidak cukup hanya membekali diri dengan pengetahuan saja, akan tetapi juga dibarengi dengan latihan atau simulasi. Mulailah dari dalam lingkungan keluarga, misalnya mengajak anggota keluarga simulasi mandiri di rumah jika terjadi gempa, membuat titik kumpul sebagai titik evakuasi yang diinformasikan kepada seluruh anggota keluarga, membiasakan untuk merapihkan barang atau perkakas setelah selesai digunakan, menjalin hubungan baik dengan tetangga, membangun kesepakatan dengan warga terkait titik kumpul dan pengamanan jalur evakuasi, mendorong sekolah-sekolah untuk memasukan kebencanaan gempabumi sebagai materi muatan lokal pelajaran, dan lain sebagainya. 

Lantas apa saja tindakan yang dilakukan pada saat gempa terjadi? Silahkan ikuti keterangannya pada gambar di bawah ini ya Sob.

Tindakan saat Gempa,  sumber; PMI
Tindakan penyelamatan dini saat gempabumi, sumber PMI (2019)

Hal penting dalam membangun sumberdaya manusia yang adaptif dan responsif terhadap gempabumi adalah kepatuhan dan penguasaan teknologi dari sistem mitigasi bencana yang telah ditetapkan dan diterapkan. Sistem mitigasi menyangkut pula manajemen bencana yang ditunjukan dari kinerja dari masing-masing komponen atau unsur didalamnya.  Ketidakpatuhan dan ketidakkonsistenan terhadap sistem mitigasi menyebabkan kepincangan bahkan mengalami kegagalan (failure).   

2. Komponen Bangunan

Ada 3 hal utama yang harus diperhatikan dalam membangun bangunan komersil maupun hunian tahan gempa, yaitu kekuatan pondasi, beton, dan beton bertulang.  Badan Standardisasi Nasional (BSN) telah menerbitkan standardisasi bangunan tahan gempa yaitu: SNI 1726:2019 tentang Tata cara perencanaan ketahanan gempa untuk struktur bangunan gedung dan non gedung sebagai revisi dari SNI. 1726:2012 Tata cara perencanaan ketahanan gempa untuk struktur bangunan gedung dan non gedung, dan SNI 2847:2019 Persyaratan beton struktural untuk bangunan gedung dan penjelasan sebagai revisi dari SNI 2847:2013 Persyaratan beton struktural untuk bangunan gedung. 

Menurut Pedoman Teknis Rumah dan Bangunan Gedung Tahan Gempa yang dikeluarkan oleh Kementerian Pekerjaan Umum (2006), taraf keamanan minimum untuk bangunan gedung dan rumah tinggal katagori tahan gempa, apabila memenuhi kriteria sebagai berikut :

  • Bila terkena gempa bumi yang lemah, bangunan tidak mengalami kerusakan sama sekali
  • Bila terkena gempa bumi sedang, bangunan boleh rusak pada elemen-elemen non struktural, tapi tidak boleh rusak pada elemen struktur.
  • Bila terkena gempa bumi yang sangat kuat, bangunan tersebut tidak boleh runtuh baik sebagian atau seluruhnya, bangunan tersebut tidak boleh mengalami kerusakan yang tidak dapat diperbaiki, bangunan tersebut boleh mengalami kerusakan tetapi kerusakan tersebut harus dapat diperbaiki dengan cepat sehingga dapat berfungsi kembali.

Memang tidak ada bangunan yang menjamin 100% tahan terhadap gempa, akan tetapi bukan berarti tidak ada yang dapat diperbuat guna memperkuat daya tahan terhadap kerusakan akibat guncangan atau getaran agar tersedia cukup waktu bagi seseorang guna mencari posisi aman menyelamatkan diri secara dini.

desain sederhana sumber: student-activity.binus.ac.id
Desain sederhana rumah tahan gempa (sumber: student-activity.binus.ac.id)

Tentunya membangun tempat tinggal atau rumah tahan gempa memerlukan konsekuensi pembiayaan yang tidak sedikit, dan adakalanya kita mendapatkan rumah hunian yang sudah terbangun.  Lantas bagaimana kita mensikapi ini?  

Ada saran yang tepat untuk mengatasinya, seperti yang disampaikan oleh Dr. Eko Yulianto, Kapuslit Geoteknologi LIPI (2019) yaitu dengan menyiapkan “Ruang Aman Gempa” di dalam rumah kita sendiri.  “Ruang Aman Gempa” adalah ruangan dalam bagian rumah yang dibangun atau direkayasa sedemikian rupa agar aman terhadap guncangan gempa, berfungsi sebagai tempat perlindungan sementara atau evakuasi dini tanpa mengurangi fungsi utama ruangan.

“Ruang aman gempa” dapat berupa kamar tidur, ruang keluarga, ruang tamu, atau ruangan lain di rumah kita yang mudah diakses dan cukup menampung seluruh anggota keluarga. Ruang aman gempa disamping kontruksi bangunannya yang mampu menahan beban guncangan, juga dilengkapi dengan interior, perabotan atau furniture seperti meja, mebel, atau kursi yang tidak gampang roboh dan hancur serta mencederai saat kejadian gempa berlangsung, sehingga kita dapat berlindung dibagian bawahnya dengan aman.  

Metode efektif keselamatan yang dapat diterapkan pada ruang aman gempa adalah “Triangle of Life” yang dikenal dengan nama “segitiga kehidupan”.  Secara sederhana, saat bangunan runtuh, dan menimpa benda atau furniture, selama tidak menghancurkannya atau sedikit, akan membentuk celah atau ruang kosong di sebelahnya. Ruangan kosong ini lah yang disebut “segitiga kehidupan”. 

Pencetus teori “segitiga kehidupan” bernama  Doug Copp, Kepala Penyelamat dan Manajer Bencana dari America Rescue Team International (ARTI), pada tahun 2000. Terlepas dari kontroversial akan kehidupannya, namun teorinya tentang segitiga kehidupan, menjadi bahan pelajaran dan simulasi kebencanaan gempa hingga sekarang.  

segitiga kehidupan
Ilustrasi terkait "segitiga kehidupan" sumber: emergency-live.com

Belajar dari Jepang yang negaranya juga beresiko tinggi terhadap gempabumi dan tsunami, namun ternyata masyarakatnya tetap nyaman hidup berdampingan dengan ancaman bencana gempabumi yang sewaktu-waktu datang, ternyata rahasianya terletak pada konsistensi dan kepatuhan terhadap sistem mitigasi yang diterapkan, seperti penerapan aturan khusus bangunan tahan gempa, pendidikan gempa sejak usia dini, mewajibkan setiap warga memiliki survival kit yang diawasi secara berkala, melengkapi sistem transportasi massal dengan perangkat sensor gempa, dan aplikasi alarm gempa di smartphone sebagai sistem peringatan dini gempa dan tsunami dengan jeda waktu 5-10 detik sebelum kejadian.  

simulasi gempa di jepang sumber: journal.sociolla.com
edukasi kegempaan sejak dini di Jepang, sumber: journal.sociolla.com (2018)

Menyadur dari situs hipwee.com, ada 11 cara masyarakat Jepang membangun rumah tahan gempa dan ruang aman gempanya, yang dapat menginspirasi dan diadopsi, apa saja caranya? silahkan disimak ya! 

  1. Banyak rumah di Jepang yang berukuran kecil dengan pola ruang simetris. Selain untuk menghemat lahan, rumah mungil ini dipilih untuk mengurangi risiko kerusakan saat terjadi gempa.
  2. Bahan kayu sering dipilih untuk membangun rumah karena lebih ringan. Jadi seandainya roboh akibat gempa, tidak akan terlalu memberatkan seperti tembok dari batu bata
  3. Untuk meredam gempa, konstruksi rumah Jepang mengandalkan sambungan antar bagian bangunan yang fleksibel. Jadi getaran gempa bisa diserap dan berkurang kekuatannya.  Prinsip kerjanya seperti menyentuh agar-agar, dimana jika terjadi gempa, getaran terdistribusi secara merata.
  4. Denah ruangan di dalam rumah dibuat sederhana. Jika terjadi gempa, dapat menyelamatkan diri dengan cepat.
  5. Orang-orang tidur di atas futon alias kasur lipat agar tubuhnya lebih peka pada guncangan gempa. Kasur ini juga tidak menghalangi evakuasi.
  6. Meja berkaki rendah sering ditemukan di rumah Jepang. Kursinya juga diganti dengan bantal dudukan. Jadi kemungkinan untuk menabrak atau tersandung perabotan lebih kecil
  7. Rumah Jepang mempunyai shoji atau panel dari rangka kayu yang berlapis kertas. Biasanya dijadikan pintu geser atau dipasang permanen sebagai pembatas ruangan
  8. Rak buku dirancang secara khusus. Bentuknya sengaja dibuat miring agar tidak gampang roboh saat gempa
  9. Rumah Jepang terkenal minimalis dan tidak banyak terisi perabot. Selain bikin ruangan terkesan lebih luas, juga bisa memudahkan evakuasi saat gempa
  10. Gas, listrik, dan saluran air akan mati secara otomatis saat terjadi gempa. Jadi bisa mencegah kebakaran, banjir, dan ledakan
  11. Selain rumah biasa, Jepang mempunyai "dome house" yang dirancang khusus untuk menghadapi gempa. Rumah berdesain unik ini terbuat dari styrofoam untuk menahan getaran

Dome House berbahan styrofoam di Jepang, sumber: idea.grid.id (2019)
Dome House berbahan styrofoam di Jepang, sumber: idea.grid.id (2019) 

Jepang merupakan negara yang adaptif dan responsif terhadap bencana gempabumi dan tsunami, negara ini mampu mengembangkan kearifan lokalnya menjadi teknologi penanganan gempabumi yang maju dan modern.  Semoga kita dapat mengadopsinya ya Sob, karena ternyata untuk membangun “ruang aman gempa” dapat dilakukan secara sederhana, tidak perlu biaya yang mahal.

Baca Juga: |   Belajar dari Gempa Liwa 1994  |

3. Komponen Tapak Lokal

Menurut Badan Geologi (2018), penyebab tingginya kerusakan akibat gempa dipengaruhi oleh 4 (empat) faktor utama, yaitu:

  1. Parameter gempa bumi: yang meliputi besaran dan kekuatannya, semakin besar magnitudo maka semakin tinggi potensi kerusakan
  2. Jarak pusat gempa bumi: semakin dekat jarak sumber gempa bumi maka intensitas guncangan akan semakin kuat dan potensi kerusakan akan semakin tinggi.
  3. Sifat fisis batuan permukaan: jika semakin lunak, lepas dan tebal tanah permukaan maka semakin tinggi amplifikasi guncangan gempa bumi dan semakin berpotensi mengalami kerusakan
  4. Kualitas bangunan: tentunya mempengaruhi ketahanan bangunan tersebut terhadap guncangan gempabumi. 

Faktor diatas menyatakan bahwa gelombang seismik memiliki amplifikasi yang berbeda-beda, tergantung pada kondisi lapisan batuan atau tapak yang dilalui.  Amplifikasi atau penguatan gelombang gempa merupakan perbesaran gelombang seismik yang terjadi akibat adanya perbedaan yang signifikan antar lapisan, dengan kata lain gelombang seismik akan mengalami perbesaran, jika merambat pada suatu medium ke medium lain yang lebih lunak dibandingkan dengan medium awal yang dilaluinya.

Perhitungan amplifikasi akan menentukan besaran Indek Kerentanan Seismik.  Indeks kerentanan seismik merupakan suatu parameter yang sangat berhubungan dengan tingkat kerawanan suatu wilayah dari ancaman resiko gempabumi. Indeks kerentanan seismik dan besar kerusakan akibat gempabumi menunjukkan hubungan yang linear. Jika suatu daerah memiliki indeks kerentanan seismik yang besar maka tingkat resiko gempabuminya juga akan tinggi. Dalam penentuan nilai indeks kerentanan seismik suatu daerah, faktor-faktor kondisi geologi (litologi) daerah setempat sangat perlu dipertimbangkan.  Indek kerentanan seismik dan nilai PGA dapat dipetakan yang biasanya disebut sebagai mikrozonasi gempabumi.

Mikrozonasi gempa adalah salah satu teknik untuk membagi suatu zona gempa yang besar menjadi zona-zona kecil dengan kriteria masing-masing zona akan berbeda tergantung tujuan zonasi itu sendiri. Salah satu yang dimuat dalam peta mikrozonasi adalah potret kondisi tanah bergerak dan jenis tanah di permukaan. Dengan demikian diketahui daerah mana yang dianggap zona merah atau daerah patahan. 

Peta mikrozonasi berguna untuk melihat secara riil potensi kerusakan akibat gempa yang ada di permukaan tanah, sehingga penting sebagai bahan persiapan perencanaan bangunan tahan gempa dan perencanaan landscape tapak terkait mitigasi bencana gempa, seperti titik dan jalur evakuasi, ruang terbuka hijau, serta pertimbangan dalam pemanfaatan dan pengendalian ruang di lokasi sesar, lokasi rawan tsunami, lokasi kelongsoran, serta memberikan perkuatan tanah terhadap likuifaksi.  

Likuifaksi adalah kejadian dimana terdapat pergerakan tanah akibat sifat tanah yang berubah menjadi likuid (pencairan). Likuifaksi terjadi di daerah dengan jenis tanah berpasir, jenuh, dan tidak padat, sehingga apabila terjadi pergerakan didalam tanah, sifat tanah dapat berubah seperti likuid. Fenomena likuifaksi menjadi populer pada saat peristiwa gempabumi Palu pada 28 September 2018 silam. 

Untuk menyusun peta mikrozonasi diperlukan kajian yang komprehensif dengan melibatkan para ahli yang kompeten, melalui kerjasama dengan Instansi Pemerintah Daerah.  Semoga saja di daerah tempat tinggal Sobat sudah ada peta mikrozonasi gempanya ya.

Peta Kerawanan Seismik (sumber: Robiana dan Cipta, 2021)
Contoh Peta Kerawanan Seismik (sumber: Robiana dan Cipta, 2021)

Lantas bagaimana cara kita masyarakat awam untuk mengetahui kondisi tapak yang relatif aman untuk dibangun tempat tinggal?  Secara visual sebenarnya, sudah dapat kita tentukan tapak tersebut layak atau tidak sebagai bangunan untuk tempat tinggal atau berusaha, seperti:

  1. Apakah tapak bersebelahan dengan jurang dengan jarak yang dekat?
  2. Apakah tapak berada dengan tingkat kelerengan yang terjal?
  3. Apakah tapak berada di depan atau di belakang tebing?
  4. Apakah tapak didominasi oleh lapisan tanah yang banyak mengandung pasir dan tanah liat?
  5. Apakah sebelumnya ada riwayat pernah mengalami kejadian longsor, likuifaksi, atau tsunami pada saat gempa terjadi?

Semoga apa yang Jejak Erwinanta sampaikan bisa menambah wawasan dan juga menginspirasi ya, karena besar dan kecilnya resiko akibat bencana gempabumi ditentukan dengan seberapa besar kemampuan kita beradaptasi terhadap bencana tersebut. Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa melindungi kita dan keluarga kita dari bencana, dan menguatkan kita manakala bencana tersebut datang menerpa.  

Salam lestari dan tetap produktif ya.


Referensi:

11 Detail Rumah Jepang yang Dibangun untuk Menghadapi Gempa. Aman dan Tetap Estetik! (link: https://www.hipwee.com/feature/rumah-jepang-tahan-gempa/)

Robiana, R & A. Cipta. 2021. Potensi Bahaya Gempa Bumi Berdasarkan Kondisi Tapak Lokal di Daerah Amlapura, Karangasem, Bali. Jurnal Lingkungan dan Bencana Geologi. Vol. 12 No. 3, Desember 2021: 159 – 169. (link: http://jlbg.geologi.esdm.go.id/index.php/jlbg)

Tips Interior Rumah Tahan Gempa ala Negara Jepang (link: https://www.student-activity.binus.ac.id/himdi/2022/04/01/tips-interior-rumah-tahan-gempa-ala-negara-jepang)



Terbaru

Selamat Datang 2024

"Hari ini tanggal 2 Januari 2024, pukul 07.32 WIB, hari pertama masuk kerja! Berdiri di barisan paling depan, acara apel pagi, di lapan...

Populer